A. Latar Belakang Masalah
Dalam dunia pewayangan banyak sekali tokoh-tokoh wayang yang bersifat baik dan begitu pula yang bersifat buruk. Adapu yang berkarakter baik adalah meliputi Puntadewa, Dewi Drupadi dsb. Sedangkan tokoh yang berkarakter buruk diantaranya; Para Kurawa, Sengkuni dsb. Puntadewa atau yang dikenal dengan Yudistira adalah tokoh dalam pewayangan yang berkarakter baik, Yudistira adalah anggota dari Pandawa yang paling tua, dan diantara adik-adiknya adalah; Bima, Arjuna, Nakula dan Sadewa. Puntadewa (Yudistira) resminya adalah putra sulung Prabu Pandu Dewanata. Ibunya bernama Dewi Kunthi, namun sesungguhnya Yudistira adalah putra Batara Dorma, dewa kebenaran dan keadilan.
Yudistira termasuk tokoh dalam pewayangan yang mempunyai sifat yang menyerupai Batara Dorma, yaitu bersifat adil dan jujur. Yudistira dalam masa hidupnya tak mempunyai musuh dan dimusuhi orang. Puntadewa termasuk paling sakti diantara adik-adiknya, Ia mempunyai ajian jamus kalimasada dan berketurunan darah putih yang palig sempurna karena Yudistira dilahirkan dalam wujud manusia.
B. Rumusan Masalah
Dalam bab rumusan masalah ini penulis dapat merumuskannya kedalam suatu garis besar yang akan dibahas dalam bab pembahasan, yaitu:
1. Kerabat dekat/keluarga Yudistira.
2. Cerita/lakon-lakon yang melibatkan Yudistira.
3. Kesaktian yang dimiliki Yudistira.
C. Tujuan Masalah
Dalam bab ini penulis berusaha menggali tujuan-tujuan masalah dalam bentuk yang sederhana yaitu:
1. Untuk mengetahui cerita-cerita yang melibatkan Puntadewa/Yudistira.
2. Agar mengetahui lebih dalam tentang keluarga Puntadewa.
3. Agar mengenal lebih jauh tentang kesaktian Yudistira.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Silsilah Keluarga Puntadewa
YUDISTIRA alias Puntadewa resminya adalah putra sulung Prabu Pandu Dewanata. Ibunya bernama Dewi Kunti, yang dimasa muda lebih dikenal dengan Dewi Prita. Namun sesungghnya Yudistira adalah putra Batara Dorma, dewa kebenaran dan keadilan.
Karena kutukan dari Begawan Kimindama, Prabu Pandu tidak dapat menggauli istri-istrinya, yaitu Dewi Kunti dan Dewi Madrim. Akibatnya , Pandu tidak mungkin mempunyai keturunan yang akan melanjutkan tahta Kerajaan Astina. Untunglah Dewi Kunti menguasai ilmu Aji Adityaherdaya (ilmu yang dapat mendatngkan para Dewa yang dikehendaki) yang dipelajarinya dari Resi Druwasa, ketika kunti masih gadis. Dengan tujuan untuk mendapatkan keturunan, Pandumengizinkan Dewi Kunti menggunakan ilmu itu. Mereka sepakat mendatangkan Batara Darma, karena Pandu menginginkan seorang yang memiliki sifat adil dan selalu bertindak dalam garis kebenaran. Kedatangan Batara Darma pada Dewi Kunti membuahkan anak yang diberi nama Puntadewa. Setelah itu, dengan cara yang sama Pandu mengizinkan Kunti mendatangkan Batara Bayu dan Batara Endra, yang menyebabkan istri pandu Melahirkan Bima dan Arjuna.
Kunti kemudian mengajarkan Aji Adityarhedaya kepada Dewi Madrim, sehingga Madrim sanggup mendatangkan Batara Aswan dab Batara Aswin, kemudian Madrim-pun melahirkan anak kembar yang diberi nama Pinten dan Tansen. Kelima bersaudara itu disebut Pandawa, yang artinya adalah “anak-anak Pandu”
B. Sifat Puntadewa dalam peergaulannya
Puntadewa mempunyai sifat serupa dengan Batara Darma, adil dan jujur. Sepanjang hidupnya ia dijuluki Ajatasatru, orang yang tak mempunyai musuh.
Dalam pewayangan diceritakan, sebagai penghargaan para dewa atas kejujuran dan keadilannya, Puntadewa “tidak pantas” menapak ke tanah. Demikian pula kalau ia berkandaraan, roda keretanya pun mengambang, tidak menjejak permukaan tanah.
Meskipun Puntadewa dikenal sebagai manusia yang tak suka marah, bukan berarti ia tidak pernah marah. Dalam lakon Dewa Amral dan Pancawala Rabi, Puntadewa marah dan melakukan triwikarma, sehingga menjelma menjadi raksasa Brahala yang luar biasa besar.
Seperti saudaranya yang lain, ketika kecil Puntadewa dididik oleh Resi Drona dan Resi Krepa. Namun Puntadewa mewarisi sifat Batara Darma yang selalu mengutamakan kebenaran, keadilan, dan kerendahan hati, tidak begitu begitu berminat pada ilmu keprajuritan. Ia lebih menyenangi ilmu ketatanegaraan, sejarah, dan ilmu hukum. Dalam pergaulan dengan para Kurawa, Puntadewa selalu bersikap mengalah, ia tidak pernah melawan, selalu menghindari perselisihan, tetapi adik-adikyalah yang selalu membelanya; terutama Bima da Arjuna.
C. Lakon atau Perjalanan Puntadewa
Ketika Prabu Pandu Dewanata (ayah para Pandawa) meninggal, para Pandawa masih kecil-kecil. Puntadewa juga belum dewasa sehingga ia belum dapat dinobatkan sebagai raja Astina. Para tetua kerajaan itu kemudian mengangkat Drestarastra, kakak Pandu Dewanata yang tunanetra, sebagai wali. Drestrarastra memegang tampuk pemerintahan di Astina, sementara Puntadewa belum dewasa. Namunn, Prabu Drestrarastra mudah termakan bujukan istrinya, Dewi Genrani dan iparnya, Patih Sengkuni, sehingga akhirnya mengangkat anaknya yang sulung, Suyudana, sebagai putra mahkota dengan gelar Anom Kurupati. Peristiwa ini terjadi setelah Pandawa mengalami percobaan pembunuhan di Bale Sigala-gala, sehingga terpaksa berkelana dari hutan kehutan.
Puntadewa Kawin
Dalam masa kelana ini, Puntadewa dan ibunya menetap untuk sementara disuatu desa yang terbilang wilayah Kerajaan Cempala. Disinilah Puntadewa kawin. Istri Puntadewa adalah Dewi Drupadi, putri sulung Prabu Drupada, raja Cempalaradya. Untuk mencarikan suami yang unggul, Prabu Drupada mengadakan sayembara, siapa yang mengalahkan Patih Gandamana, ia berhak memboyong Dewi Drupadi. Bima akhirnya mengalahkan Patih Gandamana, sehingga ia membawa pulang Dewi Drupadi dan memberikannya kepada Puntadewa. Dari perkawinannya dengan Drupadi ini Puntadewa mendapat anak laki-laki yang bernama Pancawala. [Drupadi bukan hanya istri Puntadewa seorang, melainkan istri kelima Pandawa].
Berita perkawinan Puntadewa dengan Dewi Drupadi akhirnya sa\npai juga ke Istana Astina. Para pinisepuh Astina, terutama Resi Bisma, Yamawidura, Resi Krepta, dan Resi Drona, menyarankan agar pulang ke Astina.
Pendirian Kerajaan
Agar perselisihan antara Pandawa dan Kurawa dapat dihindarkan, Prabu Drestraratra menyetujui pendapat Resi Bisma untuk menghadiahkan Hutan Wanamarta kepada para Pandawa. Kemudian Puntadewa dan adik-adiknya membabat Hutan Wanamarta dan mendirikan Kerajaan Amarta. Semula hutan lebat itu merupakan kerajaan jin dan makhluk halus. Penghuni asli hutan itu dikalahkan para Pandawa. Puntadewa berhasil mengalahkan raja Jin bernama Yudistira. Makhluk halus yang dikalahkan itu kemudian menyatu dalam diri Puntadewa, sehingga nama Yudistira pun dipakai Puntadewa sebagai namanya sendiri.
Dengan cepat Kerajaan Amarta (Indraprasta) tumbuh menjadi kerajaan yang makmur, aman dan sentausa. Satu demi satu kerajaan kerajaan kecil disekitarnya ditaklukkan. Wibawa dan pengaruh Kerajaan Amarta dari hari ke hari makin bertambah. Sebagai pernyataan rasa syukur terhadap kemurahan Sang Pencipta atas berkah-Nya sehingga Kerajaan Amarta kuat, makmur, dan sentausa, Yudistira mengadakan Sesaji Rajasuya. Diantara para raja yang diundang dalam upacara sesaji itu adalah Prabu Anom Duryudana dan beberapa adiknya. Meskipun undangan itu disampaikan dengan tulus, para Kurawa menganggap upacara sesaji yang diadakan Pandawa sebagai pameran kemewahan dan kekuatan.
Kesalahan Yudistira
Meskipun sikap hidup Puntadewa alias Yudistira sering dianggap sebagai teladan, pernah juga ia berbuat kesalahan fatal yang menyengsarakan seluruh keluarga Pandawa. Kesalahan itu adalah ketika Puntadewa menerima tantangan Patih Sengkuni untuk bermain judi dadu. Dimeja judi itu Puntadewa bukan hanya mempertaruhkan uang dan harta benda, juga Kerajaan Amarta, saudara-saudaranya, dirimya sendiri, bahkan juga istrinya. Dalam perjudian itu Puntadewa kalah. Ia kehilangan segala-galanya. Akibatnya ia harus menderita selama tiga belas tahun bersama istri danadik-adiknya, dan tentu juga rakyat Amarta.
Kekalahan dimeja judi itu menyebabkan dewi Drupadi menerima perlakuan keji, dihina, bahkan hendak ditelanjangi oleh Dursasana, orang kedua dalam keluarga Kurawa. Saat itulah terucap kutukan Drupadi, tidak akan menyanggul rambutnya sebelum dicuci denngan darah Dursasana. Dan Bima, yang tidak tahan melihat perilaku itu, juga mengucapkan sumpah: Akan membunuh Dursasana dalam Batarayuda, merobek dadanya, dan menghirup darahnya guna pencuci rambut Drupadi. Dewi Drupadi ikut menjalani masa pembuangan di hutan selama dua belas tahun bersama para Pandawa. Selama itu selama setahun penuh mereka bersembunyi dan menyamar di Kerajaan Wirata. Dalam masa persembunyian itu Yudistira menyamar sebagai ahli sejarah dan tatanegara bernama Tanda Wijakangka.
Sebelum mereka menyamar di Kerajaan Wirata, menjelang masa pembuangan di hutan selama 12 tahun, Batara Darma turun ke dunia untuk menguji kearifan anaknya. Waktu itu, dalam perjalanan ke Wirata, kelima Pandawa dan Dewi Drupadi beristirahat di tepi hutan. Karena mereka kehausan, Yudistira menuruh Sadewa untuk mencari air. Karena lama tidak kembali, Yudistira lalu menyuruh Nakula menyusul saudaranya. Namun, keduanya tidak juga kembali. Berturut-turut Arjuna dan Bima lalu menyusul, tetapi mereka pun tidak kembali. Akhirnya Yudistira sendiri menyusul adik-adiknya.
Sesudah beberapa waktu berjalan, ia melihat keempat adiknya mati bergeletakan ditepi sebuah telaga yang jernih. Setelah menangisi kematian adik-adiknya, Yudistira turun ke danau hendak mengambil air guna memuaskan dahaganya. Saat itulah muncul sesosok raksasa gendarwa melarangnya.
“Telaga itu milikku. Engkau tidak boleh mngambil airnya sebelum menjawab pertanyaanku dengan benar. Keempat adikmu sudah mati kubunuh karena mereka menolak menjawab pertanyaanku….”
Tujuh pertanyaan mengenai kearifan dan keadilan ternyata berhasil dijawab dangan benar oleh Yudistira. Sebagai hadiah, raja jin gandarwa itu lalu berkata: “Karena engkau telah menjawab ketujuh pertanyaanku dangan bemar, selain boleh mengambil air dari telaga milikku, engkau juga boleh memilih salah seorang adikmu untuk kuhidupka kembali.”
Yudistira memilih Sadewa.
“Mengapa Sadewa yang kau pilih untuk kuhidupkan kembali ? Bukankah ia hanya adik tirimu ?”
“Bagiku ia bukan adik tiri, sebab mendiang Dewi Madrim juga kuanggap sebagai ibu kandungk.Jika Sadewa hidup, maka Ibu Kunti dan Ibu Madrim masing-masing akan mempunyai seorang anak yang masih hidup.”
“Kalau kuberi kesempatan dua orang saudaramu yang kuhidupkankembali, siapa seorang lagi yang akan kau pilih ?”
Yudistira memilih Nakula.
“Mengapa Nakula ?”
“Karena Nakula saudara kembar Sadewa. Pertalian batin saudara kembar lebih erat daripada saudara kandung lainnya.”
Karena puas akan jawaban itu, raja jin itu lalu menghidupkan kembali seluruh saudara Yudistira. setelah itu raja jin gendarwa itu menjelma kembali menjadi Batara Darma. ”Anakku, sesungguhnya aku hanya ingin menguji kebijaksanaan dan rasa keadilanmu…”
Perang Batarayuda (Pandawa vs Kurawa)
Ketika perang besar antara keluarga Kurawa dan Pandawa, pihak Kurawa sempat memporak-porandakan pasukan Pandawa. Anak-anak raja Wirata berguguran satu demi satu ditangan Resi Drona. Prabu Kresna, yang menjadi penasihat mereka, merasa amat cemas. Kresna lalu menyuruh Bima untuk membunuh seekor gajah bernama Aswatama milik Prabu Prameja. Setelah itu berita kematian Aswatama itu disorakkan beramai-ramai. Begawan Drona yang menjadi panglima para Kurawa cemas akan beerita itu, karena Aswatama adalah nama anaknya. Untuk meyakinkan berita itu Drona menjumpai Yudistira yang terkenal sebagai manusia yang pantang berbohong. Sebelum kedatangan Drona di perkemahan para Pandawa, Prabu Kresna telah lebih dahulu minta pada Puntadewa agar membenarkan berita itu. Karena itu, ketika ditanya Begawan Drona, Puntadewa menjawab benar. Akibat kebohongannya itu Drona tidak sadarkan diri, saat itulah Drustajumena memenggal kepalanya. Sejak Yudistira “berbohong” yang menyebabkan kematian Drona itu para dewa tidak memberikan keistimewaan padanya. Ia dianggap sebagai manusia biasa, sehingga sejak itu roda kereta yang ditumpanginya tidak lagi “melayang” di atas tanah seperti sebelumnya. Kini roda kereta perang Yudistira melesak amblas kedalam tanah seperti kereta perang lainnya.
Dalam Baratayuda itu, ketika pihak kurawa mengangkat Prabu salya sebagai senopati, Kresna minta agar Yudistiralah yang menghadapinya. Titisan Wisnu itu tahu, Prabu Salya hanya akan dapat dikalahkan oleh manusia yang berdarah putih . Pada mulanya si sulung dari keluarga Pandawa itu menolak. Namun, setelah dilihatnya tidak seorang pun di antara adik–adiknya yang sanggup menandingi kesaktian Aji Candrabirawa milik Prabu Salya., Punta Dewa turun ke gelanggang. Berbeka Azimat Jamus Kalimasada ia mengendarai kereta perangnya menyongsong senapati kurawa itu. Prabu Salya mengerahkan Aji Candrabirawa yang diwarisinya dari mertuanya. Begawan Bagaswati. Namun ketika berhadapan dengan Puntadewa yang berdarah putih, Candrabirawa yang senula garang menjadi kehilangan dayanya bahkan menyatu dalam diri Yudistira. Candrabirawa memang akan menyerah bilamana bila ia akan berhadapan dengan makhluk berdarah putih. seperti Begawan Bagaspati–pemilik Aji Candrabirawa yang pertama, yang berdarah putih, Yudistira pun berdarah putih.
Setelah ancaman bahaya dari Candra birawa dapat diatasi, sambil memejamkan mata Yudistira melemparkan Jamus Kalimasada kearah Prabu Salya. Seketika itu juga Jamus Kalimasada berubah ujud menjadi Bajra Bagastra, sejenis tombak pende, yang menembus tuuh lawanya Prabu Salya tewas seketika.
Sesudah baratayuda usaidan Kurawa dikalahkan, diantar oleh Prabu Kresna, para Pendawa datang menghadap untuk menyampaikan sembah pada Prabu Drestarastra dan Dewi Gendari. Kedua orangtua para Kurawa itu selain sedih dan kecewIa, sebenarnya juga masih menyimpan rasa dendam. Ketika satu persatu para Pendawa menyampaikan salam hormatnya, hampir saja Prabu Drestarastara mencelakan Bima.
Kemudian ketika yudistira mendekati Dewi Gendari untuk menyampaikan salam hormaynya, permaisuri itu memalingkan kepalanya. Namun, pada saat itu, dari celah sempit pada kain penutup matanya, tanpa sengaja Dewi Gendari sempat melihat ujung jempol kaki Yudistira. Seketika itu, api dendam Gendari memancar dari matanya dan ,mengenai ujung jempol kaki Yudistira, Seketika itu juga ujung jempol kaki itu hangus.
Menolong Arwah Leluhur
Dalam pewayangan diceritakan setelah kekuasaan kerajaan Astina dan Amarta berada ditangan para Pendawa, Yudistira Sempai memerintah belasan tahun, sambil menunggu cucunya Arjuna yang bernama Parikesit cukup umur untuk diangkat menjadi raja. Selama menjadi raja Yudistira bergelar Prabu Kalimataya. Kadang-kadang ia juga disebut Prabu Darmawangsa atau Darmakusuma. Sedangkan Parikesit setelah menjadi raja bergelar Prabu Krisna Dwipayana, sama dengan gelar yang dipalai oleh buyutnya Begawan Abiyasa.
Menurut kitab Mahabarata, pada masa tuanya para Pandawa sepakat untuk meninggalkan istana dan hidup menyepi menyongsong kematian. Mereka berlimapun pergi ke Gunung Mahameru diikuti oleh Dewi Drupadi dan seekor anjing, piaraan Yudistira. Dalam perjalanan itu yang meninggal mula-mula adala\h Dewi Drupadi, disusul oleh Sadewa, Nakula, Arjuna, dan Bima. Dewi Drupadi mati paling awal, karena oleh para Dewa dianggap bersalah karena pada hati kecilnya ia lebih mencintai Arjuna daripada keempat suaminya. Sadewa dianggap bersalah karena ia selalu merasa paling disayang dan paling minta diperhatikan. Nakula dianggap bersalah karena selalu merasa dirinya paling tahu segalanya. Arjuna dianggap bersalah karena selalu merasa dirinya paling tampan dan paling sakti. Bima dianggap bersalah karena ia selalu merasa dirinya benar dan merasa paling kuat. Kini tinggallah Yudistira dan anjingnya yang tetap hidup.
Sampailah Yudistira dan anjingnya ke gerbang surga. Ketika mereka hendak masuk, Batara Endra yang datang menjemput melarang Yudistira membawa anjing itu. “Masuklah kami semua telah menantimu. Namun, janganlah engkau membawa anjingmu itu.” Kata Batara Endra. Seketika itu Yudistira berhenti melangkah dan berkata: “Kalau begitu, hamba pun tidak akan masuk. Biarlah hamba tinggal disini bersama anjing ini. Buat apa sorga yang penuh keadilan jika tidak disertai dangan kesetiaan. Anjing ini talah setia mengikuti hamba selama bertahun-tahun. Hamba tidak akan meninggalkannya.”
Begitu selesai mengatupkan bibirnya, saat itu juga sang Anjing berubah menjadi Batara Darma, ayah Yudistira yamg sejati. Pintu sorga pun terbuka, dan bersana Batara Darma, Yudistira memasukinya. Apa yang dilihat Yudistira ditempat itu sama sekali beda dengan yang dibayangkan sebalumnya. Yudistira menyaksikan Duryudana dan para Kurawa lainnya sedang berpesta pora sambil mabuk-mabukan di sorga, tetapi tidak satupun saudara dan orange tuanya yang ada di tempat itu. Yudistira lalu membawa Batara Endra pergi ke neraka. Di tempat itulah ia menyaksikan ayahnya, Pandu Dewanata, dan Ibu tirinya, Dewi Madrim, sedang menjalani siksaan neraka. Oleh Batara Guru, keduanya dianggap bersalah karena semasa hidupnya berani meminjam Lembu Andini dari Batara Guru, sedangkan mereka tahu Andini merupakan hewan tunggangan dewa. Batara Guru merasa tersinggung dan menghukumnya. Yudistira lalu tampil sebagai pembela ayah dan ibu tirinya. Menurut Yudistira peminjaman itu tidak akan terlaksana kalau dulu Batara Guru tidak mengizinkan. Karena pembelaan Yudistira ini, para dewa lalu membebaskan Pandu dewanata dan Madrim dari hukuman.
Semua yang disaksikan Yudistira itu pun ternyata hanya merupakan ujian Batara Darma terhadap rasa keadilan dan kebenaran yang dimilikinya. Pada akhirnya, Yudistira dan segenap keluarganya, istrinya, orang tuanya, dan orang-orang yang disayanginya, semua berada dalam kenikmatan sorgawi.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Syukur Alhamdulillahi, Akhirnya penulis dapat mengakhiri pembuatan makalah ini dengan tiada hambatan apapun.
Dalam bab ini penulis berusaha menyimpulkan dari uraian yang telah dituangkan dalam bab-bab didepan tadi. Yudistira merupakan sesosok tokoh yang patut kita tiru perilakunya yang mengutamakan kejujuran dan keadilan, Yudistira adalah orang yang bijaksana,adil dan jujur, serta punya kemampuan yang tidak dimiliki oleh orang lain yaitu tidak pernah ingin punya musuh dalam hidupnya. Ia termasuk tergolong makhluk berdarah putih yang paling sempurna. Dalam pewayangan ada tiga tokoh yang mempunyai darah putih yaitu; Resi Subali, Begawan Bagaspati, dan Yudistira. Diantara ketiganya Puntadewa lah yang paling sempurna, karena ia lahir sebagai manusia, sedang Resi Subali berwujud kera sedangkan Begawan Bagaspati berwujujd raksasa.
Demikianlah penulisan makalah ini, bila ada sepatah atau dua patah dalam penulisan ini yang salah, penulis mohon kelapangan hati pembaca untuk memakluminya dan memberi maaf yang sebesar-besarnya. Wassalam..........
DAFTAR PUSTAKA
Tim penilis SENA WANGI, Ensklopedia Wayang Indonesia, Sena Wangi.
Jakarta; 1999.