HATI-HATI MUSIM PENGHUJAN TELAH TIBA LINDUNGI KELUARGA ANDA DARI PENYAKIT YANG DISEBABKAB OLEH NYAMUK

HANTU GLOBALISASI

Senin, 28 Desember 2009

Globalisasi adalah sebuah sistem raksasa dunia baru yang tak terelakkan, bukan semata-mata karena ia diprakarsai oleh bebrapa besar dan maju, melainkan karena komponen-komponen yang men\opangnya telah terpancang diberbagai belahan bumi. Bagai hantu tirani, globalisasi bak super-virus yang sudah angrem di berbagai sektor kehidupan segala bangsa.
Pertumbuhan janin globalisasi di inkubator dunia bermula dari elemen-elemen tak terduga dari era modern, yang lewat proses makro-sinergik multi dimensi “menyeragmkan” dunia, mebakukan standarisasi ditopang oleh teknologi reproduksi dan teknologi informatika yang dahsyat. Seluruh elemn modernisme ini akhirnya berkembangkan biak menjadi komponen-komponen canggih yang megawali mnetabolisme organik jasad janin globalisasi.


Sejak darui draft (uliran) mur-baut, reproduksi barang, pancaran gelombang radio, kehadiran teknologi telegrap-telepon sampai akhirnya sekarang berkembang melahirkan superkomputer, jaringan terestrial, internet, multi media E-Commerece dan sebagainya; seluruhnya akhirya mejadi komponen-kompone bagi globalisai di muka bumi ini.
Duduk-soalnya ialah, bahwa gejala globalisasi ini agaknya dimanfaatkan bahkan cederung “dimanipulir” sebesar-besarnya oleh sebagian negara besar dan maju, demi mendahulukan kepentingan mereka terutama dalam sektor tata ekonomi dan tata politik dengan jargon demokrasi dan Ham dunia baru. Tetakel-tentakel ekonomi dan politik yang diinternasionalisasikan oleh Bank Dunia, IMF (Dana Moneter Internasional), PBB bahkan Pakta Pertahanan NATO, tampak jelas “mewakili kepentingan kelompok” tersebut.
Memang juga harus diakui adaya kenyataan, bahwa di antara beberapa negara “pendompleng” globalisasi itu justru masih ada yang “belum siap” dengan globalisai itu sendiri. Kita lihat munculya protes di Prancis dan Amerika Serikat sindiri, bahkan di Jermanpun hingga deti ini masih bandel “mensubsidi petaninya” dan ini bertentangan dengan arus globalisasi. Semuanya ini hanya menandai bahwa mereka “belum siap” memasuki era globalisasi. Namun tentu tak begitu sulit membenahi sektor-sektor yang belum siap itu, apalagi mengingat negara-negara di Eropa pun sudah menyepakati berlakunya mata uang tunggal Euro.
Yang tentu susah ialah negara-negar terbelakang, negara-negara miskin seperti negara kita, yang “serba tak siap” statusnya memasuki globalisasi. Dalam arus globalisai, negeri-negeri seperti I I tak hanya akan keponthal-keponthal, tetapi bakan bisa sekedar dijadikan “tumbal” bagi globalisasi, baik dalam ajang pasar bebas dunia maupun ajang politik dunia baru. Lebih-lebi sebab diketahui bahwa SDM kitapun belum siap memasuki ajang persaingan bebas dunia, sementara SDA kita dengan mudahnya dikerukoleh investor multinasional dari beberapa ngara maju.
Alhasil, globalisasi yang tak terelakkanini bagi kita hanya akn menjadi hanu atau momok, yang tk hany menakutkn tetapi juga menyngarakan. Sebab di ra globaliusasi, janin di dalam perutpun sudah bisa dibbani utang oleh para orangtua yang tak brtangungjawab/. Dana di negeri ini, orang tua yang tak brtangungjawab alangkah banyak jumlahny.***

REDAKSI

Sampi pada tahun 2001 ini brbagai situasi sejak awal krisi 1997 persoaln krisi multi dimensi blum juga beakhir bahkn cenderung memburuk. Lihat saja berbagai kasus datang berutun mulai bencana alam (longsor, banjir) sampai engan anca,an disintegrasi bangsa. Belum lagi kasus bentrok antar etnis yang sama sekali tidak menghargai nyawa umat manusia.
Begitu kompleksnya persoalan yang dihadapioleh bagsa Indonesia, sehingga seringkali terdengar kejenuhan masyarakat dan naifnya, masyarakat tak lagi bisa melihat secara jernih dan memilah mana yang benar dan mana yang dusta. Tragis memang!
Kendati situasi benar-benar tak menguntungkan, tetapi tidak menghalalkan alasan untuk kita tidak berpikir jernih dan melihat bebagai kondisi, dalam konteks kali ini kehadiran akarrumput menoba untuk mengupas sebuah kata yang demikian lekat disebut orang; globalisai. Tentu saja kita menyebut globalisasi, kita harus melihat ulang apa sebenarnya makna dan tujuan dari globalisasi tersebut.
Benarkah arus globalisasi memicu bangsa kita untuk berpiki lebi maju, profesional atau bahka justru sebalinya? Atau mungkin kita bisa mensinergikan titik-titik positif dan membuang jauh-jauh efek buruk dari globalisasi? Yang pasti, akarrumput mencoba menyajikan bagian keci dari side efect globalisasi. Selamat membaca.

BENARKAH SEBUAH GLOBALISASI SEBUAH BERKAH?
Perubahan situasi politik, ekonomi di Indonesia terus bergulir dengan konsekuensi pergeseran berbagai hal di seluruh lapisan masyarakat dan juga di berbagai seme. Tragsnya knsekuensi ini harus ditebus dengan porak-porandanya selurh tatanan yang konon selama 32 tahun lalu telah mapan dibawah rezim otoriter Soeharto. Inilah harga mahal dari sebuah pembodohan yang telah ditanam rezim Orba yang pada saat berjayanya tak bisa tresentuh oleh perangkat hukum apapun. Seolah suci dan senantiasa berujar ata nama rakyat dalam melahirkan kebijaka.
Adakah kondisi ini bagian dari skenario panjang yang telah disiapkanoleh negara-negara kaptalis? Atau sekedar jaman yang tidak perlu terlalu terlalu dikhawatirkan? Terlepas dari kedua hal tersebut, kondisi yang terjadi di Indonesia membawa korban hingga kalau boleh disebut hampir tak tersisa kekayaan alam di bumi indonesia bagi genrasi esok, karena berbagai sumber daya alam telah prak poranda dan telah tergadaikan.
Demikianla sebuah arus dahsyat dari yang disebut “globalisasi” yang terus didengung-dengungkan ke berbagai belaan dunia, yang adlah international force (kekuaan internasional) dan apapun dalnya, Indonesia terlanj menyepakati beberapa permanan-permaina yang menjadian Indnesia tak kuasa menolak apapun meski banyak atuan-atuan main itu yang sangat merugikan.
Tetapi pada saat ini, ketika seluruh permainan telah ditanda tangani leh pemerinah indnesia, kita tak bisa lagi menhindar dan mau tak mau kita berad dalam cengkrama dan kendali kekuatan internasional. Suka atau tidak suka, kita tidak diberikan kesempatan lain selain menerimanya.

World Trade Organisation
World Trade Organisation (Organisasi Perdagangan Dunia) adalah sebuiah mekanisme utama dari globaisasi korporasi. Lembaga ini dibuat oleh negara-negara maju yang beranggoakan 134 negara dan dalam perjanjiannya menekakan 3 sektor utamanya yaitu: perbankan, penanaman modal dan HAKI (patens).
WTO yang dibentu pada tahun 1995 dalam putaran Uruguay perundingan GATT dengan sistem perdagangan bergaya korporatis yang didominasi oelh efisiensi ekonomi yang tergambar dalam pencaipaian profit perusahaan secara cep[at. Keputusan-keputusan yang mempengaruhi ekonomi hanya dinikmati oleh sektor swasta , sedangkan biaya-biaya sosial dan lingkungan menjadi beban pblik.
Sistem ini sering juga disebut model “neoliberalisme” mengesampingkan UU dan lngkungan, usaha perlindungan kesehatan dan standar tenaga kerja, dalam menyediakan sumber daya alam ang murah bagi perusahan-perusahaan transnasional TNC/ Trans National Corporation). WTO juga menjamin akses perubahn-perubahan besar tersebut kepasar luar negeri tanpa mewajibkan perusahaan-perusahaan ransnasional tersebut untuk mempertimbangkan prioritas-prioritas keperluan domestik negara-negara yang dituju. Inilah sebuah sistem global berupa undang-undang yang wajib dilaksanakan dalam sistem ini, semua hal menjadi milik perusahaan besar, sedangkan kewajiban menjadi milik pemerinta.
Mayritas negara-negara berkembang telah menjadi angota organisasi internasional yang menjalankan aturab perdagangan General Agreement on Tariffs and Trade (perjanjian Bea Masuk dan Perdagangan),Trade Related Intelectual Property Measures (Perdagangan yang Berhubungan dengan Hak atas Kekayaan Intelektual), general Agreement on Trade in Servive. Dan yang pasti, perdagangan duni memberi untung besar pada negara-negara utara.

Unit Ekonomi Dunia
Globalisasi memang bukan sesuatu yang asing lagi di berbagai kalangan, tk tekecuali di kalangan buruh. Namu tak sedikit orang yang yang tidak mengerti apa sebenarnya makna hobaisasi. Istilah globalisai serig kali dipahai sebagai sesuatu yang positif bagi pengusaha dan pedagang kaena emberi kesempatan masuk ke wilayah manapun di dunia.
Globalisasi sebenarnya adalah makin enguatnya unit-unit ekonomi di dunia ke dalam satu unit ekonomi dunia. Tiga hal yang mendasar dari globaisasi adal: menghilangkan/menghapusa hambatan dagang dan penanama modal ang menciptaka gerak modal. Artinya, memungkinkan perusahan Jepang, misalnya menanam modalnya di seluruh belaan dunia, termasuk Indonesia ke negara lain dengan catatan alau mampu. Yang kedua, pembetukan blok-blok perdagangan regional seperti AFTA, NAFTA, CIS, MERCOSUR dan APEC sementara di tingkat dunia terbentuk GAAT yang kemudian menjadi WTO. Perembangan ini kemu\dia memasa peerintah anggota blok perdagangan untk mengeluarkan yang menjadi urutan ketiga dari dasar globalisasi adalah: peraturan dan undang-undang yang sesuai dengan kenyataan inteasi eonomi yang baru, perdagangan bebas dan iberalisasi ekonomi
Tampak jelas pada tahun 1980-an gelomang modal asig masuk ke Indoesia yang ini berpegau pada tatanan sosial. Kbijaka industrialisasi ini berrakibat pada pemusatan pendudk di daerah perkotaan. Praktis basi kegiatan pertaia hancur dan akan lebih trais lagi dala konsep pedaganga bebas sektor pertanian aka semakin terpuruk kaena harus mebuka pasa daam neeri bagi barag-barang pertania di luar.
Ebijakan yang dibua oeh pementa Indenesia yag tentu saja terkait erat dengan negara-negara adikuasa, ttang pgemaga indsialisasi, telah meruba basic agrars secara paksa ke daam sistem indusri dan ketika proram indusrialisasi ini hancur, sekaag didengung-dengungka tentang aroindusri. Padahal basic ini telah koyak akibat siste industrialisasi yang membabi buta.
Dala siste gobaisasi ini peran lembaga-lembaa keuangan globa meningat. IMF, World Bank adala lembaga keangan internasional yang memainkan pea sangat kuat dalam ekonomi global. Padaa prye-proye pebangunan yang dibiaai dengan daa pjamandar lebaga-lemaa ersebut menimlan akibat-akibat sosial, politik, ekonomi an budaya. Hasiya, berdampak pada penyengsaraan rakya dan di dalamya jua komunia burh yang berhadapan langsug dengan istilah gobaisasi kaena berbagai putaran TNCIMNC merupakan sahabat erat gobaisa. Persoalan laten (upah, kesehatan kerja, tujangan-tujangan) yang sampai saat ini masi membebani buruh belum usai dan sekaang buruh khususnya di wilayah Ungaran Jawa Tengah, kembali duat tidak mengerti dengan persoala aturan baru pajak penghasa yang mulai diberlakukan pada
Januari 2001.
Liberalisasi perdagangan memang berdampak pada buruh di seluru dnia dan dampak ini tidak selau sama. Di negara-negara selatan, pekerja berupah yang dlauan sebagian besar perempuan, di luar ekonomi formal. Meeka bekerja di sektor informal. Ini berarti bekerja di perusahaan-perusahaan berskala kecil yang tidak dilindungi serta iestasi modal kecl.
Para perancang pebanguna internasional kian menjadi untuk mencapai tujuannya:more profit, conrol, more money sementara kita kian koyak dan sulit sekali ntuk bagkit. Inila gurta gloalisasi yag kian meghanurkan. 9Disarkan dari Atas nama pembangunan, Perdaangan Dunia Merupakan Masalaa Perempan, Memahami Globalisasi).

Buruh Bingung soal PPH

Benar adaya sebuah ata pengantar dari satu penerbit tentang himpnan perubahan undag-undang perpajakan tahun 2000 bahwa pajk adalah sebagai sumber utama penerimaan negara, leh kaena itu, perlu terus ditngkata agar pebangunan nasional dapat diasanakan denga keampua sindiri ebrdasarka p[rinsip kemadirian.

Seperti kita tahu bersama bahwa sejak usiana tata rezim Orba dan kepimpan berali kepada Habibie dan sekarang oleh Gus Dur, banyak sekai perubahan yang terjadi. Terlepas apakah perubahan kebijakan yang dilairka masing-masing pemerintaan benar-benar demi kepentingan rakyat atau any sekedar untuk menyelamata tamp kepemimpinan. Tetapi peruahan-peruaan kebijakan ini membawa konsekuensi masig-masing.
Perubahan kondisi sosial, ekonomi budaya dan poit memag teraa berat kana perubahan yag tejadi tidak dipahami sebagai sebuah titik awal dai harapa bahwa pada saatnya kelak kita justru akan dewasa setela melalui berbagai hal tersebut. Namun to tak bisa disangkal bahwa p[erubahan yang terjadi selama ini cukup menyesakan dada persoalan ekonomi, finania karena krisis masih terus berlanjut. Ditengah beranya situasi ekonom seperti sekarang ini, masyarakat Indonesia masih harus dihadapan pada beban-beban lain yaiu soal hilangnya subsidi pemerita pada hal-al tertentu. Dalih untuk meandirkan masyaraa tentu tidak salah tetapi bahwa kebijakan ini sunguh terasa berat bagi masyaraka.
Inila salah satu keberhasilan dari sebuah perdagangan yang bergaya korporatis yang didominasi ole efisiensi ekonomi ya terambar dalam pecapaian profit perusahaan secara cepat. Keptusan-keptusan yang mempengaruhi ekonomi hanya dinikmati ole sektor swasta sedagkan biaya sosial dan lngkungan menjhadi beban pulik.
Seperti yang telah terurai di awal tulisan ini bahwa pajak sebagai sumber utama penerimaan negara, Direkrur jederal pajak pada tangal 29 Desember 2000 telah menetapkan ketenuan baru tentang Petunuk Pelasanaan pemotongan Penyetoran dan Pelaporan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan Pasal 26bsehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan orag pribadi. Kebijakan perpaakn ni khususya pajak penghasila ternyata menimbulkan keresahan di kaagan buruh (Ungaran Jawa Tengah).

Tanda Bukti
Sejauh ini dunia perburuhan baik di tnkat diskusi sampai action umunya seau mengedeankan persoala-peesoalan yang berkatan dengan hak-hak normatif. Padahal persoalan buruh sangatlah kompleks dan membuthkan kesabaran dan kecermatan untk mencoba memahami berbagai persoalan di dunia perburuhan dan diharapkan seluruh hasi pencermata itu dapat impleentasi pada komunitas buruh. Setidaknya untuk meminimaa perlakuan tidak adil bahkan pembodohan dari pemili capital bahkan oeh negara kepada buruh.
Pajak penghasilan merupakan salah satu diantara sekian banyak persoalan yang harus dkupas tuntas aar tidak teradi manipulasi data ehasilan sehingga buruh tidak diruikan. Setea ketetapan UMP/UMK (dulu MR) yang juga membuat persoalan, kususnya di Jawa Tengah, kaena beberapa perusahaan dianggap tidak rancu dala menerapkan eteapan baru ersebut, buruh di Ungaran, jawa Tengah, mempertanyaka perial ketentuan pajak penghasia. Dari hasil reportase di lapangan, pajak penghasila ang dimulai diberlakukan pada Januari 2001 ssuai ketetapan direktorat jendral pajak, sama sekali tidak dipaami oleh kawan-kawan buruh.
Ketentuan pajak peghasla yang diberlakukan antar satu perusahaan dengan perusahaan lain tidaklah sama, tepatnya bergantung dari masig-masig perusahan. Dan menurut keterangan di lapangan, kebijakan yang tidak sama antar satu perusahaan yang lai berjalan sudah sejak lama. Bahkan ada juga perusahaan yang tidak membebankan pajak peghasilan kepada buruhnya tetapi itu dibayar oleh perusahaan.
Mengenai jumlah nominal pajak penghasia, baya diakui oelh beberapa wail buruh dari beberapa perusahaan yang diemui tim akarrumput, tidak tahu secara jelas. Ketidatahuan ini beberapa disebabkan karena perusahaan tidak meberlakuan pajak penghasilan yang mungkin karena upah buruh memang belum cukup untuk dikenai pajak penghasilan, bahkan tidak jarang, buruh dipotong pajak penghasilan tetapi tidak au bagaimana aturan mainnya dan berapa jumlah nominaya yang harus dipajaki.

Simpang Sir
Diberlaukannya pajak penghasia yag baru ini ternyata juga disikapi secara berbeda le masing-masing perusahaan. Yang muncul di lapangan adalah, merasa sangat keberatan dengan pemberlakuan pajak tersebut. Apalagi bagi buruh yang sebelunya mengaku tidak mendapatkan potogan pajak penghasilan (karena upah yang diterima tidak melebihi Rp 240.000,- ketentuan lama) dan sekarang harus terkena pajak.
“Kalau di perusahaan saya, perusahaan yang membayar pajak”, ujar yanti buruh perusahan Ap sambil menyebutkan jumlah perse pajak yaitu 5 %. Ketika tim akarumput menanyakan paja apa yang dibayarkan oleh perusahaan, yanti juga tidak tahu pasti kaea informasi tu ia terima dari persahaan. Padahal kalau dicerai paak penghasilan sebelum diberlakukannya ketentuan yang baru adalah 10 %.
Hal senada yang disampaikan oleh Sugoiarto buruh harian tetap pada perusahaan PS. Menurutnya, sejak pertaa ia bekerja (5 tahun lalu) perusahan telah memberakua pajak penghasian kepada semua karyawa di perusahaan tempat ia bekerja. “Di tempat saya bekerja di potong 5 %,: jelasnya. Sementara untuk kejelasan hitganya, ia juga mengaku tidak pernah tahu.
Lain halya dengan yang diaami leh Gimi buruh perusahaan K‎M. “pajak penghasian di tepat saya tidak menentu. Kadang 5 % tapi sering juga 10 %”. Ketidak mengertia tentang pajak peghasan juga diaami oleh Juria. Menurutny seja perusaaan mengumkan bahwa buruh yang berpenghasilan Rp 4.000.000 per tahu dienai pajak penghasilan sebesar 20- %/tahun.
Tampak jelas bahwa PPh dan mekanisme penghitungannya masi sangat simpang siur dan tidak dipahami oleh buruh. Celakanya perusahaan juga tidak mensosialisaikan bagaimana penghituan yang sebenarya. Tidak menutup kemungkinan persoala PPh ini ustru menjadikan peluag bagi kalangan tertetu untuk menarik keuntuan karena bukti pembayaran pajakpun tak dapat dikontrol oleh buruh maupun oleh kantor pajak.

Dulu UMP, Kini PPh
Buruh agaknya merupakan “kaum pemilik naas”, sebab merka selalu mudah dijadika bulan-bulanan sehingga riwayatnya berkubang dalam penderitaan. Pada ra Orde Baru, buruh diperas habis-habisan untuk membesarkan para konglomerat sehiga aksi demo dimana-mana hanya menuntu kenaikan upah.
Selepas gerakan reformasi yang menangkan kekuasaan orba denga keadaan negeri yang terpuruk ke dalam kondisi krisis multi dimensi, wajar jika obsesi kaum buruh kepada soal kenaian upah melemah, meskipun masih ditandai dengan maanya tutuan atas berbagai soal tunjangan, sebagai upaya untu teap survive ala-kadarnya.
Sesunggunya dibal huru-hara perburuhan slama ini, ada yang diam-diam “menggerogoti” penghasilan kaum buruh yang sudah diusahakan mati-matian lewat bebagai aksi demonstrasi. Umumya para buruh belu meyadari hal ini, dan hanya “menerimanya dengan pasrah” saja. “Pengereogotan” ini terjadi dengan dalih pemungua PPh (Pajak Penasilan) Pasal 21 yang dilakukan secara seenakya oleh phak perusahan atau majikan, tanpa memperhatikan ketentua-ketentuan pelaksanaan pemotongannya.
Maka tidaklah berlebihan untuk menyatakan, bahwa apa yang telah diperuangkan ole para buruh selama ini untuk memperoleh upah wajar, menjadi sia-sia lagi ole pemotongan PPh 21 yang seenaknya itu. Sunggu mengherankan kalau meghadapi hal ini, para buruh bahkan bersikap “pasrah”. Membayar PPh memang kewajiban setiap warga negara, tetapi ada bebagai ketentuan, aturan dan batas-batanya. Buruh harus pedi akan hal ini.

Ketentuan
Pemerintah era reformasi tela mengeluarka ketentuan baru, yag mau tak mau harus dipahami oleh para “pemotong pajak”, yang tak lain adalah pihak perusahaan atau majikan. Perhitugan pemotongan PPh 21 haruslah dengan rincian, agar para buruh bisa memanfaatkan “keringan-keriganan” yang disediakan dlam peratuan yang baru.
Departemen Keuaangan RI telah mengeluarkan Keputusan Diretur Jendral Pajak No: KEP-545/JP./2000 tentang Petunjuk Pelaksanaan pemotogan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan Pasal 26 tertangal 29 Desember 2000, yang berlaku sejak tanggal 1 januari 2001. Kalau sebelunya pah buruh dipotong sebesar 10 % oleh PPh 21, sekarang besarnya pemotongan hanya 5 %.
Pasal 5 dari keputusan ini menerangkan penghasilan yang diptng PPh 21 mencakup penhaslan ang dierima atau diperoleh secara teratur berupa gaji, uag pensiu bulanan, uag lembur, uang sokogan, uang tuggu, uang ganti rugi tunjangan isri, tujangan anak, tjangan kemahalan, tunjanga paak, tunjangan iuran pensiun, tujangan pendidikan anak bea siswa, premi asuransi yang dibayar pemeri kerja dan penghasilan teratur lainnya dengan nama apapun.
Lalu juga penghasian tidak teratur berupa jasa produksi, tantiem, rafitasi, tunjangan cuti, tunjangan hari raya, tunjangan tahun baru, bonus, premi tahunan dan pehasilan sejenis lainya yang bersifat tidak tetap. Juga upa harian, upa migguan, upah borongan dan upah satuan. Uang tebusan pensiun, uang pesangon, uang tabugan hari tua atau jaminan Hari Tua dan pembayaran lain yang sejenis. Dari semua ketentuan ini diketahui bahwa seluruh pemasukan yang diperoleh oleh buruh dikenai PPh 21.


BURUH AKSI, PEMODAL TERANCAM

Paruh bulan januari 2001 lalu, persoalan buruh kembali marak menjadi headline di berbagai media massa dan elektronika. Kabar ini dipicu oleh pernyataan Sekjen Aprisindo (Apresiasi Persatuan Indonesia), yang megungkapkan ada 12 perusahaan sepatu yang akan hengkang ke vietnam. Hal ini terjadi karena marakna unjuk rasa buruh yang mengara ke anarkhi.
Pernyataan tersebut seketika menibulkan reaksi dari berbagai kalangan. Persoalan inipun menjadi agenda yang dibicarakan pada Sidang Kabinet (25/1) dan Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri memerintahkan Menteri terkait agar segera menyelesaikan masalah perburuhan, yang menurut pimpinan sejumlah asosiasi pengusaha telah terjadi pemicu diversifikasi lokasi usaha sejumlah perusahaan sepatu dan tekstil ke luar negeri.
Akibat mencuatnya persoalan ini, burupn merasa dipjokkan, seperti yang disampaikan oleh Dewan pegurus Pusat Serikat Buruh Sejahtera indoesia DPP SBSI) bahwa penilaian kelompok pengusaha yang menuding gerakan buruh di Indonesia sebagai penyebab hengkangya investasi adalah penilaian yang tidak mendasar dan cenderung mendiskreditkan citra buruh Indonesia. Selain itu, perihal beberapa pasal dalam Kepmenaker No. 150/2001 pun menjadi sortan dikalangan pengusaha dan dianggap sangat memberatka pengusaha.
Betapa menjadi penting dan seriusnya pebangunan idustri di negeri ini, yang kemudian praktis mengudang reaksi berlebihan, menurut salah satu Serikat Buruh di Semarang, ketika mengedepankan persoalan buruh. Benarkah maraknya demo buruh merupakan hal pokok yang diangap mengaca dunia perindustrian di Indonesia? Bagaimana dengan berbagai persoalan yang lain yang demikian runyamnya yang higga saat ini belum juga berakhir?

Job Order
Perihal ramainya yang juga disebut oleh sebagian kalangan sebagai relokasi industri ini, sempat dibantah oleh Menakertrans Alhilal Hadi. Menurutnya, tidak ada rencana relokasi industri ke negara lain. “Yang terjadi job order dari indonesia ke negara lain. Jadi bukan industrialisasinya yang dialika,” ujarnya Alhilal Hamdi dalam sebuah wawancara di salah satusatunya penyebab dari ‘gerahnya’ pengusaha. Artinya, persoalan yang membuat etar-ketir investor juga terkait dengan stabilitas keamanan, kepastia hukum dan masih banyak lagi lainnya persoalan yang megancam ketidakamanan investor.
Sejauh ini gerakan buruh adalah menuntut hak normatifnya yang pada realitasnya memang masih banyak tidak dipenuhi oleh pengusaha, setidaknya diwilayah Jawa Tengah. “Jika gerakan buruh sekedar diminta tambahan upa karena memang upanya rendah, apa yang bisda disalahkan,” ujar pengajar Faultas Ekonomi Universitas Indnesia, Prof. Dr. Didik J. Rachbini (Kompas, 5/2).
Penilaian bahwa aktivitas relokasi industri harus diakui kaena fenomena berbagai hal yang terjadi dalam situasi sosia politik di Indonesia, tertuang dalam dalam rumusan yang disampaikan oleh ketua Umum Kadin Abirizal Bachrie dan Ketua Komite pemulian Ekonomi Nasional (KPEN) Sofyan Wanandi kepad Presiden Gus Dur. Rumusan ini disampaikan ketka pernyatan yang mengatakan bahwa geraka buruh merupakan biang kelado dari relokasi industri ditagap[I secara keras oleh berbagai pihak. Rumuan tersebut adalah: Keamanan, Pelaksanaan Otonomi Daerah yang salah, Peburuhan, Perpajakan, Pertanian, restrukturisasi Utang swasta, Infrastruktur dan Perbankan.
Mestiya gerakan buruh yang marak akir-akhir ini direspon pengusaha sebagai upaya buruh untuk emperbaiki problem internanya, misanya upah yang redah, setidaknya yang ditegaskan oe Prof. Dr. Didik J. Rachbini. Geraa buruh sebagai upaya mempebaki daya tawar kolektif yang selama ini ditindas tidak saja oleh pengusaha, juga oleh negara. Tidak berlebiihan memang apa yang pernah disampaikan oleh Menakertrans bahwa apa yang mencuat tentag gerkan buruh yang dianggap mengancam dunia industri sebenarya hanya sebuah ancaman karena selama ini pengusaha terbiasa dimanja oleh subsidi dan juga pengusaha sudah terbiasa berlaku represif terhadap buruh.***


KEBEBASAN BERORGANISASI BAGI BURUH

Undang-undang Ri No. 21 tahun 2000 tentang Serikat pekerja/Serikat Buruh yang disahkan pada tanggal 4 Agustus 2000 sebelumnya diwarnai berbagai polematik pro-kontra khususnya di kalangan buruh. Kalangan buruh menilai bahwa Uu No. 21 tahun 2000 yang pada saat itu diajukan oleh Menteri Tenaga Kerja ke DPR RI sebagai RUU Serikat Pekerja, tepatnya adalah sebuah kelanjutan kebijakan Oba yang anti terhadap Serikat Buruh.
Ada beberapa hal ag disorot tajam oleh kalanga buruh dan pemerhati perburuhan dalam RUU SP saat ini diantaranya ialah amar pertimangan huruf b yang berbunyi: bahwa dalam rangka mewujudkan kemerdekaan berserikat, pekerja berhak membentuk dan mengembankan Serikat Pekerja yang mandiri, demokratis, bebas dan bertangu jawab. Pemakian kata bebas dan bertangung jawab inilah yang dikritis oleh kalagan perburuhan bahwa kata tersebut yang juga digunakan oleh Orba untuk membelenggu kebebasan, artinya penafsian bertangung jawab menjadi hak pengusaha dan tidak jelas ukuranya. Kegiatan yang tidak disukai oleh pengusaha diangap tidak ertanggungjawa.
Kendati RUU tersebut ditolak dan banyak pihak (Foru Buruh dan LSM untuk keadilan), tetapi akhiya pada tanggal 4 Agustus 2000 disahkan dan otomatis mulai tangal diahkannya UU SP diberlakukan dan tidak bisa ditolak lagi. Pemberlakuan UU SP ini harus diakui memberi angin segar bagi kalangan buruh yang selama Rezim Ora hak-hak untuk beroranisasi benar-benar digilas habis. Bayangkan saja, organisasi buruh yang diperbolehkan hidup aya SPSI yang notabene adalah perpanjangan tangan pengusaha. Jika ada Serikat Pekerja yang selain SPSI habis diberangus bahkan benar-benar tak boleh lahir.inilah sebuah pegedalian bermata rantai panjang dan kokoh sehingga buruh mustahil merontokkan mata antai tersebut.

Semangat Reformasi
Pemberlakuan UU SP/SB No. 21/2000, berdampak pada maraknya pembenkan Serikat Buruh di seluruh penjuru tanah air tak terkecuali Jawa Tengah. Betapapun, realitas ini diadari atau tidak, telah meberi athmosfer baru bahkan menubukan semangat buruh untuk beroaisasi yang kemudian menjadi tumpuan, dan oranisai yang dibangun benar-benar dapat mewakili kepentigan buruh. Mungkin inilah semangat reformasi yang juga megaliri nadi perburuhan di negeri ini.
Pentignya membangun serikat buruh telah dipahami sebagian kau buruh sejak lama. Persolannya ketia pemeritah hanya memperbolehkan 1 organisai saja dan celakanya organisasi buruh tersebut jauh dari kepentigan buruh. Pengebirian atas hak buruh utuk berorganisasi ini membuat semangat buruh melemah.
Kebebasan beserikat yag ditanggapi secara positif tampak di wilayah Semarang, Ungaran, Kendal, Pekalongan Jawa Tengah. Kendati tidak semua perusahaan di wilayah ini memiliki semangat untuk berorganisasi tapi kalau boleh disebut, hampir sebagaian besar buruh di berbagai perusahaan di wilayah ini bersemangat pada pebentukan Serikat Pekerja/Serikat Buruh yang demokratis. Dilandasi semangat reformasi, beberapa Serikat Buruh begaya lama uga telah merombak total kepengurusan organisasinya.
Kesadaran untu membentuk Serikat Buruh semakin melua. Ini menjadi penting kaena dala sistem masyarakat idustri searang ini, ada dua kelompok mayarakat yang saling bertentangan kepentingan antara majikan dan buruh. Untuk memperjuagkan berbagai kepentigan buruh, jelas dibuthkan persatuan dan disinilah fungsi Serikat Buruh.

Membangun Jaringan
Membagu jaringan antar Serikat Buruh-Federasi dan Konfederasi Serikat Buruh mutla harus dilaukan. Bahkan “berjejaring”diluar jalur buruhp sangat penting. Setidaknya begitu yang disampaikan oleh Sekjen FSBI (Federasi Serikat Buruh Independent), ramelan. Lebih jelasnya ia menyebutan sebagai strategis dan non-strategis.
“Alinasi strategis adalah jaringan sesama Serikat Buruh yang pnya visi dan isi yang sama. Sementara aliansi non-strategis adalah jarigan dengan lembaga, kelompok yang peduli pada orang kecil”, papar Ramelan panjang lebar.
:Tak kurang dari 25 Serikat Buruh di tikat basis yag telah terbent yang diprakarsai oleh FSBI. Kami melakukan pendampigan secara intensif, “ungkap ketua ‎FSBI, Sumarsono SR. Selain itu, Sumarsono juga mengatakan, FSBI yang resmi tercatat di Depnekr Semarang, 31/10/2000, akan mendiran koperasi di tinkat basis dan sentra.
Pendidikan buruh adala prioritas FSBI. Maksudnya, pendidan yang berkesinambungan terus-menerus. Ini didasari sebagai bagian yang harus ditempu. Jelasnya, bahwa proses adalah hukum alam bagi pencapaian sesuatu.

Berfungsi
Setekah refomasi di tubu Serikat Buruh/Serikat Pekerja di perusahan, yang saat ini diketuai oleh Sri Wahyono, bisa k\bekerja maksimal dan menjaga komitmen tinggi bagi keberadaan buruh.. Membagun jarigan dengan NGO dan elemen lain untuk mengembagkan SDM menjadi prioritas utama Serikat Buruh.
Kebebasan berorganisai bagi buruh memang memberikan inspirasi tersendiri bagi dunia perburuhan. Namun yang harus dcermati dariadalah bahwa kebebasan yang lalu melahira berbaai Serikat Buru/pekerja sehiga sangat memungkinkan disetiap perusahaan akan berdiri lebih dari satu Serikat Buruh, justru akan dimanfaatkan oleh pihak perusahan untuk mengadu domba Serikat Buruh yang ada. Jika ini terjadi, sudah pasti gerakan buruh kembali ternoda. Toh dala tuisan ini, beberapa hal yag disampaikan oeh wakilburuh yang ditemui tim akarrumpt meang mengkhawatirkan dan meagukan apakah Serkat Buruh yang berbeda “baju” ini akan bisa bekera maksimal demi kepentingan buruh. Konflik internal, artinya antar Serikat Buruh sangat mungkin erjadi. Dan yang lebi penting untuk diperhaikan, konflik ini akan dimanfaatkan oleh pihak perusahan untuk memecah belah buruh.***
Selengkapnya “HANTU GLOBALISASI”

PANDANGAN PROF. DR. HAMKA TERHADAP PENDIDIKAN TAUHID DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN MODERN

Jumat, 25 Desember 2009


A. Maksud dan Tujuan
Tauhid meskipun merupakan ajaran Islam dan juga merupakan ajaran-ajaran agama sebelum Islam, akan tetapi tahuid sebagai ilmu tidaklah muncul bersamaan dengan lahirnya Islam itu sendiri. Ilmu tauhid muncul setelah Islam berkembang luas ke daerah-daerah di luar Jazirah Arab. Adapun pengertian tauhid menurut Syeikh Muhammd Abduh adalah:
Artinya: Tauhid adalah suatu ilmu yang membahas tentang wujud Allah, tentang sifat-sifat wajib yang tetap ada pada-Nya, sifat-sifat yang boleh disifatkan kepada-Nya dan sifat-sifat yang sama sekali wajib dilenyapkan dari pada-Nya. Juga membahas tentang para Rasul Allah, meyakinkan kerasulan mereka, meyakinkan apa yang wajib ada padanya, apa yang boleh dihubungkan (nisbahkan) kepada diri mereka dan apa yang terlarang menghubungkannya kepada diri mereka.

Tauhid juga sering disebut aqidah atau aqo’id yang berarti kepercayaan atau keimanan. Hal ini dikarenakan persoalan yang dijadikan pokok pembicaraan adalah mengenai keimanan dan kepercayaan.
Sejalan dengan bermacam-macam istilah untuk menamakan tauhid, Hamka kadang-kadang menggunakan istilah tauhid dan aqo’id pada kesempatan lain.
Hamka sendiri mengartikan aqo’id adalah kepercayaan kepada Allah Yang Maha Esa termasuk di dalamnya kepercayaan adanya Malaikat, Kitab Suci (wahyu) dan Nabi-Nabi, kepercayaan pada Hari Akhir, kepercyaan pada iradah dan penentuan nasib manusia. Hal ini senada dengan pengertian aqidah menurut Mustafa ALim, yaitu:
Artinya: Wajib mengimani Allah, Malaikat, kitab-kitab dan Rasul-Nya serta iman hari akhir (dibangkitkan mereka setelah mati dan iman terhadap ketentuan baik dan buruk).

Secara etimologi, tauhid menurut Hamka adalah mengesakan Allah (Tuhan), secara terminology adalah mempercayai bahwasannya hanya Dia sendiri yang Maha Kuasa di atas ala mini. Dia yang menyuruh dan Dia yang melarang. Tidak ada bahagia ataupun bencana yang datang kea lam ini kalau tidak dengan izin Tuhan dan segala amal ibadah hanya karena ikhlas kepada Wajh-Nya semata-mata, bukan karena (tipu), bukan karena mengambil muka kepada sesama manusia (riya), bukan karena curang (tadlis) dan bukan karena dapat di luar pancung dan bermuka dua.
Dari penjelasan Hamka tentang tauhid tersebut di atas, maka dapatlah dikatakan bahwa definisi tauhid tersebut mengandung dua aspek tauhid, yaitu tauhid uluhiyyah dan tauhid rububiyyah, menyangkut pengertian tauhid secara teoritis dan praktis. Menyangkut tauhid Hamka melibatkan unsur ibadah, dimana terjalin hubungan yang saling mengkait satu sama lainnya. Hal ini sesuai dengan pengertian iman dalam perspektif Islam, dimana iman bukan hanya kepercayaan saja, tetapi juga menyangkut perbuatan atau ibadah. Belief according to Islam, is not only a conviction of the truth of a given proportion, but it is essentially, the acceptance of a proportion as basic for action.(Artinya: Percaya (iman) dalam pandangan Islam, tidak hanya sebagai suatu keyakinan dalam hal-hal kebenaran saja, akan tetapi merupakan penerimaan masalah-masalah (kebenaran) secara esensial sebagai dasar (landasan) untuk berbuat).
Tauhid dalam Islam sebagai landasan pokok bagi ibadah, yang hal ini merupakan manifestasi ajaran tauhid. Dengan demikian tidak ada suatu alampun melainkan karena ajaran tauhid, sebagaimana dikatakan Hamka bahwa:
Aqidah atau iman pada pokoknya terletak pada jiwa. Ditegaskan lagi bahwa iman sejalan dengan amal sholeh. Iman dan amal sholeh tidak dapat dipisahkan. Tidak mungkin hanya beriman pada hal tidak beramal sholeh, dan amal sholeh tidak terjamin kemurniannya jika tidak timbul dari iman.

Jadi yang terpenting adalah ekspresi tauhid dalam bentuk aktivitas-aktivitas yang bertendensi pada ajaran tauhid itu sendiri.
Pendidikan tauhid menurut Dr. Tusran Asmuni adalah pemberian bimbingan kepada anak didik agar ia memiliki jiwa tauhid yang kuat dan mantap, dan memiliki tauhid baik dan benar.
Dari definisi tauhid Hamka yang penulis paparkan, maka yang dimaksud pendidikan tauhid menurut Hamka adalah pemberian bimbingan kepada anak didik agar ia dapat mengesakan Allah sebagai Tuhan serta mampu mengham-bakan diri kepada-Nya serta beribadah kepada-Nya secara benar dan baik.
Selanjutnya menurut Hamka tujuan pendidikan adalah untuk membentuk watak manusia yang lahir di dunia ini supaya menjadi orang yang berguna bagi masyarakatnya, supaya dia tahu mana yang baik dan mana yang buruk. Dari paparan ini dapat dikatakan bahwa tujuan pendidikan tauhid adalah membentuk watak seorang muslim yang beriman kepada Allah SWT serta mampu meng-implementasikan nilai-nilai keimanan dalam kehidupan bermasyarakat, sehingga mampu menjadi orang yang berguna bagi masyarakatnya.
Berbicara mengenai tujuan pendidikan tauhid, maka tidak akan terlepas dari pendidikan Islam. Maka sudah tentu tujuan pendidikan tauhid akan selalu mengacu pada tujuan pendidikan Islam serta berusaha untuk merealisasikannya. Dimana pendidikan Islam adalah bertujuan untuk menjadikan anak didik untuk bertakwa kepada Allah SWT. Hamba yang mengandung implikasi kepercayaan dan penyerahan diri kepada-Nya sebagaimana firman Allah:

Artinya: Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah kepada-Ku. (Q.S. Adz-Dzariyah: 56)

Secara jelas tujuan pendidikan Islam sesuai dengan yang direkomendasi-kan Konferensi Pendidikan Islam I di Jeddah (1977) yaitu: Menciptakan kepribadian manusia secara total dan memenuhi pertumbuhan dalam segala aspeknya sesuai dengan yang diidamkan dalam Islam.
Dalam Islam terkandung tiga dimensi pokok yang saling mengait dan saling menunjang, serta tidak boleh menekannya satu dimensi saja. Ketiga dimensi pokok tersebut melembaga dalam bentuk aqidah, syariah, ibadah dan mencinta dalam bentuk ilmu, iman dan amal.
Menurut Hamka, mengucapkan syahadat, mengerjakan sembahyang lima waktu, puasa di bulan Ramadhan, mengeluarkan zakat, naik haji, untuk mengetahui ini sehingga kita tidak mengerjakan perintah agama dengan membabi buta, kita pelajari fiqih. Iman kepada Allah, kepada Malaikat, kepada Rasul, kepada Kitab-Kitab dan iman kepada Hari Akhir serta iman kepada takdir baik dan buruk mesti terjadi karena ketentuan Allah. Sedang ihsan adalah kunci dari semuanya yaitu bahwa mengabdikan diri kepada Allah dan Allah tetap melihat kita. untuk menyempurnakan ihsan ini kita pelajari ilmu tasawuf. Itulah tali berpikir tiga: Iman, Islam dan Ihsan yang dicapai dengan tiga ilmu yaitu: fiqih, ushuluddin dan tasawuf.

B. Materi
Komponen lain selain tujuan dalam pendidikan adalah bahan pelajaran atau materi pelajaran (subject content). Materi pendidikan dalam arti luas adalah suatu sistem nilai yang merupakan bentuk abstrak dari tujuan pendidikan. Secara khusus, bahan atau materi pendidikan adalah apa yanga harus diberikan dan disosialisasikan serta ditrasformasikan, sehingga menjadi milik peserta didik.
Untuk merealisasikan tujuan pendidikan tauhid, maka perlu adanya seperangkat materi yang perlu diberikan kepada anak didik untuk kemudian diinternalisasikan dalam kehidupan riil anak. Adapun materi tauhid Hamka meliputi: iman kepada Allah, malaikat, kitab-kitab, rasul, hari akhir dan iman kepada qadla dan qadar.

1. Iman kepada Allah
a. Dalil adanya Allah
Iman kepada adanya Allah sebagai pencipta alam semesta merupakan pokok ajaran Islam. Keyakinan ini menjadi pondasi bagi tumbuhnya keyakinan malaikat, Rasul, kitab, qadla dan kiamat. Dalam rangka menumbuhkan keyakinan tentang adanya Allah, maka Hamka menggunakan berbagai argumen (dalil). Dalil itu disebut dalil kejadian, dalil peraturan dan dalil gerak. Ketiga dalil tersebut hamper sama dengan dalil yang dikemukakan oleh Ibnu Rusyd dalam menjelaskan tentang wujud adanya Allah.
Terlepas dari itu semua, maka yang terpenting adalah bahwa Hamka telah berusaha menggerakkan manusia untuk menggunakan potensi daya pikirnya untuk percaya kepada adanya Tuhan. jadi keyakinan tentang adanya Tuhan itu lahir bukan hanya karena tahu (percaya) pada nash-nash Tuhan yang mengharuskan manusia untuk yakin (iman), akan tetapi keyakinan tentang adanya Tuhan telah muncul melalui tahapan berpikir rasional terhadap ciptaan-ciptaan-Nya yang terbentang luas (ayat kauniyah).
1) Dalil Kejadian
Hamka mencoba mengambil gambaran mengenai adanya atau wujudnya benda-benda di dunia untuk membawa pula pada pengertian tentang adanya Tuhan. setiap orang atau bangsa yang berakal, dengan melihat kejadian alam sekelilingnya akan dapatlah ia bertanya siapa yang menjadikan ala mini dan senantiasalah terjawab adanya Tuhan.
2) Dalil Peraturan
Tuhan memberikan peraturan dalam alam dengan dihiasi bintang-bintang dan matahari berjalan menurut aturan tertentu yang dapat menjadikan ilmu yang pasti yaitu hisab. Adanya aturan pemastian dalam pikiran manusia akan adanya peraturan, dan penjaga adanya Tuhan. Dalil yang kedua ini disebut dalil peraturan atau dalil pemeliharaan.
3) Dalil Gerak
Gerak alam dijelaskan oleh Hamka dalam buku Pelajaran Agama Islam sebagai bukti adanya Tuhan. matahari dan planet-planet lainnya tidak pernah jatuh karena adanya gerak super natural Tuhan yang teratur.
Jelaslah dari uraian di muka, Hamka di dalam memberikan penjelasan mengenai adanya Tuhan dengan menggunakan landasan iman sebagai dasar dan filsafat ketuhanan sebagai alat mencari tahu. Hal ini mendorong manusia untuk menggunakan akal untuk kemudian memikirkan, mengkaji, meneliti fenomena alam semesta sebagai bukti adanya Sang Pencipta dan Pengatur, Sang Super Natural Allah.
b. Sifat-sifat Tuhan
Salah satu topic pembicaraan ilmu kalam adalah mengenai sifat-difat Tuhan. konsep pemahaman tentang sifat-sifat Tuhan memberikan konsekuensi logis pada keesaan Tuhan. sebagaimana dijelaskan oleh Prof. Dr. Harun Nasution dalam buku Theologi Islam, bahwa jika Tuhan mempunyai sifat-sifat itu mesti kelak seperti halnya dengan Dzat Tuhan. dan selanjutnya jika sifat-sifat Tuhan itu kekal, maka yang bersifat kekal bukanlah satu tetapi banyak. Hal ini tentunya akan membawa kepada paham polytheisme. Pada hal dalam Islam sudah jelas diterangkan bahwa Islam adalah monotheisme, yaitu “Katakanlah Tuhan itu satu”. Hal inilah yang menimbulkan perbedaan dalam mentakwilkan ayat-ayat al-Quran dalam masalah-masalah sifat Tuhan.
Allah memiliki berbagai sifat yang melengkapi kesempurnaan-Nya. Sifat-sifat itu antara lain: al-Mulk, al-Rahman, al-Kabir dan sebagainya, secara keseluruhan berjumlah 99 macam sifat atau yang sering disebut Asmaul Husna. Allah mengetahui, berkehendak, berkuasa, berkemauan, berpengetahuan, bersabda dan sebagainya. Dalam masalah-masalah sifat Tuhan ini, Hamka menjelaskan dalam buku Filsafat Ketuhanan yang berisi sifat-sifat Allah yang secara harfiah ada kesamaan dengan manusia. Namun dengan tegas beliau mengatakan bahwa sifat-sifat tidaklah sama dengan sifat manusia, misalnya dalam hal Allah melihat, mendengar dan sebagainya. Maka pendengaran dan penglihatan manusia itu tidak sama dengan penglihatan dan pendengaran Allah. Ia berbeda dengan makhluk-Nya. Dalam masalah ini beliau tidak mau mentakwilkan ayat-ayat mutasyabihat, akan tetapi beliau sangat menghargai serta memuji terhadap orang-orang yang mau melakukan usaha ini.
Dengan memiliki pengetahuan, keyakinan tentang sifat-sifat Tuhan maka setiap muslim akan lebih mendekatkan diri kepada-Nya dan berusaha mengadopsi sehingga benar-benar melekat pada setiap diri muslim, membawa manusia pada derajat kesempurnaan yang tertinggi sebagai makhluk-Nya.
c. Perbuatan Tuhan
Menurut Hamka dalam buku Pelajaran Agama Islam bahwa perbuatan Tuhan adalah tidak terbatas, sebab jika dikatakan terbatas maka ini menyalahi dan mengurangi kekuasaan Tuhan. Allah menciptakan bodoh, miskin, kejahatan dan lain-lain, akan tetapi hal ini tidaklah dapat dikatakan bahwa Tuhan yang menciptakan. Hal ini dikarenakan untuk ta’abud kepada Allah. Sebab tiada orang beradab mengatakan bahwa Tuhan membuat kejahatan, kemiskinan dan keburukan.
Perbuatan Tuhan dan kekuasaan Tuhan terhadap makhluknya adalah mutlak dan tidak terbatas. Sesuai dengan firman Allah:



Artinya: Mereka berkata: “Apakah ada bagi kita barang sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini?” Katakanlah: “Sesungguh-nya urusan ini seluruhnya di tangan Allah.”. (Q.S. al-Imran: 154

Kekuasaan mutlak Tuhan atas segala sesuatu menutup kemung-kinan bagi Tuhan untuk diminta pertanggungjawaban atas apa yang dilakukan oleh-Nya. Tuhan menciptakan kebaikan dan keburukan, tetapi Tuhan tidak bisa dikatakan melakukan keburukan walaupun tidak ada sesuatu kekuatan yang meminta pertanggungjawaban perbuatan Tuhan. hal ini tidak berarti Tuhan itu berbuat sewenang-wenang atas ciptaan dan milik-Nya sebagaimana tindakan seorang raja yang zalim. Sebab keburukan pada dasarnya hanya terlihat dari kaca mata manusia saja, sedangkan segala sesuatu yang terjadi di alam raya adalah berlangsung atas kebijaksanaan dari Tuhan Yang Maha Tinggi.
Termasuk dalam perbuatan Tuhan yaitu perbuatan Tuhan yang tidak membebani manusia di luar batas kemampuannya. Kasusnya dalam kasus berikut ini: peristiwa Isra’ Mi’raj dimana terjadi adanya dispensasi/ kemurahan atas perintah shalat. Sebagaimana firman Allah:



Artinya: Tiada membebani seseorang melainkan menurut kesanggupan-nya dan pada sisi kami ada suatu kitab yang membicarakan kebenaran dan mereka tiada dianiaya. (Q.S. al-Mukminun: 62).
d. Keadilan Tuhan
Konsep keadilan Tuhan dalam aliran kalam rasional memberikan arti bahwa keadilan Tuhan untuk kepentingan manusia. Sebaliknya secara tradisional mengartikan bahwa kebebasan manusia di tengah kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan. jadi cenderung memahami keadilan dari sudut Tuhan sebagai pemilik alam.
Keadilan Tuhan menurut Hamka dalam bukunya Tafsir al-Azhar mengandung sifat Rahman dan Rahim Tuhan. Dengan sifat Rahman dan Rahim itu berlaku atas keadilan pula. Dalam pemahaman Hamka, Tuhan melipatgandakan balasan kebaikan dengan sepuluh ganda kebaikan. Bila manusia berbuat baik dalam nilai satu, maka Allah akan menggantikannya dengan sepuluh ganda. Sebaliknya dengan sifat Rahman dan Rahim Tuhan yang juga didasarkan atas keadilan, maka perbuatan jahat nilai satu yang dilakukan oleh seseorang tidaklah dibalas dengan siksaan berganda sepuluh, namun tetap bernilai satu bagi balasan kejahatan. Hal ini dijelaskan oleh sebuah hadits Nabi:

Artinya: Dari Anas, ia berkata: “Saya mendengar Nabi Muhammad s.a.w. bersabda: Berfirman Allah: “Apabila berkehendak hamba-Ku akan mengamalkan suatu amalan yang jahat maka janganlah kamu tuliskan itu atasnya sebelum ia kerjakan. Maka kalau mereka kerjakan juga, tuliskanlah atasnya seumpamanya. Dan jika ditinggalkannya karena Aku, tuliskanlah buatnya satu kebaikan. Dan jika dia hendak mengerjakan suatu kebaikan, tetapi belum jadi dikerjakan, tulislah juga untuknya satu kebaikan, tetapi jika langsung dikerjakan, tulislah juga untuknya sepuluh kali lipat sampai tujuh ratus kali lipat. (H.R. Bukhari).

Islam adalah rahmat bagi seluruh alam semesta buat seluruh makhluk-Nya. Sifat Rahman Tuhan meliputi makhluk-Nya dan Rakhim Tuhan khusus untuk orang Islam sebagai ganjaran atas apa yang telah mereka perbuat untuk pengabdian diri pada-Nya. Maka janji Tuhan untuk orang yang dimasukkan ke dalam neraka atau surga adalah sesungguhnya akibat dari jalan yang ditempuh oleh manusia ketika hidup di dunia. Inilah Rahman dan Rahim Tuhan. oleh karena itu manusia dalam hidup ini hendaklah senantiasa memohon petunjuk, taufik dan hidayah-Nya.
2. Iman kepada Nabi (Rasul) dan Wahyu
Manusia hidup dengan memiliki kelebihan-kelebihan daripada makhluk-makhluk lainnya. Kelebihan itu diperoleh karena potensi yang dikaruniakan Tuhan kepadanya berupa akal. Dengan akal, manusia dapat menentukan mana yang baik dan mana yang buruk. Akan tetapi akal manusia memiliki keterbatasan. Dengan keterbatasan itulah maka dengan Rahman dan Rahim Tuhan mengirimkan petunjuk untuk membawa manusia pada jalan kebenaran, karena petunjuk (wahyu) itu ditujukan kepada semua manusia, maka ditunjuk seseorang sebagai mediator wahyu kepada sesama manusia. Manusia tersebut harus memiliki kesiapan fisik dan psikis serta mampu mencapai derajat kesucian yang tinggi untuk menyandang sebagai utusan Tuhan atau sebagai Rasul.
Iman kepada Rasul berarti percaya bahwa Allah telah mengangkat di antara manusia menjadi utusan-utusan Allah melalui tugas risalah mengajak manusia menjadi hamba Allah, dengan wahyu yang diterimanya dari Allah, untuk memimpin manusia ke jalan yang lurus dan untuk keselamatan serta kebahagiaan yang hakiki baik di dunia maupun di akhirat.
Untuk menjelaskan bagaimanakah pemahaman Hamka tentang Rasul dan Kenabian, maka kita melihat dulu pandangan Hamka tentang wahyu sebagai konsekuensi logis percaya pada Rasul. Wahyu menurut Hamka adalah pengetahuan yang diberikan oleh Allah kepada Nabi-Nabi. Penerimaan wahyu ini bisa langsung ataupun melalui perantaraan malaikat. Di dengarnya suatu suara ataupun tidak sama sekali, tetapi ia paham apa yang diterimanya itu bahwasannya ia datang dari Tuhan. Dan konsep wahyu yang sudah diterangkan tadi, maka dapat dikatakan bahwa fungsi wahyu menurut Hamka adalah memberikan informasi kepada manusia berkenaan dengan masalah-masalah di luar dan di dalam jangkauan akal. Wahyu berhubungan dengan tuntunan dan kejelasan bahwa Tuhan yang disembah adalah Allah SWT Yang Maha Esa. “Wahyu memimpin manusia bagaimana menempuh hidup yang lurus, sebagaimana ihdinashshiratal mustaqim. Wahyu juga memberikan petunjuk bagi manusia, mana yang baik dan mana yang buruk dengan tuntunan para Nabi. Manusia baru mengetahui bila ia melakukan kebajikan akan diberi pahala dan apabila melakukan kejahatan maka padanya akan diberikan siksaan dan adzab.
Dengan demikian, tidaklah dapat ditolak adanya konsep keadilan Tuhan. dengan kata lain, “Wahyu sebenarnya merupakan pertanda bahwa Tuhan tidak bertindak sewenang-wenang kepada hamban-Nya”. Dengan wahyu yang dibawa oleh Rasul itu pula, manusia dapat mengetahui bagaimana ia dapat mengekspresikan rasa syukur kepada Tuhannya.
Pengiriman Rasul yang membawa wahyu adalah wajib bagi Allah sebab wahyu Tuhan berbuat menurut kehendak mutlaknya. Dengan wahyu manusia tahu mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang halal dan mana yang haram, dan itu semua terintegrasi dan terformulasikan dalam satu bentuk kepribadian secara holistic yang disajikan top model of live/Uswatun Khasanah, yaitu Nabi dan Rasul.
3. Keakhiratan dan Alam Gaib
Keakhiratan erat kaitannya dengan kehidupan setelah mati dari dunia ini. Dalam hal ini Hamka menjelaskan dalam bukunya Pelajaran Agama Islam, bahwa mati bukanlah pupus dan akhir yang habis. Mati hanyalah pengganti sifat hidup dari alam fana kea lam baqa’, dari dunia ke akhirat. Setelah selesai nyawa meninggalkan badan, dia tidak lagi mati. Dia menuju kepada alam yang lebih kekal. Mati kadang disebut liqa’, yaitu permulaan pertemuan dengan Tuhan-Nya.
Setelah mati maka membawa manusia pada alam kubur dan dimulailah kehidupan akhirat. Kubur bukan perhentian rohani, kuur adalah perhentian jasmani. Walaupun manusia terbakar atau tenggelam di dasar lautan, namun semua akan berada pada alam yang sama yaitu alam kubur. Dalam ala mini tidak ada perasaan lagi yang ada dalam rohani, sehingga tidak ada orang berdusta pada waktu itu, karena waktu itu adalah ruh semata-mata.
Jauhar jasmani “Jika manusia sudah mati akan kembali ke tanah, jauhar rohani kembali kepada Tuhan.” Dengan lepasnya jauhar jasmani menuju alam rohani, maka ikatan lebih bebas, suci dan tinggi derajatnya.
Alam raya terbagi menjadi dua macam, yaitu alam syahadah dan alam gaib. Alam syahadah adalah alam yang nyata dan dapat dilihat oleh panca indera yang lima, lalu dibawanya ke dalam pencernaan akal, kemudian ditimbang oleh akal, sedangkan alam gaib adalah alam yang tidak dapat dicapai dengan panca indera, tidak dapat didengar, disentuh, tidak terkecap dan tidak berbau. Termasuk di dalam kepercayaan akan adanya alam gaib adalah kepercayaan akan adanya malaikat-malaikat, iblis, kehidupan akhirat serta kehidupan gaib lainnya. Dalam kehidupan nyata sering juga kita menjumpai sesuatu yang tidak dapat dijangkau akal (rasional). Sebagaimana pertanyaan tentang ruh atau jiwa, sampai saat ini belum ada suatu definisi yang bisa dengan tepat mewakilinya. Demikian pula Hamka dalam memberikan ilustrasi tentang alam gaib dalam realita empiric sehari-hari dengan memberikan satu pertanyaan “Siapa manusia itu?”.
Hamka dalam menjelaskan tentang akhirat dan alam gaib berusaha membawa alam pikir manusia dengan menggunakan rasio atau akal untuk menerimanya, berdasarkan pada realita empiric yang ada dalam kehidupan, bahwa tidak selamanya sesuatu dapat dirasionalisasikan. Beliau juga menggunakan sumber ajaran Islam yaitu al-Quran dan al-Hadits sebagai landasan berpikir.
4. Qada’ dan Qadar
Rukun iman yang keenam adalah kepercayaan pada takdir atau percaya pada qadla dan qadar. Segala sesuatu yang terjadi dalam ala mini atau terjadi pada diri manusia, semuanya terjadi menurut kehendak Tuhan (takdir Allah). Masalah yang muncul dalam konteks pendidikan tauhid ini adalah bagaimana memberikan pengertian serta makna qada’ dan qadar pada peserta didik, sehingga tertanam suatu sikap serta pemahaman yang benar terhadap pengertian qadla’ dan qadar tersebut.
Dalam hal ini, Hamka menjelaskan dalam bukunya Pelajaran Agama Islam bahwa kepercayaan kepada takdir bisa lewat pemikiran sebab akibat. Dimana hukum sebab akibat apabila kita teruskan pada puncak pemikiran sebab akibat, maka akan bertemu pada sebab atau dalam istilah lain Musab-bihul Asbab. Bila sampai musabbihul asbab maka akan bertemu dengan qadrat dan iradat-Nya. Qadrat dan iradat Ilahi yang menguasai seluruh makhluk, dimana seluruh kekuasaan ada di tangan-Nya. Sebagaimana firman Allah:

Artinya: Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu.(al-Baqarah: 20).
Manusia adalah bagian dari alam yang tunduk pada qadrat dan iradat-Nya. Manusia selain memiliki kebebasan juga memiliki keterbatasan, yakni keterbatasan ruang dan waktu.
Kebebasan manusia dikarenakan manusia memiliki potensi yang lebih dari apa yang dimiliki oleh makhluk lain, yaitu potensi akal. Potensi akal itu yang dapat membawa manusia pada maksud qadrat dan iradat¬nya. Namun bagaimanapun akal manusia memiliki keterbatasan. Oleh karena itu harus tunduk pada kekuasaan sunnah-Nya. Pada tahap selanjutnya manusia harus menundukkan diri pada iradat-Nya yang paling tinggi. Hal inilah yang disebut tawakkal.
Dalam al-Quran banyak sekali kita jumpai ayat-ayat yang menerangkan tentang qada’ dan qadar Tuhan, di samping ayat-ayat tentang kekuasaan dan kebebasan manusia dalam berikhtiar. Sepintas hal ini sangatlah bertentangan. Ayat-ayat takdir dan ikhtiah tidaklah bertentangan melainkan bergabung menjadi satu, untuk mendorong kita umat manusia supaya menggunakan akal dan budinya, daya dan upayanya untuk menyelesaikan tugas hidup yang diberikan kepada manusia.
Takdir sebagaimana penulis katakana di muka, adalah merupakan suatu proses. Oleh karena itu takdir harus dikejar dan bukan sebaliknya kita lari dari takdir. Sikap ini akan menimbulkan sikap optimis.
Dengan demikian tidak ada kaum fatalisme, pesimisme, sebab dampak kepercayaan kepada takdir yang benar akan menumbuhkan keseimbangan kepada fisik dan non fisik, serta sikap hidup yang siap menerima suatu kenyataan bagaimanapun pahitnya. Sebaliknya, apabila suatu kesuksesan diperoleh maka tidaklah akan membawa pada sikap takabur dan lupa diri. Sikap senantiasa tawakal, dibarengi rasa optimis ini akan melenyapkan rasa keraguan, membuat selalu dekat dengan Tuhan, karena di mata manusia, kemampuan mata memandang yang dilihat adalah Keadilan dan Krahiman Tuhan.
Bila analisis kita berika, maka konsep percaya atau iman kepada qada’ dan qadar Tuhan sebagaimana yang Hamka tawarkan sangat mendorong dan memberikan gerak dinamis bagi umat, sehingga umat akan senantiasa aktif dan kreatif dalam menjalani tugas yang diembankan kepadanya. Hal ini sesuai dengan prinsip-prinsip ajaran Islam serta relevan pula dengan prinsip-prinsip dasar alam pendidikan modern, dimana subyek didik atau pelajar mempunyai peranan yang lebih aktif.

C. Metode
Materi-materi keimanan Islam harus benar-benar tertanam dalam diri anak didik sejak sedini mungkin, sehingga potensi keagamaan akan dapat tumbuh dan berkembang secara baik dan dapat menghasilkan suatu pandangan sikap hidup yang bertendensi pada nilai-nilai religi. Dengan kata lain menciptakan insan yang hidup di bumi tetapi berorientasi ke langit (atas). Sebaliknya bila potensi keagamaan ini dibiarkan begitu saja tidak dipupuk, maka tidaklah mustahil akan timbul sikap atheis. Hal ini sesuai dengan konsep Islam bahwasannya iman itu bisa bertambah dan berkurang tergantung pada pemeliharaannya. Sebagaimana firman Allah:


Artinya: ... supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada) dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi. Dan Allah Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana. (Q.S. al-Fath:4).

Proses pendidikan tauhid apabila kita kaji, maka dapat dilakukan melalui tiga tahap, yaitu: tahap pembiasaan, tahap pembentukan pengertian dan tahap pembentukan budi luhur. Ketiga tahapan pendidikan tersebut diberikan kepada anak didik sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan mereka. Oleh karena itu salah satu perangkat pendidikan yang harus diperhatikan oleh si pendidik dalam penanaman tauhid ini adalah metode. Maka seorang guru harus mengenal agar dapat menggunakan dengan variasinya, sehingga guru mampu menumbuh-kan proses belajar yang berhasil guna dan berdaya guna secara efektif dan efisien.
Menurut Hamka, secara global maka pendidikan tauhid dapat dijalankan dengan menggunakan berbagai metode. Salah satunya yaitu metode yang diajarkan dalam al-Quran yaitu metode hikmah, yaitu terhadap orang yang belum tahu, dan ada pula dengan mau’idah terhadap orang yang telah tahu tetapi lalai. Dan ada pula metode mujadalah, artinya bertukar pikiran terhadap orang yang menyangka bahwa pendiriannya benar pada hal asalah. . sebagaimana tertulis dalam surat al-Nahl: 125:



Artinya: Serulah (manusia kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu (Dialah) yang lebih mengetahui siapa yang tersebut dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (Q.S. al-Nahl: 125).

Metode Islami atau Qurani, hikmah dan mau’idah hasanah serta mujadalah yang dikemukakan oleh Hamka menuntut kepada para pendidik untuk berorientasi pada kebutuhan pendidikan anak didik, dimana faktor Hukum Nature yang potensial tiap pribadi individu dijasikan focus dalam proses pendidikan sampai kepada batas maksimal, sehingga anak didik akan memperoleh perkembangan yang optimal.
Metode yang dikemukakan oleh Hamka adalah metode amar ma’ruf nahi munkar. Untuk itu dapat melihat dari kutipan berikut kalau sudah memper-gunakan amar ma’ruf nahi munkar, “Menyuruh berbuat baik dan mencegah berbuat jahat serta tulus hati pula dalam memperjuangkannya akan tertariklah manusia ke dalam kebenaran dan sentausalah pergaulan hidup.”
Metode observasipun Hamka gunakan dalam rangka memberikan penjelasan serta pemahaman tauhid kepada anak .“UNtuk mengenal Tuhan diikhtiarkan dan diusahakan menurut keyakinan dan kesanggupan masing-masing, misalnya dengan menilik alam, memperbanyak ilmu dan mengkaji sifat-sifat Tuhan.” Dengan mengenal terhadap sifat-sifat Tuhan pada anak didik, maka akan dapat menumbuhkan serta memudahkan anak untuk menerima pemikiran tentang Tuhan dan mendekatkan diri kepada-Nya. Sehingga perlulah jika dikemukakan kepada anak sifat-sifat Tuhan yang baik, Pengasih, Penyayang dan lain-lain yang mendorong anak pada rasa aman.
Dari beberapa keterangan tersebut di muka maka dapatlah diambil kesimpulan bahwa metode pendidikan tauhid yang beliau gunakan selain bersumber pada al-Quran dan al-Hadits, juga masih relevan dengan pendidikan moden, yang mana dalam pendidikan modern orientasi belajar mengajar adalah pada diri siswa (Child Oriented) serta memperhatikan prinsip difereni individual sehingga dalam memberikan materi disesuaikan dengan kemampuan anak didik masing-masing. Dalam hadits disebutkan: “Bicaralah dengan manusia sesuai dengan akalnya. Prinsip ini merupakan salah satu prinsip terpenting dalam pendidikan Islam dan termasuk terbaru di dalam dunia pendidikan modern.”
Metode observasi partisipan yang ditawarkan Hamka untuk mengenalkan Tuhan kepada anak didik sangat sesuai pula dengan pendidikan dewasa ini. Dimana dalam pendidikan dewasa ini anak dalam Proses Belajar Mengajar secara aktif dilibatkan melalui “Mendorong perhatiannya, daya khayalnya dan kegairahannya serta hal-hal sederhana dan alam urutan yang logis, hingga cara ia belajar tampak benar-benar normal.”

D. Evaluasi
Pada tahap akhir pada suatu proses pendidikan adalah evaluasi. Tujuan evaluasi untuk mengetahui sejauhmana proses hasil belajar mengajar itu sampai tujuan (mencapai tujuan) yang telah ditentukan sebagai landasan berpijak aktivitas suatu pendidikan. Dari evaluasi kita juga akan mengetahui pada aspek-aspek mana suatu usaha pendidikan harus dibenahi. Dalam salah satu aspek yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan evaluasi belajar mengajar adalah alat penilaian itu sendiri, baik dari segi validitas maupun realibilitas.
Dalam pendidikan murid, evaluasi yang harus dilakukan adalah sejauh mana siswa dapat menghayati, memahami nilai-nilai tauhid Islam, sehingga rasa keimanan yang tertanam dalam jiwa dan memberi impact pada seluruh gerak motor, fisik dan psikis mereka.
Hamka dalam bukunya Pandangan Hidup Muslim, mengatakan bahwa syur (perasaan) sebagai barometer iman seseorang. Perasaan yang muncul sebagai akibat aktivitas melihat fenomena alam yang terhampar luas, misalnya angina yang berhembus, ombak putih yang bergulung-gulung dan sebagainya. Perasaan (syur) muncul serta membelah atau membias dalam sikap, pandangan serta tingkah laku kita untuk menghambakan diri pada Tuhan. itulah tandanya iman itu masih ada dalam jiwa.
Evaluasi dalam pelaksanaan pendidikan tauhid yang dikemukakan Hamka sesuai dengan beberapa kategori ranah efektif yang dikemukakan oleh B.S. Bloom dalam bukunya Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Nana Sudjana meng-ungkapkan lima (5) ranah afektif yaitu: Receiving atau attending (penerimaan), responding (merespon), valuing (penilaian), organisasi dan karakteristik nilai.

E. Peran dan Fungsi Pendidikan Tauhid
Pendidikan dalam pengertian yang luas baik dilaksanakan dalam lembaga pendidikan formal maupun non formal, pada kenyataannya memberikan dampak pada individu dan lingkungan bahwa pendidikan tidaklah lepas dari masyarakat. Begitu juga sebaliknya tidak bisa maju tanpa adanya usaha pendidikan.
Menurut Hasan Langgulung, pendidikan dapat dikatakan sebagai pranata yang menjalankan tiga fungsi sekaligus: Fungsi mempersiapkan generasi muda untuk memegang peranan-peranan tertentu dalam masyarakat di masa mendatang, fungsi mentransfer pengetahuan sesuai dengan peranan yang diharapkan dan ketiga fungsi mentransformasikan nilai-nilai dalam rangka memelihara keutuhan dan kesatuan masyarakat, sebagai prasyarat bagi kelangsungan hidup (survive) masyarakat serta peradabannya.
Dari dataran ini, maka dapatlah dipahami bahwa pendidikan agama di samping berfungsi sebagai pentransfer of knowledge, juga sebagai transfer of value. Dimana nilai-nilai tersebut bersumber dari nilai-nilai transcendental yang kesemuanya teramu dalam satu inti yaitu tauhid Islam.
Tauhid sebagai salah satu kunci pokok Islam dengan jelas menunjukkan bahwa tidak ada penghambaan kepada Allah SWT. Bebas dari belenggu kebendaan dan kerohanian. Dengan kata lain orang yang telah mengikrarkan “Laa ilaaha illallahu” terlepas dari belenggu apapun. Keesaan Allah SWT sebagai suatu prinsip yang mengarah kepada seluruh aspek kehidupan manusia dan alam semesta, serta sekaligus sebagai pengikat penyatuan segala realitas hidup di dunia. Tauhid sebagai rule of thinking, landasan teori ilmu pengetahuan, prinsip peradaban dunia dan prinsip ibadah, prinsip akhlak sebagai prinsip hidup sosial, ekonomi, politik dan kepemimpinan umat, prinsip estetika dan sebagai prinsip kehidupan umat di dunia. Inilah kehidupan pendidikan tauhid secara makro.
Pendidikan tauhid dari kacamata individu berfungsi mengembangkan potensi keagamaan anak didik sehingga dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Pendidikan tauhid juga dapat menumbuhkan sikap optimis dan tegas dalam hidup, kebebasan jiwa, kemerdekaan pribadi dan hilangnya rasa takut menghadapi segala kesukaran hidup. Sehingga tidak ada bedanya antara hidup dan mati. Hidup dan mati adalah mencari ridla Allah semata. Tauhid adalah merupakan pembentukan tujuan hidup yang sejati bagi manusia. Sebagaimana Hamka mengatakan bahwa “Tauhid akan memberikan cahaya sinar dalam hati pemeluknya dan memberi cahaya dalam otak, sehingga segala hasil yang timbul dari pada awal dan usahanya mendapat cap tauhid.”
Dari kacamata masyarakat, maka suatu pendidikan tauhid atau sistem pendidikan tauhid yang bersumberkan pada tauhid akan tercipta suatu kondisi masyarakat yang dinamis, progresif dan tercipta dari komunitas pribadi yang utuh serta terjalin dalam ikatan yang harmonis, baik vertikal maupun horizontal dunia dan akhirat.

F. Tanggung Jawab Pendidikan Tauhid
Pendidikan tauhid yang paling awal terjadi adalah dalam lingkungan keluarga. Dari keluargalah anak mulai mengenal serta berimitasi yang pada akhirnya akan terjadi proses integrasi dan internalisasi nilai-nilai yang terefleksi lewat emosi, sikap, tanggapan dan pandangan orang tuanya.
Tingkah laku orang tua di dalam keluarga adalah merupakan bentuk pendidikan pada anaknya, baik yang disengaja maupun tidak. Orang tua adalah menjadi teladan bagi anak-anaknya. Demikian penting dan perlunya pendidikan anak di dalam keluarga, maka dalam hal ini Islam mengajarkan bahwa pendidikan agama harus diajarkan sedini mungkin. Begitu anak dilahirkan di situlah proses pendidikan dimulai yaitu dengan cara mengazani dan iqomah.
Hal ini merupakan suatu isyarat bahwa pendidikan tauhid adalah sangat urgen dan harus diberikan kepada anak sebelum mereka mengenal hal-hal lain, maka sang anak dininabobokkan dengan penuh kasih sayang dari sang bunda. Pendidikan dalam keluarga seperti yang telah penulis jelaskan tadi adalah termasuk dalam pendidikan informal. Sebagaimana kita ketahui bahwa tidaklah mungkin pendidikan akan dapat terpenuhi hanya dengan pendidikan informal saja. Oleh karena itu muncul institusi-institusi yang menjalankan fungsinya sebagai proses tindak lanjut dari pendidikan keluarga.
Pendidikan pada hakikatnya dapat terjadi dalam tiga, empat satu wadah yang ketiga-tiganya saling berkaitan satu sama lainnya. Pertama, pendidikan formal, kedua pendidikan informal dan ketiga pendidikan nonformal.
Menurut Hamka, tanggung jawab pendidikan tauhid dalam keluarga terletak pada pundak orang tua. “Pendidikan orang tua baru sempurna apabila perasaan tauhid disuburkan dalam diri anak-anak. Singkirkan perasaan syirik yaitu perasaan bahwa tidak akan hidup kalau tidak diberi makan oleh orang lain. dia takut mengatakan yang benar, takut kalau-kalau pecah peruk nasinya dan hilang pekerjaannya.
Pernyataan Hamka tersebut sesuai dengan firman Allah:


Artinya: Dan ingatlah! Ketika Luqman berkata kepada anaknya di waktu dia memberi pelajaran kepadanya, “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.” (Q.S. Luqman: 13)

Teori fitrah menginformasikan bahwa anak mempunyai bakat (tauhid) dan orang tualah (lingkungan) yang menjadikan Yahudi dan Nasrani. Perkembangan anak sangat dipengaruhi oleh pembawaan dan lingkungan. Berangkat dari ini, maka pendidikan Islam bertugas untuk menumbuhkan iman. Materi dan kurikulum pendidikan Islam harus berdasarkan pada wawasan materi yang dapat menumbuhkan iman dan bukan memudarkan iman.
Oleh karena itu orang tua harus memberikan serta menciptakan lingkungan yang baik bagi perkembangan dan pertumbuhan fitrah religius anak. Lingkungan mempunyai peranan yang sangat penting terhadap berhasil atau tidaknya pendidikan agama.
Anak dari kecil hendaklah sudah diperkenalkan kepada Tuhan agar ter-cipta sikap cinta kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sebagaimana dikatakan Drs. R. I. Suhartin Citrobroto bahwa “Anak-anak kecil harus diajari untuk mencintai, menghormati dan menyembah Tuhan (Allah).” Tentu dengan cara yang sederhana, misalnya: mengajak mereka ke tempat-tempat ibadah, menyaksikan keindahan alam dengan disertai hikmah. Sebaliknya hal tersebut tidak dilakukan, maka dewasanya tidak merasakan pentingnya Tuhan dalam hidupnya.
Adapun secara rinci tanggung jawab pendidikan tauhid adalah teremban oleh:
1. Orang tua
Lingkungan keluarga adalah lingkungan yang pertama menyentuh anak, sehingga besar peranannya terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak dalam kerangka untuk membentuk pribadi yang matang baik lahir maupun batin. Di dalam keluarga, baik disadari maupun tidak, anak telah dilibatkan dalam suatu proses pendidikan, yaitu pendidikan keluarga. Pendidikan semacam ini lebih bersifat kodrat dan alami. Artinya pendidikan keluarga lebih didasarkan pada sentuhan cinta dan kasih sayang orang tua kepada anak-anaknya. Bukan berpangkal kepada adanya kesadaran serta pengertian yang lahir dari pengetahuan mendidik. Meskipun demikian, pendidikan keluarga harus mendapatkan porsi serta posisi yang tepat dalam proses pendidikan seseorang secara keseluruhan.
Anak dilahirkan ke dunia, selain sebagai karunia, maka ia harus dipelihara dengan baik sesuai dengan konsep yang dikehendaki oleh pemiliknya. Proses pemeliharaan tersebut antara lain melalui pemberian pendidikan yang baik dan benar. Untuk dapat mengembangkan potensi-potensi mereka untuk mencapai hasil yang optimal, yaitu takwa kepada Allah. Takwa di sini mengandung arti pelestarian fitrah ketuhanan anak. Mengingat pentingnya kedudukan tauhid dalam Islam, sebagai basic sekaligus tujuan bagi setiap muslim, maka penanaman tauhid pada anak harus dilakukan sedini mungkin, agar anak tahu siapa Tuhannya, mau mencintai-Nya serta tunduk kepada-Nya.
Usaha penanaman nilai-nilai tauhid Islam dapat melalui usaha antara lain:
a. Mengenalkan Allah pada anak-anak melalui sifat-Nya seperti penyayang, pemurah dan lain-lain.
b. Membawa pemikiran anak pada kepercayaan adanya Allah melalui pengenalan pada bentuk-bentuk ciptaan-Nya, dalam alam sekitar yang dapat dijangkau panca indra.
c. Memberikan contoh yang baik (uswatun hasanah) sebagai refleksi dari ajaran tauhid.
d. Anak-anak sedini mungkin sudah dilatih untuk bisa melakukan ibadah kepada Allah, melakukan perintah-perintah-nya dan meninggalkan larangan-Nya.
e. Pada anak harus ditanamkan rasa cinta pada Allah, Rasul dan kitab- kitab-Nya.

2. Sekolah
Sekolah merupakan institusi khusus yang menyelenggarakan suatu pendidikan. Melalui sekolah anak mengenal dunia yang lebih luas. Kalau dalam lingkungan anak mengenal ayah, ibu, adik dan kakak serta familinya, maka dalam sekolah kini anak mengenal sosok guru mereka, bermain bersama teman-teman dari berbagai kelompok masyarakat. Di sini suasana pendidikan tetap diciptakan dengan sengaja. Dengan demikian pendidikan lebih bersifat khusus dan terencana.
Sekolah lebih dikatakan sebagai lingkungan pendidikan kedua bagi anak, setelah pendidikan keluarga. Sekolah sebagai institusi sosial yang menjalankan ungsinya sebagai lembaga yang serahi pelimpahan tanggung jawab anak. Sebab tidaklah mungkin setiap orang tua dapat memberikan pendidikan pada anak secara optimal dan menyeluruh hanya dengan mengandalkan pendidikan keluarga. Bagaimanapun kemampuan manusia (orang tua) masih tetap terbatas. Mungkin mereka memiliki pengetahuan serta ketrampilan yang cukup untuk mendidik anaknya, tetapi mereka tidak banyak memiliki waktu. Untuk itulah para orang tua mempercayakan pelimpahan sekaligus tugas dan tanggung jawabnya kepada pihak sekolah. Dan termasuk dalam hal ini adalah pelimpahan tanggung jawab pendidikan tauhid.
Atas dasar itulah, maka sekolah dengan seluruh perangkatnya harus dapat menciptakan suasana yang mendorong terbentuknya nuansa ktauhidan pada diri anak didik. Melalui pendidikan tauhid di sekolah anak diharapkan dapat lebih mengenal dan memahami konsep-konsep keimanan secara teoritis, serta mampu menerapkannya secara praktis dalam kehidupan nyata.
Guru sebagai orang yang terlibat langsung dalam praktik pendidikan sekolah, selain harus dapat memiliki abilitya yang cukup mapan dalam pengetahuan dan ketrampilan atas apa yang ia ajarkan. Jika seorang guru mengajarkan keimanan, menyruh anak untuk menjalankan salat dan lain-lain, akan tetapi ia tidak pernah melakukan salat maka jangan pernah berharap anak didik mau untuk melaksanakan salat. Kita sudah sepakat bahwa ilmu sarat dengan nilai. Apapun bentuk ilmu tersebut, baik imu pengetahuan eksak maupun ilmu-ilmu normative, keduanya baik dalam penyampaian maupun penggunaannya harus selaras dengan konsep-konsep nilai, baik nilai-nilai ilahiyyah maupun nilai insaniyyah. Atas dasar itulah maka setiap guru atau pendidik, materi apapun yang ia ajarkan, tetap memiliki tanggung jawab dalam penanaman nilai-nilai kemanusiaan pada anak didik.
Setiap guru harus dapat melakukan pendidikan tauhid pada anak melalui usaha-usaha antara lain:
a. Menumbuhkembangkan serta memupuk potensi dasar tauhid Islam dalam dada anak didik, pembiasaan maupun pembentukan sikap-sikap dan perilaku yang baik dalam konteks tauhid Islam.
b. Menciptakan suasana katauhidan di dalam lingkungan sekolah.
c. Mendidik anak agar cinta dalam beribadah kepada Allah.

3. Masyarakat
Manusia tidak akan bisa lepas dari lingkungannya. Ia senantiasa membutuhkan pertolongan orang lain. atas dasar saling ketergantungan dan saling membutuhkan tersebut, maka menimbulkan kecenderungan berkelom-pok dan bersatu. Dalam kehidupan berkelompok tersebut, mereka bisa saling take and give dalam rangka mempertahankan kehidupan (survive). Kumpulan kelompok individu yang diikat oleh suatu adat kebudayaan, bangsa (nation), negara dan keyakinan agama itulah yang disebut masyarakat.
Setiap masyarakat memiliki aturan-aturan, sistem nilai, ideology dan cita-cita serta sistem pemerintahan atau kekuasaan tertentu. Mereka berusaha untuk melestarikannya dalam rangka kelangsungan masyarakat tersebut agar tetap eksis di tengah kehidupan masyarakat lain. salah satu pelestarian busaya, sistem nilai tersebut adalah melalui pendidikan. Pendidikan pada hakikatnya adalah pemberian muatan-muatan pada anak didik untuk dapat melestarikan sebagian budaya masyarakat dan sebagian lagi untuk dikembangkan demi kemajuan masyarakat.
Masyarakat langsung maupun tidak langsung, ikut serta memegang tanggung jawab pendidikan bagi anggota masyarakatnya, termasuk dalam hal ini adalah tanggung jawab pendidikan tauhid. Masyarakat terutama setiap pemimpin muslim tentu menghendaki masyarakatnya menjadi seorang muslim yang baik, yang taat beribadah dalam segala aspeknya, sebagai refleksi dari ajaran tauhid. Dengan pendidikan tauhid dalam keluarga, sekolah dan ditambah control masyarakat dalam pelaksanaan tauhid Islam, maka akan tercipta tauhid ummah. Dalam hal ini, masyarakat secara keseluruhan harus dapat melaksanakan misinya, yaitu: amar ma’ruf nahi munkar demi tegaknya Islam dan masyarakat tersebut. Bentuk-bentuk pelaksanaan tauhid dalam masyarakat bisa dilaksanakan melalui media massa, lewat pengajian-pengajian baik di masjid-masjid maupun di rumah-rumah, forum pengajian-pengajian atau diskusi, bahkan dapat memanfaatkan teknologi internet yang paling canggih sekalipun.

G. Penutup
Berdasarkan pada pembahasan secara keseluruhan sebagaimana dipaparkan di muka, maka dapat diturunkan beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Tauhid Hamka bersumber pada ajaran Islam, yaitu al-Quran dan al-Hadits. Tauhid beliau lebih menekankan pada tauhid praktis. Dimana tauhid bukan hanya merupakan kepercayaan pada adanya Tuhan satu secara an sich saja, akan tetapi tauhid merupakan landasan dan tujuan bagi sikap aktivitas ibadah seorang muslim. Dengan percaya kepada rukun iman secara baik dan benar aplikasinya dalam kehidupan nyata, maka terbentuklah kesimbangan jasmani dan rohani yang mempunyai sikap optimis dan kreatif dalam memobilitas hidupnya.
2. Tauhid Hamka senada dengan tauhid dalam aliran Asy’ariyyah, baik dari segi pengertian, yujuan maupun materinya. Dari segi pengertian, tauhid menurut Hamka, kepercayaan yang dimulai dengan tasydiq kemudian diteruskan dengan amal dlahir. Konsep iman ini sesuai dengan konsep iman Asy’ariyyah, hanya saja Hamka lebih menekankan pada perbuatan-perbuatan manusia sebagai refleksi kepercayaan (iman) itu sendiri. Hal ini lebih mendekatkan Hamka pada golongan rasional, khususnya Mu’tazilah, dimana golongan Mu’tazilah mengatakan bahwa iman adalah amal yang timbul sebagai akibat mengetahui Tuhan. dari segi isi, maka tauhid Hamka relevan dengan golongan Asy’ariyyah atau salaf. Konsep ini menadi basic bagi lahirnya konsep tentang keadilan Tuhan, perbuatan Tuhan dan kepercayaan qadla dan qadar Tuhan. hal ini berbeda dengan golongan rasional Mu’tazilah dimana Mu’tazilah menentang adanya qadla dan qadar Tuhan. dari segi pendekatan metodologi-nya, maka Hamka berbeda dengan golongan rasionalis. Beliau dalam menguraikan tentang pendidikan tauhid tidak menggunakan pendekatan berfikir filsafati, melainkan beliau menggunakan ilmu kalam sebagai salah satu pendekatannya.
3. Dari sudut metode, pendidikan tauhid Hamka relevan dengan pendidikan modern, dimana Hamka dalam menyampaikan materi-materi pendidikan tauhid senantiasa membawa pemikiran manusia pada pemahaman adanya Tuhan sebagai pencipta alam semesta, melalui realita yang terbentang luas di jagad raya ini akan dapat mengembangkan kreatifitas daya pikir manusia secara optimal, serta dapat menumbuhkan keyakinan yang muncul atas dasar pemahaman yang matang, sehingga tidak terjadi adanya taklid buta. Evaluasi proses pendidikan yang ditawarkan Hamka menempatkan syuur sebagai kata kunci bagi ada atau tidak adanya iman seseorang serta nyala atau padamnya pancaran/biasan sebagai refleksi dari jaran tauhid bagi seluruh produk aktivitas muslim. Proses evaluasi seperti ini memungkinkan tiap-tiap individu untuk senantiasa aktif mengadakan introspeksi dan mengevaluasi diri terhadap seluruh perbuatan mereka dalam segala suasana tidak terbatas oleh ruang dan waktu. Proses evaluasi semacam ini lebih bersifat praktis dan fleksibel, tanpa meninggalkan validitas dan realibilitas alat pengukuran evaluasi itu sendiri.
4. Dengan adanya pengertian, tujuan serta materi pendidikan tauhid Hamka pada bab-bab yang lalu, maka dapat diketahui bahwa pendidikan tauhid Hamka tidak bertentangan dengan pendidikan modern dewasa ini, bahkan menunjang tercapainya tujuan pendidikan modern. Dalam konteks Indonesia, maka sangat mendukung tercapainya pendidikan nasional.

Selengkapnya “PANDANGAN PROF. DR. HAMKA TERHADAP PENDIDIKAN TAUHID DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN MODERN”

BEBERAPA HAL POKOK DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR



LATAR BELEKANG
Proses belajar mengajar merupakan suatu interaksi antara seorang guru dan anak didik, yang mana proses ini merupakan dua hal yang sangat berbeda tetapi membentuk satu kesatuan. Mengapa demikian, karena bila dalam proses belajar mengajar tidak ada dua hal tersebut, maka selamanya tidak akan terjadi proses belajar mengajar,jadi keduanya harus berjalan sesuai dengan maknanya. Belajar merupakan kegiatan siswa, sedangkan mengajar adalah kegiatan seorang guru. Agar pelaksanaan proses belajar mengajar berjalan dengan baik, maka pelaksanaan pengajaran harus tersusun secara sistematis.

A. Interaksi Belajar-Mengajar
Dalam interaksi belajar_mngajar terjadi proses saling mempengaruhi. Perilaku guru akan berbeda , apabila menghadapi kelas yang aktif denan kelas yamg pasif. Interaksi ini bukan hanya terjadi antara siswa dan guru, tetapi antara siswa dengan manusia sumber (orang yang memberi informasai), antara siswa dengan siswa yang lain. Kegiatan ini menekankan pada kehadiran siswa, tanpa siswa di kelas guru tidak bisa mengajar. Lain halnya dengan belajar, siswa dapat melakukan meski tanpa kehadiran guru. Dalam proses belajar-mengajar yang mengaktifkan siswa untuk mengikuti pelajaran guru hendaknya memberikan persoalan-persoalan yang menumbuhkan pencarian, pengamatan, percobaan, analisis, sintesis, perbandingan, penilaian, dan penyimpulan oleh siswa sendiri. Dalam strategi demikian siswa berperan lebih aktif. Dengan demikian guru tidak hanya memanipulasi kelas, bahkan memberikan penghidupan yang demokratis dalam kelas.

B. Proses Belajar-Mengajar Ditinjau dari Sudut Siswa
Proses belajar mengajar kalau dilihat dari sudut pandang siswa maka hal ini akan membahas seputar kegiatan siswa yaitu belajar.
1. Macam-macam Keterampilan Intelektual (Gagne 1970)
Menurut Gagne (1970), ada delapan tipe keterampilan intelektual belajar, delapan tipe ini menunjukan keterampilan yang paling rendah sampai yang tinggi. Berikut ini akan dituliskan delapan tipe tersebut :
a. belajar tanda-tanda, merupakan kegiatan belajar yang paling sederhana sebab hanya melibatkan penguasaan akan tanda-tanda. Contoh : anak kecil melihat mobil, dia mulai mengenal mobil dengan tanda ada ban, bunyi dan lain-lain.
b. Belajar stimulus respon, merupakan kegiatan belajar yang berbentuk menjalin hubungan antara suatu rangsangan dengan respon. Contoh : mengikuti perintah
c. Rangkaian kegiatan, merupakan kegiatan belajar yang berisi rangkaian kegiatan, misalnya menjalankan mesin jahit disitu ada kegiatan yang pertama memasukan benang sampai seterusnya.
d. Belajar hubungan verbal, ,erupakan kegiatan belajar yang dimulai dengan mengenal hubungan antara sebuah nama dan bendanya
e. Belajar membedakan sebenarnya berisi pengenalan cirri-ciri atau sifat-sifat, setelah anak mengetahui cirri-cirinya, anak akan belajar mengkategorikan.
f. Belajar konsep, belajar ini bersifat abstrak, mengambil kesimpulan berdasarkan situasi, peristiwa dan lain-lain.
g. Belajar aturan atau hukum, belajar ini akan dimulai yang paling sederhana yaitu mematuhi peraturan yang ada di rumah, selanjutnya di sekolah dan dikehidupan bersosial.
h. Belajar pemecahan masalah, bejar ini adalah yang paling sulit, karena harus melewati lima langkah 1. mengidentifikasi masalah, 2. merumuskan masalah, 3. menyusun pertanyaan, 4. mengumpulkan data, 5. merumuskan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan serta mengambil kesimpulan
2. Belajar menerima, menghafal,diskaveri dan bermakna (Ausble dan Robinson 1969)
Menurut Ausble dan Robinson, tentang bentuk-bentuk belajar ada empat, yaitu:
a. Belajar menerima vs belajar diskaveri
model kegiatan belajar ini sangat berlainan, belajar menerima adalah belajar dengan peranan siswa lebih pasif mereka lebih banyak ,menerima apa yang disampaikan oleh gurunya, contohnya mendengarkan ceramah. beda dengan belajar diskoveri yang mana dalam belajar diskoveri ini siswa lebih bersifat aktif, ada sejumlah proses mental yang dilakukan siswa, banyak menuntut aktivitas berfikir dan bahkan sampai aktivitas fisik, contohnya Tanya jawab diskusi dan lain-lain.
b. Belajar menghapal vs belajar bermakna
model kegiatan belajar ini juga saling berlainan, dalam belajar menghapal ada suatu penekanan penguasaan pengetahuan tanpa memberi suatu arti atau pemahaman, sedangkan belajar bermakna menekankan pemahaman yang terjadi karena ada hubungan antara suatu fakta dengan fakta lainnya contoh sepeda motor dengan bahan baker, atau juga dapat terjadi ada hubungan antara pengetahuan dengan manfaatnya contoh manfaat sepeda motor. Kalau kita telaah lagi ini ada hubungannya dengan belajar menerima dan belajar diskaveri, buktinya belajar menerima akan cenderung mengarah kebelajar menghafal sedangkan belajar diskaveri akan cenderung mengarah pada belajar bermakna.


3. Belajar di sekolah dan di luar sekolah
Belajar sesuai dengan uraian di atas dapat lakukan di dalam kelas atau di luar kelas, kebaikan dari belajar di sekolah adalah anak didik langsung mendapat pengawasan dari seorang guru, apabila saat belajar anak didik menghadapi kesulitan maka bantuan dari seorang guru akan memecahkan masakah tersebut, sedangkan belajar diluar sekolah adalah inisiatif dari anak didik,tanoa bimbingan dari guru. Untuk diperhatikan bagi siswa SD kalau belajar diluar sekolah harus ada perencanaan belajar dari seorang guru, banyak tugas yang diberikan kepada siswa seperti mengerjakan soal, mengerjakan PR dan lain sebagainya.
4. Belajar Secara Klasikal, kelompok dan Individul
Belajar, dilihat dari jumlah anak didik dibedakan menjadi tiga yaitu klasikal, kelompok dan individual. Apabila jumlah anak didik sangat besar atau kurang lebih 40 siswa, maka pembelajaran yang pas adalah klasikal dengan syarat keadaan kelas atau ruang harus tenang, pembelajaran ini akan cenderung pembelajaran yang pasif. Kegiatan belajar yang lebih efektif adalah belajar kelompok dan individu.
5. Belajar Teori dan Praktek
Dalam pelajaran tingkat sekolah dasar, pelajarannya dapat berupa teori dan praktek, mungkin belajar teori sangat mudah pelaksanaannya karena tidak membutuhkan alat dan bahan tapi untuk belajar praktek pelaksanaanny menuntut adanya alat dan bahan sebagai media pembelajarannya, dalam belajar teori anak didik akan cenderung pasif sedangkan belajar praktek anak didik akan cenderung aktif karena banyak hal yang dapat dilakukan oleh siswa.

C. Proses Belajar-Mengajar Ditinjau dari Sudut Guru
Proses belajar mengajar kalau dilihat dari sudut guru maka akan terwujud kegiatan mengajar, yang mana kegiatan ini adalah kegiatan proses penyampaian pengetahuan kepada siswa, ini dilihat dari arti yang khusus, tapi kalu dilihat dari arti yang umum atau yang lebih luas adala dimana kegiatan itu akan mencakup semua kegiatan yang menciptakan situasi agar siswa dapat belajar. Dalam mengajar seorang guru tidak asal-asalan mengajar tapi harus punya metode, pendekatan yang cocok sesuai waktu, kondisi dan materi yang akan disampaikan.
1. Mengajar Secara Ekspositori
Cara ekspositori iniakan membuat siswa lebih pasif karena sebagian banyak yang aktif adalah guru, sebelum mengajar guru telah mengelola dan mempersiapkan bahan jar secara tuntas, metode yang cering digunakan untuk pengajaran ekspositori adalah metode ceramah dan demonstrasi, untuk lebih jelasnya akan ditulis dibawah ini :


A. Metode Ceramah
Yang perlu dipersiapkan dalam metode ceramah adalah bahan ajar, dan sistimatika pengajaran, selanjutnya guru menyampaikan materi sesuai dengan bahan ajarnya dan sistematikanya
B. Metode Demonstrasi
Metode ini adalah pelengkap dari metode ceramah, dalam penyampaian materi mungkin ada penjelasan yang memerlukan alat peraga, maka metode yang cocok adalah metode demonstrasi.
2. Mengajar dengan Mengaktifkan siswa
Inilah cara pengajaran yang sangat bagus untuk pemahaman siswa, karena peran guru lebih sedikit dari pada peran siswa, siswa akan lebih bersemangat belajar. Banyak metode yang dapat guru lakukan untuk mendapatkan pembelajaran yang aktif diantaranya :
a. Metode Tanya Jawab
Ini adalah metode yang paling sederhana untuk mengaktifkan siswa, guru tinggal mengajukan pertanyaan atas materi yang telah disampaikan dan siswa akan menjawab sesuai dengan pertanyaan, atau sebaliknya kalau ada siswa yang belum paham atas materi yang telah diajarkan, siswa akan bertanya kepada guru inilah mulainya pembelajaran yang aktif.
b. Metode Diskusi
Metode ini hamper mirip dengan metode Tanya jawab, perbedaanya terletak pada pokok bahasan, diskusi akan membahas satu masalah yang harus dicari jalan keluar dari masalah tersebut. dalam metode ini siswa kebanyakan dibagi atas kelompok-kelompok yang akan menghasilakan kesimpulan.
c. Metode Mengajar Kelompok
dalam metode ini lebih ditekankan pada aktivitas pengelompokan siswa, kelompok siswa ada yang besar, sedang dan yang kecil tergantung dengan jumlah siswa dalam kelompok tersebut, jumlah untuk kelompok adalah 11-20 siswa, untuk kelompok sedang adalah 6-10 siswa dan untuk jumlah kelompok kecil adalah 2-5 siswa.
d. Metode Latihan
Metode ini sangatlah bervariasi, metode ini kegiatannya sangat luas, ada kegiatan pemecahan masalah, olahraga, kesenian dan lain-lain. Inti dari metode ini adalah melakukan kegiatan dengan cara mengulang-ulang bahan yang telah diajarkan sampai anak didik menguasai bahan tersebut.


e. Metode Pemecahan Masalah
metode ini adalah metode yang paling rumit, tujuannya adalah untuk memecahakan masakah yang sangat komplek,metode ini dilaksanaka oleh anak didik bisa individu atau kelompok.
f. Metode Pemberian Tugas
telah disinggung didepan bahwa belajar tidak hanya dilakukan di dalam kelas, tetapi dapat dilakukan diluar kelas, umumnya kalau diluar kelas tanpa bimbingan guru, untuk itu guru sebaiknya memberikan tugas pada anak didik, supaya pembelajarannya dapat terarah.

KESIMPULAN
Dalam kegiatan Belajar-Mengajar maka secara otomatis akan terjadi apa yang disebut ‘interaksi’. Hal tersebut sudah diakui oleh berbagai kalangan. Untuk menunjukkan adanya interaksi, hendaknya guru tidak memberikan materi yang sudah jadi atau sudah matang kepada siswa, hal tersebut akan menimbulkan kecenderungan siswa untuk pasif. Untuk mengaktifka siswa ada beberapa macam metode, antara lain; metode Tanya-jawab, diskusi, latihan, pemecahan masalah, dan pemberian tugas.


Selengkapnya “BEBERAPA HAL POKOK DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR”

LATAR BELAKANG HISTORIS TURUNNYA AL-QUR’AN (ASBAB AL-NUZUL)


A. PENDAHULUAN
Al-Qur'an turun tidak dalam suatu ruang dan waktu yang hampa nilai, melainkan dalam masyarakat yang sarat dengan berbagai nilai budaya dan religius. Di Timur Tengah ketika itu sudah ada tida kekuatan yang cukup berpengaruh, yaitu Romawi Kristen (berpengaruh di sepanjang laut Merah), Persia Zoroaster yang berpusat di Ctesiphon di Mesopotamia (berpengaruh luas di sebelah timur jazirah Arab sampai di pesisir pantai Yaman) dan kerajaan-kerajaan kecil di Arabia Selatan dengan peradabannya yang khas seperti kerajaan Himyar pada abad keenam.
Al-Qur'an turun dalam kurun waktu 23 tahun yang dapat dibagi kepada dua fase, yaitu ayat-ayat yang turun di Mekah sebelum hijrah (Makiyah) dan ayat-ayat yang turun sesudah Nabi hijrah ke Madinah (Madaniyah). Ini semua membuktikan adanya hubungan dialektis dengan ruang dan waktu ketika diturunkan. Dengan demikian studi tentang al-Qur'an tidak bias dilepaskan dari konteks kesejarahannya, yang meliputi nilai-nilai social, budaya, politik, ekonomi dan nilai-nilai religius yang hidup ketika itu. Al-Qur'an sebagai kitab suci terakhir dimaksudkan untuk menjadi petunjuk, bukan saja bagi anggota masyarakat tempat kitab ini diturunkan, tetapi juga bagi seluruh masyarakat manusia hingga akhir zaman.
Dalam makalah ini penyaji akan mencoba memaparkan pembahasan mengenai definisi asbab al-nuzul, beberapa istilah yang dipakai untuk menjelaskan latar belakang turun ayat, pendapat ulama tentang term “al-‘ibrah bi ‘umum al-lafzh la bi khushush al-sabab aw al-‘ibrah bi khushush al-sabab la bi ‘umum al-lafhz dan urgensi asbab al-nuzul dalam penafsiran al-Qur'an.

B. PENGERTIAN ASBAB AL-NUZUL
Al-Qur'an berfungsi sebagai petunjuk dalam menghadapi berbagai situasi. Ayat-ayat tersebut diturunkan dalam keadaan dan waktu yang berbeda-beda. Kata asbab (bentuk jamak dari sebab) yang berarti alas an atau sebab). Asbab al-nuzul berarti pengetahuan tentang sebab-sebab diturunkannya suatu ayat.
Menurut al-Zarqani, asbab al-nuzul adalah: suatu kejadian yang menyebabkan turunnya satu atau beberapa ayat, atau suatu peristiwa yang dapat dijadikan petunjuk hukum berkenaan turunnya suatu ayat.
Pendapat hamper sama dikedepankan oleh Shubhi al-Shalih: “Sesuatu yang menyebabkan turunnya satu atau beberapa ayat yang memberi jawaban terhadap sebab itu, atau menerangkan hukumnya pada masa terjadinya sebab.
Berdasarkan definisi tersebut di atas dapat diambil kesimpulan bahwa asbab al-nuzul adalah sesuatu yang melatarbelakangi turunnya satu ayat atau lebih, sebagai jawaban terhadap suatu peristiwa atau menceritakan sesuatu peristiwa, atau menjelaskan hukum yang terdapat dalam peristiwa tersebut.
Adapun unsur-unsur penting diketahui perihal asbab al-nuzul ialah adanya satu atau beberapa kasus yang menyebabkan turunnya satu atau beberapa ayat, dan ayat-ayat itu dimaksudkan untuk memberikan penjelasan terhadap kasus itu. Jadi ada beberapa unsur yang tidak boleh diabaikan dalam analisa asbab al-nuzul, yaitu adanya suatu kasus atau peristiwa, adanya pelaku peristiwa, adanya tempat peristiwa dan waktu peristiwa. Kualitas peristiwa, pelaku, tempat dan waktu perlu diidentifikasi dengan cermat guna menerapkan ayat-ayat itu pada kasus lain dan di tempat dan waktu yang berbeda.
Sebenarnya jika yang dimaksud asbab al-nuzul adalah hal-hal yang menyebabkan turunnya ayat-ayat al-Qur’an hendak mentransformasikan umat Nabi Muhammad dari situasi yang lebih buruk ke situasi yang lebih baik menurut ukuran Tuhan. Kondisi obyektif yang lebih buruk itulah yang menjadi sebab ayat-ayat al-Qur’an diturunkan. Selama kurang lebih 23 tahun ayat-ayat al-Qur’an diturunkan bagaikan suatu paket, yang rak dapat dipisahkan antara satu ayat dengan lainnya.

C. ISTILAH-ISTILAH YANG DIPAKAI UNTUK MENJELASKAN ASBAB AL-NUZUL
Asbab al-nuzul diketahui melalui riwayat yang disandarkan kepada Nabi Muhammad s.a.w. Tetapi tidak semua riwayat yang disandarkan kepadanya dapat dijadikan pegangan. Riwayat yang dapat dijadikan pegangan adalah riwayat yang memenuhi syarat-syarat tertentu sebagaimana ditetapkan para ahli hadits, baik yang berkaitan dengan shahih dan dha’if, serta otentik dan palsunya.
Riwayat-riwayat asbab al-nuzul dapat diklasifikasikan dalam dua kategori, yaitu riwayat-riwayat pasti dan tegas dan riwayat-riwayat yang tidak pasti (mungkin).
Kategori pertama, para periwayat dengan tegas menunjukkan bahwa peristiwa yang diriwayatkannya berkaitan erat dengan asbab al-nuzul, artinya: seorang perowi menerangkan dengan lafadz “sebab” atau ia mengungkapkan fa ta’qibiyah (fa huruf ‘ataf yang memiliki makna maka atau kembali), yang dirangkaikan dengan kata “turunlah ayat”, sesudah ia menyebutkan peristiwa atau pertanyaan. Contohnya, ia mengatakan:
حدث كذا اوسئل ؤسول الله صلى الله عليه وسلم عن كذا فنزلت الآية

(Terjadi peristiwa ini atau Rasulullah s.a.w. ditanya tentang peristiwa ini, maka turunlah ayat ini). Misalnya Ibn Abbas meriwayatkan tentang turunnya Q. S. al-Nisa’: 59:
يا ايها الذين آمنوا أطيعوا الله وأطيعوا الرسول وأول الأمر منكم فان تنازعتم فى شيئ فردوه الى الله والرسول إن كنتم تؤمنون بالله واليوم الأخر ذلك خير واحسن تأويلا.
Ayat tersebut diturunkan berkenaan dengan Abdullah ibn Hudzaiah ibn Qais ibn Adi ketika Rasul menunjuknya sebagai panglima sariyya . Sedangkan kategori kedua (mungkin). Periwayat tidak menceritakan dengan jelas bahwa peristiwa yang diriwayatkannya berkaitan erat dengan asbab al-nuzul, tetapi hanya menerangkan kemungkinan-kemungkinannya. Istilah yang dipakai untuk kategori seperti seorang perowi menyatakan: (ayat ini turun tentang itu), berkaitan dengan ini, al-Zarkasyi berkata:
وقد عرف من عادة الصحابة والتابعين أن احد هم اذا قال: نزلت هذه الأية فى كذا، فانه يريد بذلك أن هذه الأية تتضمن هذا الحكم لا ان هذا كان السبب فى نزولها.
(Dan sungguh telah diketahui kebiasaan para sahabat dan tabi’in, bahwa seorang di antara mereka mengatakan: “Turun ayat ini tentang itu maka maksud mereka adalah menerangkan, sesungguhnya ayat itu mengandung hukum itu, tidak dimaksudkan untuk menerangkan sebab turunnya ayat”.
Istilah lain yang digunakan seperti: (aku mengira ayat ini turun mengenai soal ini) atau . (aku tidak mengira ayat ini turun kecuali mengenai hal itu).
Missal riwayat Urwah tentang kasus Zubair yang bertengkar dengan seseorang dari Anshor, disebabkan masalah irigasi di al-Harra. Rasulullah bersabda: “Wahai Zubair, aliri air tanahmu, dan kemudian tanah-tanah di sekitarmu”. Sahabat Anshor tersebut kemudian memprotes: “Wahai rasulullah, apakah ia keponakanmu?” Pada saat itu Rasulullah memerah wajahnya sambil berkata: “Wahai Zubair alirkan air itu ke tanahnya sampai penuh, sedangkan selebihnya agar mengalir ke tanah tetanggamu. Jal ini memungkinkan Zubair mendapat hak penuh setelah orang Anshor menampakkan kemarahannya. Padahal sebelumnya Rasulullah telah memberikan perintah yang adil terhadap mereka berdua. Zubair berkata”Saya tidak bias memastikan, hanya agaknya ayat itu turun berkaitan dengan peristiwa tersebut .
Adapun ayat yang dimaksud itu adalah Q. S. al-Nisa’: 65:
فلا وربك لا يؤمنون حتى يحكموك فيما شجر بينهم ثم لا يجدزا فى انفسهم حرجا مما قضيت ويسلموا تسليما.
Berdasrkan istilah-istilah tersebut penulis menganalisis bahwa lafadz-lafadz dari riwayat-riwayat yang sahih selalu berupa nas sarih dalam menjelaskan sebab turunnya ayat. Di antaranya ada yang dengan pernyataan yang kongkrit, dan ada pula dengan bahasa yang samara yang kurang jelas maksudnya. Implikasinya mungkin yang dimaksud itu adalah sebab turunnya atau hukum yang terkandung dalam ayat itu.
Berkaitan dengan istilah-istilah yang menjelaskan asbab al-nuzul bias dikelompokkan menjadi beberapa bentuk sebagai berikut:
1. Sebagai tanggapan atas suatu peristiwa umum
Bentuk sebab turunnya ayat sebagai tanggapan terhadap suatu peristiwa, sebagai contoh riwayat ibn Abbas bahwa Rasulullah pernah ke al-Bathha, ketika turun dari gunung beliau berseru: “Wahai para sahabat, berkumpullah!”. Ketika menyaksikan orang-orang Quraisy mengelilinginya, lalu beliau bersabda: “Apakah engkau akan percaya, apabila aku katakana bahwa musuh tengah mengancam dari balik punggung gunung, mereka bersiap-siap menyerang, entah di pagi hari atau di petang hari? Mereka menjawab: “Ya, kami percaya, wahai Rasulullah!”. Kemudian Nabi melanjutkan, “Dan aku akan terangkan kepadamu tentang beberapa hukuman”. Maka Abu Lahab berkata: “Apakah hanya untuk masalah seperti ini engkau kumpulkan kami, wahai Muhammad?” “Maka Allah kemudian menurunkan Q. S. al-Lahab .
تبت يدا أبى لهب وتب، ما أغنى عنه ماله وما كسب، سيصلى نارا ذات لهب وامرأته حما لت الحطب فى جيدها حبل من مسد.

2. Sebagai tanggapan atas suatu peristiwa khusus
Contoh sebab turunnya ayat karena tanggapan atas suatu peristiwa khusus adalah surah al-Baqarah: 158:
3. Sebagai jawaban terhadap pertanyaan kepada Nabi.
Contoh turunnya ayat surat an-Nisa’: 11:
يوصيكم الله فى اولادكم للذكر مثل حظ الأنثيين فان كن نساء فوق اثنتين فلهن ثلثا ما ترك، وان كانت واحدة فلها النصف ولأبويه لكل واجد منهما السلس مم ترك.
Ayat ini turun dalam rangka memberikan jawaban secara tuntas terhadap pertanyaan Jabir kepada Nabi, sebagaimana diriwayatkan Jabir: “Rasulullah dating bersama Abu Bakar, berjalan kaki mengunjungiku (karena sakit) di perkampungan Bani Salamah. Rasulullah menemukanku dalam keadaan tidak sadar, sehingga beliau meminta air wudlu, dan memercikkan sebagian tubuhku. Lalu aku sadar, dan berkata: “Ya Rasulullah! Apakah yang allah perintahkan bagiku berkenaan dengan harta benda milikku? Maka turunlah ayat tersebut .
4. Sebagai jawaban dari pertanyaan Nabi.
Rasulullah mengajukan pertanyaan kepada malaikat Jibril, “Apa yang mengalangi kehadiranmu, sehingga lebih jarang muncul ketimbang masa-masa sebelumnya? Kemudian turunlah Q. S. Maryam: 64 .
وما تنزل إلا بأمر ربك له ما بين أيدينا وما خلفنا وما بين ذلك وما كان ربك نسيا.
5. Sebagai tanggapan atas pertanyaan yang bersifat umum.
Ayat al-Qur’an diturunkan dalam rangka memberi petunjuk tentang pertanyaan bersifat umum, yang muncul di kalangan sahabat Nabi, seperti turunnya Q. S. al-Baqarah: 222:
ويسئلونك عن المحيط قل هواذى فاعتزلوا النساء فى المحيص. ولا تقروهن حتى يطهرن، فاذا تطهرن فأتوهن من حيث أمركم الله، ان الله يحب التوّابين ويحب المتطهّرين.
Aat ini turun perihal pertanyaan yang bersifat umum dari kalangan sahabat Nabi, sebagaimana diriwayatkan oleh Tsabit dari Anas bahwa di kalangan Yahudi apabila wanita mereka sedang haid, mereka tidak makan bersama wanita tersebut, atau juga tidak tinggal serumah. Para sahabat yang mengetahui masalah itu kemudian bertanya kepada Rasulullah tentang hal ini, maka turunlah ayat di atas .
6. Sebagai tanggapan terhadap orang tertentu.
Kadangkala ayat-ayat al-Qur’an turun untuk menanggapi keadaan tertentu atau orang-orang tertentu, seperti turunnya Q. S. al-Baqarah: 196.
Ka’b ibn Ujrah meriwayatkan bahwa ayat di atas turun berkenaan dengan pelaksanaan haji dan umrah. Jika ada seseorang yang merasa sakit atau ada gangguan di kepala, maka diberikan kemudahan baginya. Ka’b ibn Ujrah sendiri merasakan ada masalah dengan kutu-kutu yang banyak di kepalanya, lalu ia sampaikan kepada Nabi, dan nabi menjawab: “Cukurlah rambutmu dan gantikanlah dengan berpuasa tiga hari, atau menyembelih hewan kurban, atau memberi makan untuk orang miskin, untuk masing-masing orang miskin satu sha .
7. Beberapa sebab tapi satu wahyu.
Turunnya Q. S. al-Ikhlas menanggapi terhadap orang-orang musyrik Mekah sebelum hijrah dan kaum ahli kitab yang ditemui di Madinah sesudah hijrah.
8. Beberapa wahyu tetapi satu sebab.
Ada beberapa ayat yang diturunkan menanggapi satu peristiwa, contohnya ayat-ayat yang turun untuk menjawab pertanyaan dari Ummu Salamah, yaitu mengapa hanya lelaki saja yang disebut dalam al-Qur’an yang memperoleh ganjaran. Berdasarkan riwayat al-Hakim dan Turmudzi, pertanyaan itu yang menyebabkan turunnya ayat 195 surat Ali Imran, ayat 32 surat al-Nisa’ dan ayat 35 surat al-Ahzab.

D. PENUTUP
Asbab al-nuzul adalah konsep, teori atau berita tentang adanya “sebab-sebab turunnya wahyu tertentu dari al-Qur’an kepada Nabi s.a.w., baik berupa satu ayat atau satu surat. Konsep ini muncul karena dalam kenyataan, seperti dimungkinkan para ahli biografi Nabi, sejarah al-Qur’an maupun sejarah Islam, diketahui dengan cukup pasti adanya situasi atau konteks tertentu diwahyukan suatu firman.
Sumber pengetahuan tentang asbab al-nuzul diperoleh dari penuturan para sahabat Nabi. Nilai berita itu sendiri sama dengan nilai berita-berita lain yang menyangkut Nabi dan kerasulan beliau yaitu berita-berita hadits. Oleh sebab itu shahih dan dhaif.
Konsep asbab al-nuzul mengandung kesadaran historis di kalangan ahli hokum Islam. Kesadaran historis ini, yang menjadi salah satu tumpuan harapan bahwa Islam akan mampu lebih baik dalam menjawab tantangan zaman di masa depan.
Oleh karena itu konsep asbab al-nuzul dapat diperluas sehingga tidak hanya menyangkut sebuah ayat tertentu saja, melainkan menyangkut seluruh kitab suci itu seutuhnya. Akhirnya kita tidak hanya mendapatkan manfaat pengetahuan asbab al-nuzul saja, tetapi juga pengetahuan yang lebih menyeluruh dalam dimensi historisasi ajaran Islam.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an dan Terjemahannya. Jakarta: Departemen Agama RI. 1985
Muqadimah al-Qur’an dan Tafsirnya. Jakarta: Departemen Agama RI. 1983
al-Zarkasyi, Badaruddin Muhammad bin Abdullah, al-Burhan fi ‘ulumi al-Qur’an, Beirut: Dar al-Fikr, ed. I, 1988
Al-Syafii Jalaludin al-Suyuti, Al-Itqan fi Ulum al-Qur’an. Dar al-Fikr. 1979
Al-Qathan Mana’ Khalil. Mabahis fi ‘Ulum al-Qur’an. Riyadh: Mansyurat al-‘ashr al-hadis. 1973
Dawud al-Aththar, Majaz ‘ulum al-Qur’an. Beirut: Dar al-Fikr. 1979
Shihab H. M. Quraish. Membumikan al-Quran. Bandung. Mizan. 1992
Nurcholish Madjid dkk. Kontekstualisasi Dktrin Islam dalam Sejarah. Jakarta: Paramadina. 1995
Masjfuk Zuhdi. Pengantar Ulumul Qur’an. Surabaya: Bina Ilmu. 1993
M. Hasbi as-Shiddieqy. Sejarah dan Pengantar Ilmu al-Qur’an/Tafsir. Jakarta: Bulan Bintang. 1994
M. H. Thabathaba’i. Menyingkap Rahasia al-Qur’an. A. Malik Madany dan hamim Ilyas (penerj.) Bandung. Mizan. 1990
Shaleh, Dahlan, MD Dahlan. Asbabun Nuzul. Bandung: Diponegoro. 1995
Nashruddin baidan. Metodologi Penafsiraan al-Qur’an. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 1998

Selengkapnya “LATAR BELAKANG HISTORIS TURUNNYA AL-QUR’AN (ASBAB AL-NUZUL)”