Globalisasi adalah sebuah sistem raksasa dunia baru yang tak terelakkan, bukan semata-mata karena ia diprakarsai oleh bebrapa besar dan maju, melainkan karena komponen-komponen yang men\opangnya telah terpancang diberbagai belahan bumi. Bagai hantu tirani, globalisasi bak super-virus yang sudah angrem di berbagai sektor kehidupan segala bangsa.
Pertumbuhan janin globalisasi di inkubator dunia bermula dari elemen-elemen tak terduga dari era modern, yang lewat proses makro-sinergik multi dimensi “menyeragmkan” dunia, mebakukan standarisasi ditopang oleh teknologi reproduksi dan teknologi informatika yang dahsyat. Seluruh elemn modernisme ini akhirnya berkembangkan biak menjadi komponen-komponen canggih yang megawali mnetabolisme organik jasad janin globalisasi.
Sejak darui draft (uliran) mur-baut, reproduksi barang, pancaran gelombang radio, kehadiran teknologi telegrap-telepon sampai akhirnya sekarang berkembang melahirkan superkomputer, jaringan terestrial, internet, multi media E-Commerece dan sebagainya; seluruhnya akhirya mejadi komponen-kompone bagi globalisai di muka bumi ini.
Duduk-soalnya ialah, bahwa gejala globalisasi ini agaknya dimanfaatkan bahkan cederung “dimanipulir” sebesar-besarnya oleh sebagian negara besar dan maju, demi mendahulukan kepentingan mereka terutama dalam sektor tata ekonomi dan tata politik dengan jargon demokrasi dan Ham dunia baru. Tetakel-tentakel ekonomi dan politik yang diinternasionalisasikan oleh Bank Dunia, IMF (Dana Moneter Internasional), PBB bahkan Pakta Pertahanan NATO, tampak jelas “mewakili kepentingan kelompok” tersebut.
Memang juga harus diakui adaya kenyataan, bahwa di antara beberapa negara “pendompleng” globalisasi itu justru masih ada yang “belum siap” dengan globalisai itu sendiri. Kita lihat munculya protes di Prancis dan Amerika Serikat sindiri, bahkan di Jermanpun hingga deti ini masih bandel “mensubsidi petaninya” dan ini bertentangan dengan arus globalisasi. Semuanya ini hanya menandai bahwa mereka “belum siap” memasuki era globalisasi. Namun tentu tak begitu sulit membenahi sektor-sektor yang belum siap itu, apalagi mengingat negara-negara di Eropa pun sudah menyepakati berlakunya mata uang tunggal Euro.
Yang tentu susah ialah negara-negar terbelakang, negara-negara miskin seperti negara kita, yang “serba tak siap” statusnya memasuki globalisasi. Dalam arus globalisai, negeri-negeri seperti I I tak hanya akan keponthal-keponthal, tetapi bakan bisa sekedar dijadikan “tumbal” bagi globalisasi, baik dalam ajang pasar bebas dunia maupun ajang politik dunia baru. Lebih-lebi sebab diketahui bahwa SDM kitapun belum siap memasuki ajang persaingan bebas dunia, sementara SDA kita dengan mudahnya dikerukoleh investor multinasional dari beberapa ngara maju.
Alhasil, globalisasi yang tak terelakkanini bagi kita hanya akn menjadi hanu atau momok, yang tk hany menakutkn tetapi juga menyngarakan. Sebab di ra globaliusasi, janin di dalam perutpun sudah bisa dibbani utang oleh para orangtua yang tak brtangungjawab/. Dana di negeri ini, orang tua yang tak brtangungjawab alangkah banyak jumlahny.***
REDAKSI
Sampi pada tahun 2001 ini brbagai situasi sejak awal krisi 1997 persoaln krisi multi dimensi blum juga beakhir bahkn cenderung memburuk. Lihat saja berbagai kasus datang berutun mulai bencana alam (longsor, banjir) sampai engan anca,an disintegrasi bangsa. Belum lagi kasus bentrok antar etnis yang sama sekali tidak menghargai nyawa umat manusia.
Begitu kompleksnya persoalan yang dihadapioleh bagsa Indonesia, sehingga seringkali terdengar kejenuhan masyarakat dan naifnya, masyarakat tak lagi bisa melihat secara jernih dan memilah mana yang benar dan mana yang dusta. Tragis memang!
Kendati situasi benar-benar tak menguntungkan, tetapi tidak menghalalkan alasan untuk kita tidak berpikir jernih dan melihat bebagai kondisi, dalam konteks kali ini kehadiran akarrumput menoba untuk mengupas sebuah kata yang demikian lekat disebut orang; globalisai. Tentu saja kita menyebut globalisasi, kita harus melihat ulang apa sebenarnya makna dan tujuan dari globalisasi tersebut.
Benarkah arus globalisasi memicu bangsa kita untuk berpiki lebi maju, profesional atau bahka justru sebalinya? Atau mungkin kita bisa mensinergikan titik-titik positif dan membuang jauh-jauh efek buruk dari globalisasi? Yang pasti, akarrumput mencoba menyajikan bagian keci dari side efect globalisasi. Selamat membaca.
BENARKAH SEBUAH GLOBALISASI SEBUAH BERKAH?
Perubahan situasi politik, ekonomi di Indonesia terus bergulir dengan konsekuensi pergeseran berbagai hal di seluruh lapisan masyarakat dan juga di berbagai seme. Tragsnya knsekuensi ini harus ditebus dengan porak-porandanya selurh tatanan yang konon selama 32 tahun lalu telah mapan dibawah rezim otoriter Soeharto. Inilah harga mahal dari sebuah pembodohan yang telah ditanam rezim Orba yang pada saat berjayanya tak bisa tresentuh oleh perangkat hukum apapun. Seolah suci dan senantiasa berujar ata nama rakyat dalam melahirkan kebijaka.
Adakah kondisi ini bagian dari skenario panjang yang telah disiapkanoleh negara-negara kaptalis? Atau sekedar jaman yang tidak perlu terlalu terlalu dikhawatirkan? Terlepas dari kedua hal tersebut, kondisi yang terjadi di Indonesia membawa korban hingga kalau boleh disebut hampir tak tersisa kekayaan alam di bumi indonesia bagi genrasi esok, karena berbagai sumber daya alam telah prak poranda dan telah tergadaikan.
Demikianla sebuah arus dahsyat dari yang disebut “globalisasi” yang terus didengung-dengungkan ke berbagai belaan dunia, yang adlah international force (kekuaan internasional) dan apapun dalnya, Indonesia terlanj menyepakati beberapa permanan-permaina yang menjadian Indnesia tak kuasa menolak apapun meski banyak atuan-atuan main itu yang sangat merugikan.
Tetapi pada saat ini, ketika seluruh permainan telah ditanda tangani leh pemerinah indnesia, kita tak bisa lagi menhindar dan mau tak mau kita berad dalam cengkrama dan kendali kekuatan internasional. Suka atau tidak suka, kita tidak diberikan kesempatan lain selain menerimanya.
World Trade Organisation
World Trade Organisation (Organisasi Perdagangan Dunia) adalah sebuiah mekanisme utama dari globaisasi korporasi. Lembaga ini dibuat oleh negara-negara maju yang beranggoakan 134 negara dan dalam perjanjiannya menekakan 3 sektor utamanya yaitu: perbankan, penanaman modal dan HAKI (patens).
WTO yang dibentu pada tahun 1995 dalam putaran Uruguay perundingan GATT dengan sistem perdagangan bergaya korporatis yang didominasi oelh efisiensi ekonomi yang tergambar dalam pencaipaian profit perusahaan secara cep[at. Keputusan-keputusan yang mempengaruhi ekonomi hanya dinikmati oleh sektor swasta , sedangkan biaya-biaya sosial dan lingkungan menjadi beban pblik.
Sistem ini sering juga disebut model “neoliberalisme” mengesampingkan UU dan lngkungan, usaha perlindungan kesehatan dan standar tenaga kerja, dalam menyediakan sumber daya alam ang murah bagi perusahan-perusahaan transnasional TNC/ Trans National Corporation). WTO juga menjamin akses perubahn-perubahan besar tersebut kepasar luar negeri tanpa mewajibkan perusahaan-perusahaan ransnasional tersebut untuk mempertimbangkan prioritas-prioritas keperluan domestik negara-negara yang dituju. Inilah sebuah sistem global berupa undang-undang yang wajib dilaksanakan dalam sistem ini, semua hal menjadi milik perusahaan besar, sedangkan kewajiban menjadi milik pemerinta.
Mayritas negara-negara berkembang telah menjadi angota organisasi internasional yang menjalankan aturab perdagangan General Agreement on Tariffs and Trade (perjanjian Bea Masuk dan Perdagangan),Trade Related Intelectual Property Measures (Perdagangan yang Berhubungan dengan Hak atas Kekayaan Intelektual), general Agreement on Trade in Servive. Dan yang pasti, perdagangan duni memberi untung besar pada negara-negara utara.
Unit Ekonomi Dunia
Globalisasi memang bukan sesuatu yang asing lagi di berbagai kalangan, tk tekecuali di kalangan buruh. Namu tak sedikit orang yang yang tidak mengerti apa sebenarnya makna hobaisasi. Istilah globalisai serig kali dipahai sebagai sesuatu yang positif bagi pengusaha dan pedagang kaena emberi kesempatan masuk ke wilayah manapun di dunia.
Globalisasi sebenarnya adalah makin enguatnya unit-unit ekonomi di dunia ke dalam satu unit ekonomi dunia. Tiga hal yang mendasar dari globaisasi adal: menghilangkan/menghapusa hambatan dagang dan penanama modal ang menciptaka gerak modal. Artinya, memungkinkan perusahan Jepang, misalnya menanam modalnya di seluruh belaan dunia, termasuk Indonesia ke negara lain dengan catatan alau mampu. Yang kedua, pembetukan blok-blok perdagangan regional seperti AFTA, NAFTA, CIS, MERCOSUR dan APEC sementara di tingkat dunia terbentuk GAAT yang kemudian menjadi WTO. Perembangan ini kemu\dia memasa peerintah anggota blok perdagangan untk mengeluarkan yang menjadi urutan ketiga dari dasar globalisasi adalah: peraturan dan undang-undang yang sesuai dengan kenyataan inteasi eonomi yang baru, perdagangan bebas dan iberalisasi ekonomi
Tampak jelas pada tahun 1980-an gelomang modal asig masuk ke Indoesia yang ini berpegau pada tatanan sosial. Kbijaka industrialisasi ini berrakibat pada pemusatan pendudk di daerah perkotaan. Praktis basi kegiatan pertaia hancur dan akan lebih trais lagi dala konsep pedaganga bebas sektor pertanian aka semakin terpuruk kaena harus mebuka pasa daam neeri bagi barag-barang pertania di luar.
Ebijakan yang dibua oeh pementa Indenesia yag tentu saja terkait erat dengan negara-negara adikuasa, ttang pgemaga indsialisasi, telah meruba basic agrars secara paksa ke daam sistem indusri dan ketika proram indusrialisasi ini hancur, sekaag didengung-dengungka tentang aroindusri. Padahal basic ini telah koyak akibat siste industrialisasi yang membabi buta.
Dala siste gobaisasi ini peran lembaga-lembaa keuangan globa meningat. IMF, World Bank adala lembaga keangan internasional yang memainkan pea sangat kuat dalam ekonomi global. Padaa prye-proye pebangunan yang dibiaai dengan daa pjamandar lebaga-lemaa ersebut menimlan akibat-akibat sosial, politik, ekonomi an budaya. Hasiya, berdampak pada penyengsaraan rakya dan di dalamya jua komunia burh yang berhadapan langsug dengan istilah gobaisasi kaena berbagai putaran TNCIMNC merupakan sahabat erat gobaisa. Persoalan laten (upah, kesehatan kerja, tujangan-tujangan) yang sampai saat ini masi membebani buruh belum usai dan sekaang buruh khususnya di wilayah Ungaran Jawa Tengah, kembali duat tidak mengerti dengan persoala aturan baru pajak penghasa yang mulai diberlakukan pada
Januari 2001.
Liberalisasi perdagangan memang berdampak pada buruh di seluru dnia dan dampak ini tidak selau sama. Di negara-negara selatan, pekerja berupah yang dlauan sebagian besar perempuan, di luar ekonomi formal. Meeka bekerja di sektor informal. Ini berarti bekerja di perusahaan-perusahaan berskala kecil yang tidak dilindungi serta iestasi modal kecl.
Para perancang pebanguna internasional kian menjadi untuk mencapai tujuannya:more profit, conrol, more money sementara kita kian koyak dan sulit sekali ntuk bagkit. Inila gurta gloalisasi yag kian meghanurkan. 9Disarkan dari Atas nama pembangunan, Perdaangan Dunia Merupakan Masalaa Perempan, Memahami Globalisasi).
Buruh Bingung soal PPH
Benar adaya sebuah ata pengantar dari satu penerbit tentang himpnan perubahan undag-undang perpajakan tahun 2000 bahwa pajk adalah sebagai sumber utama penerimaan negara, leh kaena itu, perlu terus ditngkata agar pebangunan nasional dapat diasanakan denga keampua sindiri ebrdasarka p[rinsip kemadirian.
Seperti kita tahu bersama bahwa sejak usiana tata rezim Orba dan kepimpan berali kepada Habibie dan sekarang oleh Gus Dur, banyak sekai perubahan yang terjadi. Terlepas apakah perubahan kebijakan yang dilairka masing-masing pemerintaan benar-benar demi kepentingan rakyat atau any sekedar untuk menyelamata tamp kepemimpinan. Tetapi peruahan-peruaan kebijakan ini membawa konsekuensi masig-masing.
Perubahan kondisi sosial, ekonomi budaya dan poit memag teraa berat kana perubahan yag tejadi tidak dipahami sebagai sebuah titik awal dai harapa bahwa pada saatnya kelak kita justru akan dewasa setela melalui berbagai hal tersebut. Namun to tak bisa disangkal bahwa p[erubahan yang terjadi selama ini cukup menyesakan dada persoalan ekonomi, finania karena krisis masih terus berlanjut. Ditengah beranya situasi ekonom seperti sekarang ini, masyarakat Indonesia masih harus dihadapan pada beban-beban lain yaiu soal hilangnya subsidi pemerita pada hal-al tertentu. Dalih untuk meandirkan masyaraa tentu tidak salah tetapi bahwa kebijakan ini sunguh terasa berat bagi masyaraka.
Inila salah satu keberhasilan dari sebuah perdagangan yang bergaya korporatis yang didominasi ole efisiensi ekonomi ya terambar dalam pecapaian profit perusahaan secara cepat. Keptusan-keptusan yang mempengaruhi ekonomi hanya dinikmati ole sektor swasta sedagkan biaya sosial dan lngkungan menjhadi beban pulik.
Seperti yang telah terurai di awal tulisan ini bahwa pajak sebagai sumber utama penerimaan negara, Direkrur jederal pajak pada tangal 29 Desember 2000 telah menetapkan ketenuan baru tentang Petunuk Pelasanaan pemotongan Penyetoran dan Pelaporan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan Pasal 26bsehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan orag pribadi. Kebijakan perpaakn ni khususya pajak penghasila ternyata menimbulkan keresahan di kaagan buruh (Ungaran Jawa Tengah).
Tanda Bukti
Sejauh ini dunia perburuhan baik di tnkat diskusi sampai action umunya seau mengedeankan persoala-peesoalan yang berkatan dengan hak-hak normatif. Padahal persoalan buruh sangatlah kompleks dan membuthkan kesabaran dan kecermatan untk mencoba memahami berbagai persoalan di dunia perburuhan dan diharapkan seluruh hasi pencermata itu dapat impleentasi pada komunitas buruh. Setidaknya untuk meminimaa perlakuan tidak adil bahkan pembodohan dari pemili capital bahkan oeh negara kepada buruh.
Pajak penghasilan merupakan salah satu diantara sekian banyak persoalan yang harus dkupas tuntas aar tidak teradi manipulasi data ehasilan sehingga buruh tidak diruikan. Setea ketetapan UMP/UMK (dulu MR) yang juga membuat persoalan, kususnya di Jawa Tengah, kaena beberapa perusahaan dianggap tidak rancu dala menerapkan eteapan baru ersebut, buruh di Ungaran, jawa Tengah, mempertanyaka perial ketentuan pajak penghasia. Dari hasil reportase di lapangan, pajak penghasila ang dimulai diberlakukan pada Januari 2001 ssuai ketetapan direktorat jendral pajak, sama sekali tidak dipaami oleh kawan-kawan buruh.
Ketentuan pajak peghasla yang diberlakukan antar satu perusahaan dengan perusahaan lain tidaklah sama, tepatnya bergantung dari masig-masig perusahan. Dan menurut keterangan di lapangan, kebijakan yang tidak sama antar satu perusahaan yang lai berjalan sudah sejak lama. Bahkan ada juga perusahaan yang tidak membebankan pajak peghasilan kepada buruhnya tetapi itu dibayar oleh perusahaan.
Mengenai jumlah nominal pajak penghasia, baya diakui oelh beberapa wail buruh dari beberapa perusahaan yang diemui tim akarrumput, tidak tahu secara jelas. Ketidatahuan ini beberapa disebabkan karena perusahaan tidak meberlakuan pajak penghasilan yang mungkin karena upah buruh memang belum cukup untuk dikenai pajak penghasilan, bahkan tidak jarang, buruh dipotong pajak penghasilan tetapi tidak au bagaimana aturan mainnya dan berapa jumlah nominaya yang harus dipajaki.
Simpang Sir
Diberlaukannya pajak penghasia yag baru ini ternyata juga disikapi secara berbeda le masing-masing perusahaan. Yang muncul di lapangan adalah, merasa sangat keberatan dengan pemberlakuan pajak tersebut. Apalagi bagi buruh yang sebelunya mengaku tidak mendapatkan potogan pajak penghasilan (karena upah yang diterima tidak melebihi Rp 240.000,- ketentuan lama) dan sekarang harus terkena pajak.
“Kalau di perusahaan saya, perusahaan yang membayar pajak”, ujar yanti buruh perusahan Ap sambil menyebutkan jumlah perse pajak yaitu 5 %. Ketika tim akarumput menanyakan paja apa yang dibayarkan oleh perusahaan, yanti juga tidak tahu pasti kaea informasi tu ia terima dari persahaan. Padahal kalau dicerai paak penghasilan sebelum diberlakukannya ketentuan yang baru adalah 10 %.
Hal senada yang disampaikan oleh Sugoiarto buruh harian tetap pada perusahaan PS. Menurutnya, sejak pertaa ia bekerja (5 tahun lalu) perusahan telah memberakua pajak penghasian kepada semua karyawa di perusahaan tempat ia bekerja. “Di tempat saya bekerja di potong 5 %,: jelasnya. Sementara untuk kejelasan hitganya, ia juga mengaku tidak pernah tahu.
Lain halya dengan yang diaami leh Gimi buruh perusahaan KM. “pajak penghasian di tepat saya tidak menentu. Kadang 5 % tapi sering juga 10 %”. Ketidak mengertia tentang pajak peghasan juga diaami oleh Juria. Menurutny seja perusaaan mengumkan bahwa buruh yang berpenghasilan Rp 4.000.000 per tahu dienai pajak penghasilan sebesar 20- %/tahun.
Tampak jelas bahwa PPh dan mekanisme penghitungannya masi sangat simpang siur dan tidak dipahami oleh buruh. Celakanya perusahaan juga tidak mensosialisaikan bagaimana penghituan yang sebenarya. Tidak menutup kemungkinan persoala PPh ini ustru menjadikan peluag bagi kalangan tertetu untuk menarik keuntuan karena bukti pembayaran pajakpun tak dapat dikontrol oleh buruh maupun oleh kantor pajak.
Dulu UMP, Kini PPh
Buruh agaknya merupakan “kaum pemilik naas”, sebab merka selalu mudah dijadika bulan-bulanan sehingga riwayatnya berkubang dalam penderitaan. Pada ra Orde Baru, buruh diperas habis-habisan untuk membesarkan para konglomerat sehiga aksi demo dimana-mana hanya menuntu kenaikan upah.
Selepas gerakan reformasi yang menangkan kekuasaan orba denga keadaan negeri yang terpuruk ke dalam kondisi krisis multi dimensi, wajar jika obsesi kaum buruh kepada soal kenaian upah melemah, meskipun masih ditandai dengan maanya tutuan atas berbagai soal tunjangan, sebagai upaya untu teap survive ala-kadarnya.
Sesunggunya dibal huru-hara perburuhan slama ini, ada yang diam-diam “menggerogoti” penghasilan kaum buruh yang sudah diusahakan mati-matian lewat bebagai aksi demonstrasi. Umumya para buruh belu meyadari hal ini, dan hanya “menerimanya dengan pasrah” saja. “Pengereogotan” ini terjadi dengan dalih pemungua PPh (Pajak Penasilan) Pasal 21 yang dilakukan secara seenakya oleh phak perusahan atau majikan, tanpa memperhatikan ketentua-ketentuan pelaksanaan pemotongannya.
Maka tidaklah berlebihan untuk menyatakan, bahwa apa yang telah diperuangkan ole para buruh selama ini untuk memperoleh upah wajar, menjadi sia-sia lagi ole pemotongan PPh 21 yang seenaknya itu. Sunggu mengherankan kalau meghadapi hal ini, para buruh bahkan bersikap “pasrah”. Membayar PPh memang kewajiban setiap warga negara, tetapi ada bebagai ketentuan, aturan dan batas-batanya. Buruh harus pedi akan hal ini.
Ketentuan
Pemerintah era reformasi tela mengeluarka ketentuan baru, yag mau tak mau harus dipahami oleh para “pemotong pajak”, yang tak lain adalah pihak perusahaan atau majikan. Perhitugan pemotongan PPh 21 haruslah dengan rincian, agar para buruh bisa memanfaatkan “keringan-keriganan” yang disediakan dlam peratuan yang baru.
Departemen Keuaangan RI telah mengeluarkan Keputusan Diretur Jendral Pajak No: KEP-545/JP./2000 tentang Petunjuk Pelaksanaan pemotogan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan Pasal 26 tertangal 29 Desember 2000, yang berlaku sejak tanggal 1 januari 2001. Kalau sebelunya pah buruh dipotong sebesar 10 % oleh PPh 21, sekarang besarnya pemotongan hanya 5 %.
Pasal 5 dari keputusan ini menerangkan penghasilan yang diptng PPh 21 mencakup penhaslan ang dierima atau diperoleh secara teratur berupa gaji, uag pensiu bulanan, uag lembur, uang sokogan, uang tuggu, uang ganti rugi tunjangan isri, tujangan anak, tjangan kemahalan, tunjanga paak, tunjangan iuran pensiun, tujangan pendidikan anak bea siswa, premi asuransi yang dibayar pemeri kerja dan penghasilan teratur lainnya dengan nama apapun.
Lalu juga penghasian tidak teratur berupa jasa produksi, tantiem, rafitasi, tunjangan cuti, tunjangan hari raya, tunjangan tahun baru, bonus, premi tahunan dan pehasilan sejenis lainya yang bersifat tidak tetap. Juga upa harian, upa migguan, upah borongan dan upah satuan. Uang tebusan pensiun, uang pesangon, uang tabugan hari tua atau jaminan Hari Tua dan pembayaran lain yang sejenis. Dari semua ketentuan ini diketahui bahwa seluruh pemasukan yang diperoleh oleh buruh dikenai PPh 21.
BURUH AKSI, PEMODAL TERANCAM
Paruh bulan januari 2001 lalu, persoalan buruh kembali marak menjadi headline di berbagai media massa dan elektronika. Kabar ini dipicu oleh pernyataan Sekjen Aprisindo (Apresiasi Persatuan Indonesia), yang megungkapkan ada 12 perusahaan sepatu yang akan hengkang ke vietnam. Hal ini terjadi karena marakna unjuk rasa buruh yang mengara ke anarkhi.
Pernyataan tersebut seketika menibulkan reaksi dari berbagai kalangan. Persoalan inipun menjadi agenda yang dibicarakan pada Sidang Kabinet (25/1) dan Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri memerintahkan Menteri terkait agar segera menyelesaikan masalah perburuhan, yang menurut pimpinan sejumlah asosiasi pengusaha telah terjadi pemicu diversifikasi lokasi usaha sejumlah perusahaan sepatu dan tekstil ke luar negeri.
Akibat mencuatnya persoalan ini, burupn merasa dipjokkan, seperti yang disampaikan oleh Dewan pegurus Pusat Serikat Buruh Sejahtera indoesia DPP SBSI) bahwa penilaian kelompok pengusaha yang menuding gerakan buruh di Indonesia sebagai penyebab hengkangya investasi adalah penilaian yang tidak mendasar dan cenderung mendiskreditkan citra buruh Indonesia. Selain itu, perihal beberapa pasal dalam Kepmenaker No. 150/2001 pun menjadi sortan dikalangan pengusaha dan dianggap sangat memberatka pengusaha.
Betapa menjadi penting dan seriusnya pebangunan idustri di negeri ini, yang kemudian praktis mengudang reaksi berlebihan, menurut salah satu Serikat Buruh di Semarang, ketika mengedepankan persoalan buruh. Benarkah maraknya demo buruh merupakan hal pokok yang diangap mengaca dunia perindustrian di Indonesia? Bagaimana dengan berbagai persoalan yang lain yang demikian runyamnya yang higga saat ini belum juga berakhir?
Job Order
Perihal ramainya yang juga disebut oleh sebagian kalangan sebagai relokasi industri ini, sempat dibantah oleh Menakertrans Alhilal Hadi. Menurutnya, tidak ada rencana relokasi industri ke negara lain. “Yang terjadi job order dari indonesia ke negara lain. Jadi bukan industrialisasinya yang dialika,” ujarnya Alhilal Hamdi dalam sebuah wawancara di salah satusatunya penyebab dari ‘gerahnya’ pengusaha. Artinya, persoalan yang membuat etar-ketir investor juga terkait dengan stabilitas keamanan, kepastia hukum dan masih banyak lagi lainnya persoalan yang megancam ketidakamanan investor.
Sejauh ini gerakan buruh adalah menuntut hak normatifnya yang pada realitasnya memang masih banyak tidak dipenuhi oleh pengusaha, setidaknya diwilayah Jawa Tengah. “Jika gerakan buruh sekedar diminta tambahan upa karena memang upanya rendah, apa yang bisda disalahkan,” ujar pengajar Faultas Ekonomi Universitas Indnesia, Prof. Dr. Didik J. Rachbini (Kompas, 5/2).
Penilaian bahwa aktivitas relokasi industri harus diakui kaena fenomena berbagai hal yang terjadi dalam situasi sosia politik di Indonesia, tertuang dalam dalam rumusan yang disampaikan oleh ketua Umum Kadin Abirizal Bachrie dan Ketua Komite pemulian Ekonomi Nasional (KPEN) Sofyan Wanandi kepad Presiden Gus Dur. Rumusan ini disampaikan ketka pernyatan yang mengatakan bahwa geraka buruh merupakan biang kelado dari relokasi industri ditagap[I secara keras oleh berbagai pihak. Rumuan tersebut adalah: Keamanan, Pelaksanaan Otonomi Daerah yang salah, Peburuhan, Perpajakan, Pertanian, restrukturisasi Utang swasta, Infrastruktur dan Perbankan.
Mestiya gerakan buruh yang marak akir-akhir ini direspon pengusaha sebagai upaya buruh untuk emperbaiki problem internanya, misanya upah yang redah, setidaknya yang ditegaskan oe Prof. Dr. Didik J. Rachbini. Geraa buruh sebagai upaya mempebaki daya tawar kolektif yang selama ini ditindas tidak saja oleh pengusaha, juga oleh negara. Tidak berlebiihan memang apa yang pernah disampaikan oleh Menakertrans bahwa apa yang mencuat tentag gerkan buruh yang dianggap mengancam dunia industri sebenarya hanya sebuah ancaman karena selama ini pengusaha terbiasa dimanja oleh subsidi dan juga pengusaha sudah terbiasa berlaku represif terhadap buruh.***
KEBEBASAN BERORGANISASI BAGI BURUH
Undang-undang Ri No. 21 tahun 2000 tentang Serikat pekerja/Serikat Buruh yang disahkan pada tanggal 4 Agustus 2000 sebelumnya diwarnai berbagai polematik pro-kontra khususnya di kalangan buruh. Kalangan buruh menilai bahwa Uu No. 21 tahun 2000 yang pada saat itu diajukan oleh Menteri Tenaga Kerja ke DPR RI sebagai RUU Serikat Pekerja, tepatnya adalah sebuah kelanjutan kebijakan Oba yang anti terhadap Serikat Buruh.
Ada beberapa hal ag disorot tajam oleh kalanga buruh dan pemerhati perburuhan dalam RUU SP saat ini diantaranya ialah amar pertimangan huruf b yang berbunyi: bahwa dalam rangka mewujudkan kemerdekaan berserikat, pekerja berhak membentuk dan mengembankan Serikat Pekerja yang mandiri, demokratis, bebas dan bertangu jawab. Pemakian kata bebas dan bertangung jawab inilah yang dikritis oleh kalagan perburuhan bahwa kata tersebut yang juga digunakan oleh Orba untuk membelenggu kebebasan, artinya penafsian bertangung jawab menjadi hak pengusaha dan tidak jelas ukuranya. Kegiatan yang tidak disukai oleh pengusaha diangap tidak ertanggungjawa.
Kendati RUU tersebut ditolak dan banyak pihak (Foru Buruh dan LSM untuk keadilan), tetapi akhiya pada tanggal 4 Agustus 2000 disahkan dan otomatis mulai tangal diahkannya UU SP diberlakukan dan tidak bisa ditolak lagi. Pemberlakuan UU SP ini harus diakui memberi angin segar bagi kalangan buruh yang selama Rezim Ora hak-hak untuk beroranisasi benar-benar digilas habis. Bayangkan saja, organisasi buruh yang diperbolehkan hidup aya SPSI yang notabene adalah perpanjangan tangan pengusaha. Jika ada Serikat Pekerja yang selain SPSI habis diberangus bahkan benar-benar tak boleh lahir.inilah sebuah pegedalian bermata rantai panjang dan kokoh sehingga buruh mustahil merontokkan mata antai tersebut.
Semangat Reformasi
Pemberlakuan UU SP/SB No. 21/2000, berdampak pada maraknya pembenkan Serikat Buruh di seluruh penjuru tanah air tak terkecuali Jawa Tengah. Betapapun, realitas ini diadari atau tidak, telah meberi athmosfer baru bahkan menubukan semangat buruh untuk beroaisasi yang kemudian menjadi tumpuan, dan oranisai yang dibangun benar-benar dapat mewakili kepentigan buruh. Mungkin inilah semangat reformasi yang juga megaliri nadi perburuhan di negeri ini.
Pentignya membangun serikat buruh telah dipahami sebagian kau buruh sejak lama. Persolannya ketia pemeritah hanya memperbolehkan 1 organisai saja dan celakanya organisasi buruh tersebut jauh dari kepentigan buruh. Pengebirian atas hak buruh utuk berorganisasi ini membuat semangat buruh melemah.
Kebebasan beserikat yag ditanggapi secara positif tampak di wilayah Semarang, Ungaran, Kendal, Pekalongan Jawa Tengah. Kendati tidak semua perusahaan di wilayah ini memiliki semangat untuk berorganisasi tapi kalau boleh disebut, hampir sebagaian besar buruh di berbagai perusahaan di wilayah ini bersemangat pada pebentukan Serikat Pekerja/Serikat Buruh yang demokratis. Dilandasi semangat reformasi, beberapa Serikat Buruh begaya lama uga telah merombak total kepengurusan organisasinya.
Kesadaran untu membentuk Serikat Buruh semakin melua. Ini menjadi penting kaena dala sistem masyarakat idustri searang ini, ada dua kelompok mayarakat yang saling bertentangan kepentingan antara majikan dan buruh. Untuk memperjuagkan berbagai kepentigan buruh, jelas dibuthkan persatuan dan disinilah fungsi Serikat Buruh.
Membangun Jaringan
Membagu jaringan antar Serikat Buruh-Federasi dan Konfederasi Serikat Buruh mutla harus dilaukan. Bahkan “berjejaring”diluar jalur buruhp sangat penting. Setidaknya begitu yang disampaikan oleh Sekjen FSBI (Federasi Serikat Buruh Independent), ramelan. Lebih jelasnya ia menyebutan sebagai strategis dan non-strategis.
“Alinasi strategis adalah jaringan sesama Serikat Buruh yang pnya visi dan isi yang sama. Sementara aliansi non-strategis adalah jarigan dengan lembaga, kelompok yang peduli pada orang kecil”, papar Ramelan panjang lebar.
:Tak kurang dari 25 Serikat Buruh di tikat basis yag telah terbent yang diprakarsai oleh FSBI. Kami melakukan pendampigan secara intensif, “ungkap ketua FSBI, Sumarsono SR. Selain itu, Sumarsono juga mengatakan, FSBI yang resmi tercatat di Depnekr Semarang, 31/10/2000, akan mendiran koperasi di tinkat basis dan sentra.
Pendidikan buruh adala prioritas FSBI. Maksudnya, pendidan yang berkesinambungan terus-menerus. Ini didasari sebagai bagian yang harus ditempu. Jelasnya, bahwa proses adalah hukum alam bagi pencapaian sesuatu.
Berfungsi
Setekah refomasi di tubu Serikat Buruh/Serikat Pekerja di perusahan, yang saat ini diketuai oleh Sri Wahyono, bisa k\bekerja maksimal dan menjaga komitmen tinggi bagi keberadaan buruh.. Membagun jarigan dengan NGO dan elemen lain untuk mengembagkan SDM menjadi prioritas utama Serikat Buruh.
Kebebasan berorganisai bagi buruh memang memberikan inspirasi tersendiri bagi dunia perburuhan. Namun yang harus dcermati dariadalah bahwa kebebasan yang lalu melahira berbaai Serikat Buru/pekerja sehiga sangat memungkinkan disetiap perusahaan akan berdiri lebih dari satu Serikat Buruh, justru akan dimanfaatkan oleh pihak perusahan untuk mengadu domba Serikat Buruh yang ada. Jika ini terjadi, sudah pasti gerakan buruh kembali ternoda. Toh dala tuisan ini, beberapa hal yag disampaikan oeh wakilburuh yang ditemui tim akarrumpt meang mengkhawatirkan dan meagukan apakah Serkat Buruh yang berbeda “baju” ini akan bisa bekera maksimal demi kepentingan buruh. Konflik internal, artinya antar Serikat Buruh sangat mungkin erjadi. Dan yang lebi penting untuk diperhaikan, konflik ini akan dimanfaatkan oleh pihak perusahan untuk memecah belah buruh.***
Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani
HANTU GLOBALISASI
Senin, 28 Desember 2009Diposting oleh tulkhan di Senin, Desember 28, 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar
TINGGALKAN PESAN ANDA