A. PENDAHULUAN
Al-Qur'an turun tidak dalam suatu ruang dan waktu yang hampa nilai, melainkan dalam masyarakat yang sarat dengan berbagai nilai budaya dan religius. Di Timur Tengah ketika itu sudah ada tida kekuatan yang cukup berpengaruh, yaitu Romawi Kristen (berpengaruh di sepanjang laut Merah), Persia Zoroaster yang berpusat di Ctesiphon di Mesopotamia (berpengaruh luas di sebelah timur jazirah Arab sampai di pesisir pantai Yaman) dan kerajaan-kerajaan kecil di Arabia Selatan dengan peradabannya yang khas seperti kerajaan Himyar pada abad keenam.
Al-Qur'an turun dalam kurun waktu 23 tahun yang dapat dibagi kepada dua fase, yaitu ayat-ayat yang turun di Mekah sebelum hijrah (Makiyah) dan ayat-ayat yang turun sesudah Nabi hijrah ke Madinah (Madaniyah). Ini semua membuktikan adanya hubungan dialektis dengan ruang dan waktu ketika diturunkan. Dengan demikian studi tentang al-Qur'an tidak bias dilepaskan dari konteks kesejarahannya, yang meliputi nilai-nilai social, budaya, politik, ekonomi dan nilai-nilai religius yang hidup ketika itu. Al-Qur'an sebagai kitab suci terakhir dimaksudkan untuk menjadi petunjuk, bukan saja bagi anggota masyarakat tempat kitab ini diturunkan, tetapi juga bagi seluruh masyarakat manusia hingga akhir zaman.
Dalam makalah ini penyaji akan mencoba memaparkan pembahasan mengenai definisi asbab al-nuzul, beberapa istilah yang dipakai untuk menjelaskan latar belakang turun ayat, pendapat ulama tentang term “al-‘ibrah bi ‘umum al-lafzh la bi khushush al-sabab aw al-‘ibrah bi khushush al-sabab la bi ‘umum al-lafhz dan urgensi asbab al-nuzul dalam penafsiran al-Qur'an.
B. PENGERTIAN ASBAB AL-NUZUL
Al-Qur'an berfungsi sebagai petunjuk dalam menghadapi berbagai situasi. Ayat-ayat tersebut diturunkan dalam keadaan dan waktu yang berbeda-beda. Kata asbab (bentuk jamak dari sebab) yang berarti alas an atau sebab). Asbab al-nuzul berarti pengetahuan tentang sebab-sebab diturunkannya suatu ayat.
Menurut al-Zarqani, asbab al-nuzul adalah: suatu kejadian yang menyebabkan turunnya satu atau beberapa ayat, atau suatu peristiwa yang dapat dijadikan petunjuk hukum berkenaan turunnya suatu ayat.
Pendapat hamper sama dikedepankan oleh Shubhi al-Shalih: “Sesuatu yang menyebabkan turunnya satu atau beberapa ayat yang memberi jawaban terhadap sebab itu, atau menerangkan hukumnya pada masa terjadinya sebab.
Berdasarkan definisi tersebut di atas dapat diambil kesimpulan bahwa asbab al-nuzul adalah sesuatu yang melatarbelakangi turunnya satu ayat atau lebih, sebagai jawaban terhadap suatu peristiwa atau menceritakan sesuatu peristiwa, atau menjelaskan hukum yang terdapat dalam peristiwa tersebut.
Adapun unsur-unsur penting diketahui perihal asbab al-nuzul ialah adanya satu atau beberapa kasus yang menyebabkan turunnya satu atau beberapa ayat, dan ayat-ayat itu dimaksudkan untuk memberikan penjelasan terhadap kasus itu. Jadi ada beberapa unsur yang tidak boleh diabaikan dalam analisa asbab al-nuzul, yaitu adanya suatu kasus atau peristiwa, adanya pelaku peristiwa, adanya tempat peristiwa dan waktu peristiwa. Kualitas peristiwa, pelaku, tempat dan waktu perlu diidentifikasi dengan cermat guna menerapkan ayat-ayat itu pada kasus lain dan di tempat dan waktu yang berbeda.
Sebenarnya jika yang dimaksud asbab al-nuzul adalah hal-hal yang menyebabkan turunnya ayat-ayat al-Qur’an hendak mentransformasikan umat Nabi Muhammad dari situasi yang lebih buruk ke situasi yang lebih baik menurut ukuran Tuhan. Kondisi obyektif yang lebih buruk itulah yang menjadi sebab ayat-ayat al-Qur’an diturunkan. Selama kurang lebih 23 tahun ayat-ayat al-Qur’an diturunkan bagaikan suatu paket, yang rak dapat dipisahkan antara satu ayat dengan lainnya.
C. ISTILAH-ISTILAH YANG DIPAKAI UNTUK MENJELASKAN ASBAB AL-NUZUL
Asbab al-nuzul diketahui melalui riwayat yang disandarkan kepada Nabi Muhammad s.a.w. Tetapi tidak semua riwayat yang disandarkan kepadanya dapat dijadikan pegangan. Riwayat yang dapat dijadikan pegangan adalah riwayat yang memenuhi syarat-syarat tertentu sebagaimana ditetapkan para ahli hadits, baik yang berkaitan dengan shahih dan dha’if, serta otentik dan palsunya.
Riwayat-riwayat asbab al-nuzul dapat diklasifikasikan dalam dua kategori, yaitu riwayat-riwayat pasti dan tegas dan riwayat-riwayat yang tidak pasti (mungkin).
Kategori pertama, para periwayat dengan tegas menunjukkan bahwa peristiwa yang diriwayatkannya berkaitan erat dengan asbab al-nuzul, artinya: seorang perowi menerangkan dengan lafadz “sebab” atau ia mengungkapkan fa ta’qibiyah (fa huruf ‘ataf yang memiliki makna maka atau kembali), yang dirangkaikan dengan kata “turunlah ayat”, sesudah ia menyebutkan peristiwa atau pertanyaan. Contohnya, ia mengatakan:
حدث كذا اوسئل ؤسول الله صلى الله عليه وسلم عن كذا فنزلت الآية
(Terjadi peristiwa ini atau Rasulullah s.a.w. ditanya tentang peristiwa ini, maka turunlah ayat ini). Misalnya Ibn Abbas meriwayatkan tentang turunnya Q. S. al-Nisa’: 59:
يا ايها الذين آمنوا أطيعوا الله وأطيعوا الرسول وأول الأمر منكم فان تنازعتم فى شيئ فردوه الى الله والرسول إن كنتم تؤمنون بالله واليوم الأخر ذلك خير واحسن تأويلا.
Ayat tersebut diturunkan berkenaan dengan Abdullah ibn Hudzaiah ibn Qais ibn Adi ketika Rasul menunjuknya sebagai panglima sariyya . Sedangkan kategori kedua (mungkin). Periwayat tidak menceritakan dengan jelas bahwa peristiwa yang diriwayatkannya berkaitan erat dengan asbab al-nuzul, tetapi hanya menerangkan kemungkinan-kemungkinannya. Istilah yang dipakai untuk kategori seperti seorang perowi menyatakan: (ayat ini turun tentang itu), berkaitan dengan ini, al-Zarkasyi berkata:
وقد عرف من عادة الصحابة والتابعين أن احد هم اذا قال: نزلت هذه الأية فى كذا، فانه يريد بذلك أن هذه الأية تتضمن هذا الحكم لا ان هذا كان السبب فى نزولها.
(Dan sungguh telah diketahui kebiasaan para sahabat dan tabi’in, bahwa seorang di antara mereka mengatakan: “Turun ayat ini tentang itu maka maksud mereka adalah menerangkan, sesungguhnya ayat itu mengandung hukum itu, tidak dimaksudkan untuk menerangkan sebab turunnya ayat”.
Istilah lain yang digunakan seperti: (aku mengira ayat ini turun mengenai soal ini) atau . (aku tidak mengira ayat ini turun kecuali mengenai hal itu).
Missal riwayat Urwah tentang kasus Zubair yang bertengkar dengan seseorang dari Anshor, disebabkan masalah irigasi di al-Harra. Rasulullah bersabda: “Wahai Zubair, aliri air tanahmu, dan kemudian tanah-tanah di sekitarmu”. Sahabat Anshor tersebut kemudian memprotes: “Wahai rasulullah, apakah ia keponakanmu?” Pada saat itu Rasulullah memerah wajahnya sambil berkata: “Wahai Zubair alirkan air itu ke tanahnya sampai penuh, sedangkan selebihnya agar mengalir ke tanah tetanggamu. Jal ini memungkinkan Zubair mendapat hak penuh setelah orang Anshor menampakkan kemarahannya. Padahal sebelumnya Rasulullah telah memberikan perintah yang adil terhadap mereka berdua. Zubair berkata”Saya tidak bias memastikan, hanya agaknya ayat itu turun berkaitan dengan peristiwa tersebut .
Adapun ayat yang dimaksud itu adalah Q. S. al-Nisa’: 65:
فلا وربك لا يؤمنون حتى يحكموك فيما شجر بينهم ثم لا يجدزا فى انفسهم حرجا مما قضيت ويسلموا تسليما.
Berdasrkan istilah-istilah tersebut penulis menganalisis bahwa lafadz-lafadz dari riwayat-riwayat yang sahih selalu berupa nas sarih dalam menjelaskan sebab turunnya ayat. Di antaranya ada yang dengan pernyataan yang kongkrit, dan ada pula dengan bahasa yang samara yang kurang jelas maksudnya. Implikasinya mungkin yang dimaksud itu adalah sebab turunnya atau hukum yang terkandung dalam ayat itu.
Berkaitan dengan istilah-istilah yang menjelaskan asbab al-nuzul bias dikelompokkan menjadi beberapa bentuk sebagai berikut:
1. Sebagai tanggapan atas suatu peristiwa umum
Bentuk sebab turunnya ayat sebagai tanggapan terhadap suatu peristiwa, sebagai contoh riwayat ibn Abbas bahwa Rasulullah pernah ke al-Bathha, ketika turun dari gunung beliau berseru: “Wahai para sahabat, berkumpullah!”. Ketika menyaksikan orang-orang Quraisy mengelilinginya, lalu beliau bersabda: “Apakah engkau akan percaya, apabila aku katakana bahwa musuh tengah mengancam dari balik punggung gunung, mereka bersiap-siap menyerang, entah di pagi hari atau di petang hari? Mereka menjawab: “Ya, kami percaya, wahai Rasulullah!”. Kemudian Nabi melanjutkan, “Dan aku akan terangkan kepadamu tentang beberapa hukuman”. Maka Abu Lahab berkata: “Apakah hanya untuk masalah seperti ini engkau kumpulkan kami, wahai Muhammad?” “Maka Allah kemudian menurunkan Q. S. al-Lahab .
تبت يدا أبى لهب وتب، ما أغنى عنه ماله وما كسب، سيصلى نارا ذات لهب وامرأته حما لت الحطب فى جيدها حبل من مسد.
2. Sebagai tanggapan atas suatu peristiwa khusus
Contoh sebab turunnya ayat karena tanggapan atas suatu peristiwa khusus adalah surah al-Baqarah: 158:
3. Sebagai jawaban terhadap pertanyaan kepada Nabi.
Contoh turunnya ayat surat an-Nisa’: 11:
يوصيكم الله فى اولادكم للذكر مثل حظ الأنثيين فان كن نساء فوق اثنتين فلهن ثلثا ما ترك، وان كانت واحدة فلها النصف ولأبويه لكل واجد منهما السلس مم ترك.
Ayat ini turun dalam rangka memberikan jawaban secara tuntas terhadap pertanyaan Jabir kepada Nabi, sebagaimana diriwayatkan Jabir: “Rasulullah dating bersama Abu Bakar, berjalan kaki mengunjungiku (karena sakit) di perkampungan Bani Salamah. Rasulullah menemukanku dalam keadaan tidak sadar, sehingga beliau meminta air wudlu, dan memercikkan sebagian tubuhku. Lalu aku sadar, dan berkata: “Ya Rasulullah! Apakah yang allah perintahkan bagiku berkenaan dengan harta benda milikku? Maka turunlah ayat tersebut .
4. Sebagai jawaban dari pertanyaan Nabi.
Rasulullah mengajukan pertanyaan kepada malaikat Jibril, “Apa yang mengalangi kehadiranmu, sehingga lebih jarang muncul ketimbang masa-masa sebelumnya? Kemudian turunlah Q. S. Maryam: 64 .
وما تنزل إلا بأمر ربك له ما بين أيدينا وما خلفنا وما بين ذلك وما كان ربك نسيا.
5. Sebagai tanggapan atas pertanyaan yang bersifat umum.
Ayat al-Qur’an diturunkan dalam rangka memberi petunjuk tentang pertanyaan bersifat umum, yang muncul di kalangan sahabat Nabi, seperti turunnya Q. S. al-Baqarah: 222:
ويسئلونك عن المحيط قل هواذى فاعتزلوا النساء فى المحيص. ولا تقروهن حتى يطهرن، فاذا تطهرن فأتوهن من حيث أمركم الله، ان الله يحب التوّابين ويحب المتطهّرين.
Aat ini turun perihal pertanyaan yang bersifat umum dari kalangan sahabat Nabi, sebagaimana diriwayatkan oleh Tsabit dari Anas bahwa di kalangan Yahudi apabila wanita mereka sedang haid, mereka tidak makan bersama wanita tersebut, atau juga tidak tinggal serumah. Para sahabat yang mengetahui masalah itu kemudian bertanya kepada Rasulullah tentang hal ini, maka turunlah ayat di atas .
6. Sebagai tanggapan terhadap orang tertentu.
Kadangkala ayat-ayat al-Qur’an turun untuk menanggapi keadaan tertentu atau orang-orang tertentu, seperti turunnya Q. S. al-Baqarah: 196.
Ka’b ibn Ujrah meriwayatkan bahwa ayat di atas turun berkenaan dengan pelaksanaan haji dan umrah. Jika ada seseorang yang merasa sakit atau ada gangguan di kepala, maka diberikan kemudahan baginya. Ka’b ibn Ujrah sendiri merasakan ada masalah dengan kutu-kutu yang banyak di kepalanya, lalu ia sampaikan kepada Nabi, dan nabi menjawab: “Cukurlah rambutmu dan gantikanlah dengan berpuasa tiga hari, atau menyembelih hewan kurban, atau memberi makan untuk orang miskin, untuk masing-masing orang miskin satu sha .
7. Beberapa sebab tapi satu wahyu.
Turunnya Q. S. al-Ikhlas menanggapi terhadap orang-orang musyrik Mekah sebelum hijrah dan kaum ahli kitab yang ditemui di Madinah sesudah hijrah.
8. Beberapa wahyu tetapi satu sebab.
Ada beberapa ayat yang diturunkan menanggapi satu peristiwa, contohnya ayat-ayat yang turun untuk menjawab pertanyaan dari Ummu Salamah, yaitu mengapa hanya lelaki saja yang disebut dalam al-Qur’an yang memperoleh ganjaran. Berdasarkan riwayat al-Hakim dan Turmudzi, pertanyaan itu yang menyebabkan turunnya ayat 195 surat Ali Imran, ayat 32 surat al-Nisa’ dan ayat 35 surat al-Ahzab.
D. PENUTUP
Asbab al-nuzul adalah konsep, teori atau berita tentang adanya “sebab-sebab turunnya wahyu tertentu dari al-Qur’an kepada Nabi s.a.w., baik berupa satu ayat atau satu surat. Konsep ini muncul karena dalam kenyataan, seperti dimungkinkan para ahli biografi Nabi, sejarah al-Qur’an maupun sejarah Islam, diketahui dengan cukup pasti adanya situasi atau konteks tertentu diwahyukan suatu firman.
Sumber pengetahuan tentang asbab al-nuzul diperoleh dari penuturan para sahabat Nabi. Nilai berita itu sendiri sama dengan nilai berita-berita lain yang menyangkut Nabi dan kerasulan beliau yaitu berita-berita hadits. Oleh sebab itu shahih dan dhaif.
Konsep asbab al-nuzul mengandung kesadaran historis di kalangan ahli hokum Islam. Kesadaran historis ini, yang menjadi salah satu tumpuan harapan bahwa Islam akan mampu lebih baik dalam menjawab tantangan zaman di masa depan.
Oleh karena itu konsep asbab al-nuzul dapat diperluas sehingga tidak hanya menyangkut sebuah ayat tertentu saja, melainkan menyangkut seluruh kitab suci itu seutuhnya. Akhirnya kita tidak hanya mendapatkan manfaat pengetahuan asbab al-nuzul saja, tetapi juga pengetahuan yang lebih menyeluruh dalam dimensi historisasi ajaran Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an dan Terjemahannya. Jakarta: Departemen Agama RI. 1985
Muqadimah al-Qur’an dan Tafsirnya. Jakarta: Departemen Agama RI. 1983
al-Zarkasyi, Badaruddin Muhammad bin Abdullah, al-Burhan fi ‘ulumi al-Qur’an, Beirut: Dar al-Fikr, ed. I, 1988
Al-Syafii Jalaludin al-Suyuti, Al-Itqan fi Ulum al-Qur’an. Dar al-Fikr. 1979
Al-Qathan Mana’ Khalil. Mabahis fi ‘Ulum al-Qur’an. Riyadh: Mansyurat al-‘ashr al-hadis. 1973
Dawud al-Aththar, Majaz ‘ulum al-Qur’an. Beirut: Dar al-Fikr. 1979
Shihab H. M. Quraish. Membumikan al-Quran. Bandung. Mizan. 1992
Nurcholish Madjid dkk. Kontekstualisasi Dktrin Islam dalam Sejarah. Jakarta: Paramadina. 1995
Masjfuk Zuhdi. Pengantar Ulumul Qur’an. Surabaya: Bina Ilmu. 1993
M. Hasbi as-Shiddieqy. Sejarah dan Pengantar Ilmu al-Qur’an/Tafsir. Jakarta: Bulan Bintang. 1994
M. H. Thabathaba’i. Menyingkap Rahasia al-Qur’an. A. Malik Madany dan hamim Ilyas (penerj.) Bandung. Mizan. 1990
Shaleh, Dahlan, MD Dahlan. Asbabun Nuzul. Bandung: Diponegoro. 1995
Nashruddin baidan. Metodologi Penafsiraan al-Qur’an. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 1998
0 komentar:
Posting Komentar
TINGGALKAN PESAN ANDA