HATI-HATI MUSIM PENGHUJAN TELAH TIBA LINDUNGI KELUARGA ANDA DARI PENYAKIT YANG DISEBABKAB OLEH NYAMUK

SKIPSI BAB II

Sabtu, 19 Desember 2009

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Motivasi

1. Pengertian Motivasi

Motif dan motivasi merupakan suatu hal yang paling pokok di dalam berbagai aktivitas/pekerjaan manusia. Tanpa adanya motivasi, manusia tidak dapat mengerjakan aktifitasnya dengan baik. Oleh karena itu perlunya motivasi harus dibangkitkan dalam diri manusia. Pengertian motivasi telah banyak dikemukakan dan dikembangkan oleh para tokoh terkemuka. Sebelum membahas tentang gambaran motivasi terlebih dahulu dibahas mengenai pengertian motif. Di bawah ini akan dikemukakan berbagai pengertian tentang motif:

Kata motif dalam bahasa Inggris adalah “Motive” yang artinya, alasan, bergerak, membuat alasan menggerakkan, dorongan, kemauan (Shadili, 1976: 386). Secara istilah, motif (motive) adalah faktor efektif conatif (hasrat dan kemauan) yang digunakan dalam menentukan arah tingkah laku individu terhadap akhir atau tujuan dengan sadar dilihat atau tidak sadar.

Selanjutnya tentang pengertian motivasi adalah sebagai berikut:

Dalam kamus umum bahasa indonesia susunan Surayin (2001: 354) Motivasi adalah suatu dorongan yang timbul pada diri seseorang sadar atau tidak sadar untuk melalkukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu; usaha-usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau kelompok orang tertentu bergarak melakukan sesuatu karena ingin mencapai suatu tujuan yang dikehendakinya atau mendapat kepuasan dengan perbuatannya tersebut.

Menurut Purwanto (1990:73) motivasi merupakan usaha yang disadari untuk menggerakkan, mengarahkan dan menjaga tingkah laku seseorang agar ia terdorong untuk bertindak (beraktifatas) sehingga dapat mencapai hasil atau tujuan tertentu

Sedangkan menurut Suryabrata (2007: 70) motivasi adalah keadaan dalam pribadi orang yang mendorong individu untuk melakukan aktifitas-aktivitas tertentu guna memcapai sesuatu tujuan.

Walker (1967) dalam bukunya Conditioning and Instrumental Learning mengatakan motivasi adalah: “perubahan-perubahan yang dipelajari biasanya memberi hasil yang baik bilamana orang/individu mempunyai motivasi untuk melakukannya; dan latihan kadang-kadang menghasilkan perubahan-perubahan dalam motivasi yang mengakibatkan perubahan-perubahan dalam prestasi”. (Rohani, 2004: 12).

Dari berbagai pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah suatu dorongan yang disadari untuk melakukan aktifitas-aktifitas tertentu guna mencapai sebuah tujuan tertentu yang mengakibatkan perubahan-perubahan dalam prestasi.

2. Macam-Macam Motivasi

Motivasi merupakan usaha yang disadari untuk menggerakkan, mengarahkan dan menjaga tingkah laku seseorang agar ia terdorong untuk bertindak (beraktifatas) sehingga dapat mencapai hasil atau tujuan tertentu (Purwanto, 1990:73).

Motivasi merupakan kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Adapun dilihat dari datangnya/timbulnya, motivasi ada dua jenis yaitu: Intrinsic motivation dan Extrinsic motivation (Anwar, 1995: 97).

a. Motivasi Intrinsik (Intrinsic motivation)

Yaitu motivasi yang timbul dari dalam diri anak didik sendiri itu sendiri. Pada motivasi intrinsik anak belajar karena belajar itu sendiri bermanfaat bagi dirinya.

b. Motivasi Ektrinsik (Extrinsic motivation)

Motivasi ekstrinsik timbul dan ditimbulkan karena pengaruh/dorongan luar. Pada motivasi ekstrinsik anak belajar bukan karena untuk belajar itu sendiri, akan tetapi karena merupakan sesuatu dibalik kegiatan belajar itu.

3. Bentuk-Bentuk Motivasi

Adapun bentuk-bentuk motivasi yang ada di sekolah menurut S. Nasution, adalah sebagai berikut:

a. Memberi angka

Angka bagi siswa merupakan motivasi yang kuat, setiap siswa akan berusaha mencapai angka dengan sebaik mungkin dengan segenap tenaga dan kemampuannya. Oleh karena itu angka hendaknya menggambarkan hasil belajar yang sesungguhnya.

b. Hadiah

Hadiah dapat membangkitkan motivasi, bila setiap siswa mempunyai haerapan untuk memperolehnya. Hadiah juga dapat menyampingkan pikiran siswa dari tujuan belajar yang sesungguhnya.

c. Saingan

Kompetisi/saingan sering digunakan sebagai alat untuk mencapai prestasi yang lebih tinggi di segala lapangan. Persaingan sering mempertinggi hasil belajar, baik persaingan individu mau persaingan kelompok, karena di dalam persaingan setiap siswa diancam takut akan kegagalan.

d. Ego involement

Seseorang merasa ego involement atau keterlibatan diri, bila ia merasa penting terhadap suatu tugas dan menerimanya sebagai tantangan dan mempertaruhkan harga dirinya. Kegagalan berarti berusaha dengan segenap tenaganya untuk mencapai hasil baik, untuk menjaga harga diri.

e. Hasrat untuk belajar

Belajar akan lebih baik apabila siswa ada hasrat atau tekad untuk mempelajari sesuatu

f. Sering memberi ulangan

Siswa akan lebih giat belajar apabila tahu akan diadakan ulangan atau test pada waktu singkat test hendaknya jangan terlampau sering, sehingga pengaruhnya tidak berarti bagi siswa.

g. Mengetahui hasil

Dengan mengetahui hasil baik, memperbesar kegiatan belajar. Sukses mempertinggi usaha dan memperbesar minat siswa. Dengan hasil jelek akan berusaha untuk tidak terulang lagi.

h. Kerjasama

Kerjasama mempertinggi kegiatan belajar, bersama-sama melakukan tugas, bantu membantu dalam menunaikan tugas, mempertinggi kegiatan belajar. Oleh karenanya sekarang ini dikembangkan metode proyek.

i. Tugas yang “Challenging”

Memberi tugas yang menantang, siswa akan berusaha mengeluarkan segenap tenaganya untuk menyelesaikan dengan baik. Maka memberi tugas jangan terlalu mudah dan jangan terlalu sulit, sesuai kesanggupan. Menghadapkan siswa problem-problem akan merupakan motivasi yang baik.

j. Pujian, teguran dan celaan

Pujian terhadap hasil yang baik merupakan motivasi yang baik. Pujian merupakan suasana menyenangkan dan mempertinggi harga diri. Teguran digunakan untuk memperbaiki siswa yang berbuat kesalahan, namun harus dilakukan dengan hati-hati dan hindarkan celaan yang akan menjatuhkan harga diri siswa.

k. Hukuman

Hukuman lebih baik tidak dilakukan apabila masih dapat dilakukan dengan bentuk lain. Apabila siswa diberikan hukuman badan, pengasingan, celaan dan lain-lain.

l. Standar atau taraf aspirasi yang telah ditentukan

Taraf ini menentukan tingkat tujuan yang harus dicapai. Adakalanya efektif tetapi kadang-kadang merusak.

m. Minat

Pelajaran-pelajaran lancar bila ada minat, siswa malas, tidak belajar, gagal karena tidak adanya minat.

n. Suasana yang menyenagkan

Siswa harus merasa aman dan senang di dalam kelas sebagai anggota yang dihargai dan dihormati.

o. Tujuan yang diakui dan diterima baik oleh siswa.

Motivasi selalu mempunyai tujuan, kalau tujuan berarti bagi siswa, maka akan berusaha untuk mencapainya. Tujuan yang menarik merupakan motivasi yang terbaik.

4. Motivasi Dalam Belajar

Dalam perilaku belajar terdapat motivasi belajar. Pemahaman terhadap motivasi ini penting didalam usaha untuk membuat anak didik untuk lebih bersemangat. Crow memperjelas pentingnya motivasi dalam belajar seperti berikut:

“belajar harus diberi motivasi dengan berbagai cara sehingga minat yang dipentingkan dalam belajar itu dibangun dari minat yang telah ada pada diri anak”.

Kegiatan belajar akan tercipta apabila minat atau motif belajar yang ada di dalam diri peserta didik itu akan memperkuat motif kea rah tingkah laku (belajar). Minat ini dapat ditumbuhkan dengan cara:

a. Membangkitkan suatu kebutuhan, yaitu kebutuhan untuk menghargai suatu keindahan, untuk dapat menghargai, dan sebagainya,

b. Menghubungkan dengan pengalaman-pengalaman yang lampau,

c. Memberikan kesempatan untuk mendapat hasil yang baik, knowing success like success atau mengetahui sukses yang diperoleh individu itu, sebab sukses akan menimbulkan rasa puas.

Oleh karena itu, perlu adanya tanggung jawab guru agar pengajaran berhasil dengan baik. Maka membangkitkan motivasi ekstrinsik ini menjadi kewajiban guru untuk melaksanakannya. Diharapkan lambat laun akan timbul kesadaran sendiri pada anak untuk belajar. Jadi, sasaran guru ialah untuk menimbulkan motivasi diri (Self Motivation) (Rusyan, 1989:120)

5. Unsur-Unsur yang Mempengaruhi Motivasi Belajar

Motivasi belajar merupakan segi kejiwaan yang mengalami perkembangan, artinya pengaruh oleh kondisi fisiologis dan kematangan psikologi siswa. Sebagai ilustrasi, keinginan anak untuk membaca majalah misalnya, terpengaruh oleh kesiapan alat-alat indra untuk mengucap kata. Adapun unsur-unsur yang mempengaruhi motivasi dalam belajar menurut Mudjiono (2002:97-100) adalah sebagai berikut:

a. Cita-cita atau aspirasi siswa

Cita-cita akan memperkuat motivasi belajar intrinsik maupun ekstrinsik. Sebab tercapainya suatu cita-cita akan mewujudkan aktualisasi diri.

b. Kemampuan siswa

Keinginan seorang anak perlu dibarengi dengan kemampuan atau kecakapan mencapainya. Latihan yang berulang-ulang akan membentuk suatu kemampuan yang diinginkannya, secara pelan-pelan terjadilah kegemaran yang akan timbul dalam diri anak tersebut. Sehingga akan tercapainya keberhasilan yang akan memuaskan dan menyenangkan hatinya. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa kemampuan akan memperkuat motivasi anak untuk melaksanakan tugas-tugas perkembangan.

c. Kondisi siswa

Kondisi siswa yang meliputi kondisi jasmani dan rohani mempengaruhi belajar.

d. Kondisi lingkungan siswa

Lingkungan siswa dapat berupa keadaan alam, lingkungan tempat tinggal, pergaulan sebaya, dan kehidupan kemasyarakatan. Sebagai anggota masyarakat siswa dapat terpengaruh oleh lingkungan sekitar. Dengan lingkungan yang aman, tentram, tertib, dan indah, maka semangat dan motivasi belajar mudah diperkuat.

e. Unsur-unsur dinamis dalam belajar dan pembelajaran

Pelajar yang masih berkembang jiwa raganya, lingkungan yang semakin bertambah baik berkat dibangun, merupakan kondisi dinamis yang bagus bagi pembelajaran. Guru yang professional diharapkan mampu memenfaatkan sumber belajar disekitar sekolah untuk memotivasi belajar.

f. Upaya guru dalam membelajarkan siswa

Upaya guru membelajarkan siswa terjadi di sekolah dan di luar sekolah. Upaya pembelajaran di sekolah meliputi hal-hal berikut:

1) Menyelenggarakan tertib belajar di sekolah,

2) Membina disiplin belajar dalam tiap kesempatan, seperti pemanfaatan waktu dan pemeliharaan fasilitas sekolah.

3) Membina belajar tertib pergaulan.

4) Membina belajar tertib lingkungan sekolah.

Disamping penyelenggaraan tertib yang umum tersebut, maka secara individual tiap guru menghadapi anak didiknya. Upaya pembelajaran tersebut meliputi:

1). Pemahaman tentang diri siswa dalam rangka kewajiban tertib belajar.

2). Pemanfaatan penguatan berupa hadiah, kritik, hukuman secara tepat guna.

3). Mendidik cinta belajar.

B. Belajar

1. Pengertian Belajar

Belajar merupakan kegiatan yang paling pokok dalam proses pendidikan di sekolah, meskipun tidak selamanya belajar harus berada di sekolah. Belajar sebagai kegiatan pokok berperan penting dalam pencapaian tujuan pendidikan yang diharapkan atau dicita-citakan. Oleh karena itu para ahli menaruh perhatian pada teori-teori belajar.

Berikut ini dikemukakan beberapa definisi belajar, diantaranya:

Learning is process through which experience causes permanent change in knowledge or behavior (Woolfolk, 1995:196).

Pengertian belajar lebih lanjut dalam kamus pendidikan seperti yang dikutip Crow & Crow diartikan sebagai perubahan dalam respon atau tingkah laku (seperti inovasi, eliminasi atau modifikasi respon, yang mengandung setaraf dengan ketepatan), yang sebagian atau seluruhnya disebabkan oleh pengalaman, “pengalaman” yang serupa itu terutama yang sadar, namun kadang-kadang mengandung juga komponen penting yang tak sadar, seperti yang biasa terdapat dalam belajar gerak ataupun dalam reaksinya terhadap perangsang-perangsang yang tak teratur ataupun yang amat halus; termasuk juga perubahan tingkah laku dalam suasana emosional, namun yang lebih lazim ialah perubahan yang berhubungan dengan bertambahnya pengetahuan simbolik atau ketrampilan gerak; tidak termasuk adanya perubahan-perubahan fisiologis seperti keletihan (fatigue), atau halangan atau tidak berfungsinya indera untuk sementara setelah berlangsungnya perangsang-perangsang yang terus menerus-menerus (Abror, 1945:272).

Pengertian belajar menurut Hilgard yang dikutip oleh Simandjuntak (1983:59) mengatakan bahwa, “Learning in the process by which an activity originates or the changed through responding to a situation, provided the changes can not be attributed to growth or the tempory state of the organism as in fatique or under drugs”.

Belajar adalah suatu proses perubahan kegiatan, reaksi terhadap lingkungan, perubahan tersebut tidak dapat disebut belajar apabila disebabkan oleh pertumbuhan atau keadaan sementara seseorang seperti kelelahan atau disebabkan obat-obatan.

Belajar adalah semua upaya manusia atau individu memobilisasikan (menggerakkan, mengerahkan, dan mengarahkan) semua sumber daya yang dimilikinya (fisik, mental, intelektual, emosional, dan sosial) untuk memberikan jawaban (respon) yang tepat terhadap problema yang dihadapi (Abdurrahman, 1994:17)

Ngalim Purwanto (1999:85) mengemukakan adanya beberapa elemen yang penting yang mencirikan pengertian tentang belajar, yaitu: Belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku, di mana perubahan itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik, tetapi juga ada kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk; Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau pengalaman, dalam arti perubahan-perubahan yang disebabkan oleh pertumbuhan atau kematangan tidak dianggap sebagai belajar, seperti perubahan-perubahan yang terjadi pada diri seorang bayi; Perubahan itu harus relatif mantap, harus merupakan akhir daripada suatu periode waktu yang cukup panjang; Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut berbagai aspek kepribadian, baik fisik maupun psikologis, seperti: perubahan dalam pengertian, pemecahan suatu masalah/berpikir, ketrampilan, kecakapan, kebiasaan, ataupun sikap.

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian belajar adalah proses perubahan kualitatif dan kuantitatif pengetahuan dan perilaku seseorang yang dihasilkan dari praktik dan pengalaman. Bertolak dari pengertian belajar, maka dapat dipahami bahwa belajar merupakan suatu usaha untuk memperoleh kepandaian atau kecerdasan, ilmu atau wawasan, ketrampilan dan pengalaman. Sehingga atas pertimbangan inilah, kiranya diperlukan suatu strategi atau pola atau cara yang diperlukan untuk mencapai hasil yang lebih baik dalam belajarnya.

2. Teori-Teori Belajar

Bertitik tolak dari berbagai pandangan dari sejumlah ahli mengenai belajar, meskipun diantara mereka para ahli ada perbedaan mengenai pengertian belajar, namun baik secara eksplisit maupun implisit diantara para ahli terdapat kesamaan maknanya, “suatu proses perubahann perilaku atau pribadi seseorang berdasarkan praktek atau pengalaman tertentu”. Hal-hal pokok dalam pengertian belajar adalah belajar itu membawa perubahan tingkah laku karena pengalaman dan latihan.

Belajar merupakan proses terbentuknya tingkah laku baru yang disebabkan individu merespon lingkungannya, melalui pengalaman pribadi yang tidak termasuk kematangan, pertumbuhan atau instink. Belajar sebagai proses akan terarah kepada tercapainya tujuan (goal oriented) dari pihak siswa maupun dari pihak guru. Tujuan itu dapat diidentifikasi dan bahkan dapat diarahkan sesuai dengan maksud pendidikan.

a. Teori Disiplin Mental

Teori disiplin mental (Plato, Aristoteles) mengungkap bahwa dalam belajar mental siswa didisiplinkan atau dilatih. Dalam mengajar siswa membaca, guru yang mengikuti teori ini berarti melatih ‘otot-otot’ mental siswa.

Menurut rumpun psikologi teori disiplin mental ini individu memiliki kekuatan, kemampuan, atau potensi-potensi tertentu. Sedangkan menurut psikologi daya atau ‘faculty psychology’ individu memiliki sejumlah daya-daya yaitu daya mengindera, mengenal, mengingat, menangkap, menghayal, berpikir, merasakan, berbuat dan sebagainya. Daya-daya itu dapat dikembangkan melalui latihan dalam bentuk ulangan-ulangan, seperti latihan mengamati benda, gambar, latihan mendengarkan bunyi dan suara, latihan mengingat kata , arti kata, dan letak suatu kota dalam peta.

Herbart (1776-1841) melanjutkan gagasan Pestalozzi tentang mempsikologikan pendidikan, dengan jalan menyusun pedagogic yang memadukan filsafat dan psikologi dalam menerangkan peristiwa pendidikan. Herbart menyebut teorinya dengan Vorstellungen yang dapat diterjemahkan sebagai tanggapan-tanggapan yang tersimpan dalam kesadaran. Tanggapan ini meliputi tiga bentuk yaitu,

1) Impresi indra,

2) Tanggapan dari impresi indra yang lalu dan,

3) Perasaan senang atau tidak senang.

Tanggapan-tanggapan tersebut berbeda kekuatannya, tanggapan yang kuat besar pengaruhnya terhadap kehidupan individu.

Jadi belajar adalah mengusahakan adanya tanggapan sebanyak-banyaknya dan sejelas-jelasnya pada kesadaran individu. Hal yang berkaitan dengan tanggapan itu diperoleh melalui pemberian bahan yang sederhana tetapi penting dan juga menarik, kemudian memberikannya sesering mungkin. Jadi dalam teori Herbart juga tetap menekankan pentingnya ulangan-ulangan.

b. Teori Behaviorisme

Rumpun teori ini disebut Behaviorisme karena sangat menekankan perilaku atau tingkah laku yang dapat diamati dan diukur, teori Behaviorisme bersifat molekuler karena memandang kehidupan individu terdiri atas unsur-unsur seperti molekul-molekul (Sagala, 2009: 42)

Teori Behavisiorisme mempunyai beberapa ciri-ciri, diantaranya sebagai berikut:

1) Mengutamakan unsur-unsur atau bagian-bagian kecil,

2) Bersifat mekanistis,

3) Menekankan peranan lingkungan,

4) Mementingkan pembentukan reaksi atau respon,

5) Menekankan pentingnya latihan. (Sukmadinata, 2003:168).

Thorndike (1874-1949) adalah pencetus teori belajar ini, dia melakukan eksperimennya belajar pada binatang yang juga berlaku untuk manusia yang disebut Thorndike dengan ‘trial and error’. Thorndike menghasilkan teori belajar ‘connectionism’ karena belajar merupakan proses pembentukan koneksi-koneksi antara stimulus dan respon. Thorndike mengemukakan tiga prinsip dalam belajar yaitu:

1) Law of readines, belajar akan berhasil apabila individu memiliki kesiapan untuk melakukan perbuatan tersebut

2) Law of exercise, belajar akan berhasil apabila banyak latihan dan ulangan

3) Law of effect, belajar akan bersemangat apabila mengetahui dan mendapatkan hasil yang baik.

Seorang anak yang belajar dengan giat dan di dapat menjawab semua pertanyaan dalam ulangan dan ujian, maka guru memberikan penghargaan pada anak itu dengan nilai yang tinggi, pujian atau hadiah. Prinsip-prinsip belajar menurut teori Behavisiorisme yang dikemukakan oleh Herley dan Davis (1978) yang banyak dipakai adalah:

1) Proses belajar dapat terjadi dengan baik apabila siswa ikut terlibat secara aktif didalamnya,

2) Materi pelajaran diberikan dalam bentuk unit-unit kecil dan diatus sedemikian rupa sehingga hanya perlu memberikan suatu respon tertentu,

3) Tiap-tiap respon diberi umpan balik secara langsung sehingga siswa dapat dengan segera mengetahui apakah respon yang diberikan betul atau tidak,

4) Diberi penguatan setiap kali siswa memberikan respon apakah bersifat positif atau negatif.

Pengjaran berprogram disajikan dalam berbagai bentuk media pengajaran. Dengan penggunaan pelajaran berprogram dimungkinkan anak belajar secara individual, guru dalam hal ini sebagai pengarah, pendorong, dan pengelola belajar, artinya belajar benar-benar diperuntukkan untuk mengembangkan kemampuan pribadi siswa dalam mengembangkan potensinya melalui berbagai aktifitas belajar.

c. Teori Kognitive Gestalt-Filed

Teori belajar Gestalt (Gestalt Theory) ini lahir di Jerman tahun 1912 dipelopori dan dikembangkan oleh Max Wertheimer (1880-1920) yang meneliti tentang pengamatan dan problem solving, dari pengamatannya ia menyesalkan penggunaan metode menghafal disekolah, dan menghendaki agar murid belajar dengan pengertian bukan hafalan akademis.

Gestalt dalam bahasa Jerman berarti ‘whole configuration’ atau bentuk yang utuh, pola, kesatuan, dan keseluruhan, artinya Gestalt adalah keseluruhan lebih berarti dari bagian-bagian.

Dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Aliran ini berpendirian bahwa manusia adalah organisme yang aktif berusaha mencapai tujuan, bahwa individu bertindak atas berbagai pengaruh di dalam dan di luar individu.

Teori belajar menurut Gestalt, diantaranya:

1) Belajar berdasarkan keseluruhan. Orang berusaha menghubungkan pelajaran dengan pelajaran yang lain sebanyak mungkin. Mata pelajaran yang bulat lebih mudah dimengerti dari pada bagian-bagiannya.

2) Belajar adalah suatu proses perkembangan. Anak-anak baru dapat mempelajari dan mencernakan bila ia telah matang untuk menerima bahan pelajaran itu. Manusia suatu organisme yang berkembang kesediaan mempelajari sesuatu ditentukan oleh kematangan batiniah, tetapi juga perkembangan anak karena lingkungan dan pengalaman.

3) Anak sebagai organisme keseluruhan. Anak belajar tak hanya intelektualnya saja, tetapi juga emosional dan jasmaninya.

4) Terjadi transfer. Belajar pada pokoknya yang terpenting penyesuaian pertama ialah memperoleh response yang tepat. Bila dalam suatu kemampuan telah dikuasai dengan betul-betul maka dapat dipindahkan untuk kemampuan yang lain.

5) Belajar adalah reorganisasi pengalaman. Pengalaman adalah suatu interaksi antara individu dengan lingkungannya. Belajar itu baru timbul bila seseorang menemui situasi/soal baru. Dalam menghadapi itu ia akan menggunakan segala pengalaman yang dimiliki.

6) Belajar harus dengan insight. Insight adalah satu saat dalam proses belajar dimana seseorang melihat tentang pengertian mengenai sangkutpaut dan hubungan tertentu dalam unsur yang mengandung suatu problem (Kuryani, 2003:80).

Menurut aliran ini seorang dikatakan belajar jika ia mendapat “insight”. Insight itu diperoleh bila ia melihat hubungan tertentu antara berbagai unsur dalam situasi itu, sehingga hubungan itu menjadi jelas baginya dan dengan demikian memecahkan masalah itu.

Timbulnya insight tergantung pada:

1) Kesanggupan, kematangan dan inteligensi individu. Anak-anak yang terlampau muda atau bodoh tidak sanggup memecahkan suatu soal karena tidak memperoleh insight dalam seluk beluk masalah itu.

2) Pengalaman seseorang. Seorang montir lebih mudah memperoleh insight dalam soal-soal mesin daripada seseorang guru besar yang tak mempunyai pengalaman dalam bidang itu.

3) Sifat atau taraf kompleksitas situasi. Kalau situasi itu terlampau kompleks, insight tak sanggup diperoleh sehingga masalah itu tak terpecahkan.

4) Latihan. Dengan latihan-latihan dapat mempertinggi kesanggupan memperoleh insight dalam situasi-situasi yang bersamaan yang telah banyak dihadapi sebelumnya.

5) Trial and error. Sering tak segera jalan untuk memecahkan suatu masalah terlihat. Setelah mengadakan beberapa percobaan, terdapat gambaran yang lebih jelas tentang hubungan antara berbagai unsur dalam problema itu, sehingga akhirnya kita peroleh insight dan kita pecahkan masalah itu (Nasution, 2000:42).

Adanya berbagai teori belajar menunjukkan bahwa proses belajar itu kompleks. Mungkin tidak ada teori yang memberi seluruh kebenaran. Mungkin untuk lower learning misalnya menghafal nama-nama atau kata-kata lebih tepat digunakan teori Connectionisme dan Conditioning, sedangkan untuk higher learning yaitu untuk hal-hal yang sulit seperti memecahkan masalah diperlukan teori Gestalt.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar

Secara global menurut Slameto (2003:56-56) faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dapat dibedakan menjadi dua macam, yakni factor intern dan factor ekstern:

a. Faktor Intern

Faktor internal yakni faktor yang berasal dari dalam diri sendiri meliputi dua aspek, yakni: 1) aspek fisiologis (yang bersifat jasmaniah); 2) aspek psikologis (yang bersifat rohaniah).

1) Aspek fisiologis/jasmaniah

Kondisi umum jasmani dapat mempengaruhi semangat dan intensitas dalam mengikuti pelajaran. Aspek fisiologis dapat berupa:

a). Kesehatan

b). Cacat tubuh

c). Aspek psikologis

Ada tujuh faktor yang tergolong ke dalam faktor psikologis yang mempengaruhi belajar. Faktor-faktor itu adalah:

a). Inteligensi

Inteligensi adalah kecakapan yang terdiri dari tiga jenis yaitu kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan ke dalam situasi yang baru dengan cepat dan efektif, mengetahui/menggunakan konsep-konsep yang abstrak secara efektif, mengetahui relasi dan mempelajarinya dengan cepat.

b). Perhatian

Perhatian adalah keaktifan jiwa yang dipertinggi, jiwa itu pun semata-mata tertuju kepada suatu obyek (benda/hal) atau sekumpulan objek.

c). Minat

Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan.

d). Bakat

Bakat adalah kemampuan untuk belajar. Kemampuan itu baru akan terealisasi menjadi kecakapan yang nyata sesudah belajar atau berlatih.

e). Motif

Motif adalah sesuatu yang mendorong individu untuk berperilaku.

f). Kematangan

Kematangan adalah suatu tingkat/fase dalam pertumbuhan seseorang, di mana alat-alat tubuhnya sudah siap untuk melaksanakan kecakapan baru.

g). Kesiapan

Kesiapan adalah kesediaan untuk memberi respon atau bereaksi.

b. Faktor Ekstern

Faktor ekstern yang berpengaruh terhadap belajar dapat dikelompokkan menjadi dua faktor, yaitu:

1) Faktor keluarga

Pengaruh keluarga dapat berupa: cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah tangga dan keadaan ekonomi keluarga.

2) Faktor sekolah

Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar ini mencakup metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, metode belajar dan tugas rumah.

Muhibbin Syah (1999:140) menambahkan, selain faktor intern dan ekstern tersebut, faktor pendekatan belajar juga dapat berpengaruh terhadap taraf keberhasilan belajar. Pendekatan belajar meliputi strategi dan metode yang digunakan untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran.

Pendekatan belajar dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu: 1) pendekatan rendah (reproductive dan surface); 2) pendekatan menengah (analytical dan deep); 3) pendekatan tinggi (speculative dan achieving).

C. Pelajaran Sains (IPA)

1. Pengertian Pelajaran Sains (IPA)

Menurut Kurikulum Pendidikan Dasar dalam Garis-garis Besar Program Pendidikan (GBPP) kelas V Sekolah Dasar dinyatakan:

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau sains merupakan hasil kegiatan manusia yang berupa pengetahuan, gagasan dan konsep-konsep yang terorganisasi tentang alam sekitar, yang diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian proses kegiatan ilmiah antara lain penyelidikan, penyusunan dan pengujian gagasan-gagasan.

Lebih lanjut pengertian IPA menurut Fisher (1975) yang dikutip oleh Muh. Amin (1987:3) mengatakan bahwa “Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah salah satu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematik yang didalamnya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam”.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa IPA (Sains) merupakan salah satu kumpulan ilmu pengetahuan yang mempelajari alam semesta, baik ilmu pengetahuan yang mempelajari alam semesta yang bernyawa ataupun yang tak bernyawa dengan jalan mengamati berbagai jenis dan perangkat lingkungan alam serta lingkungan alam buatan. IPA (Sains) merupakan cara mencari tahu tentang alam secara sistematik untuk menguasai pengetahuan, fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, proses penemuan, dan memiliki sikap ilmiah. Pendidikan Sains di SD bermanfaat bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar. Pendidikan Sains menekankan pada pemberian pengalaman langsung dan kegiatan praktis untuk mengembangkan kompetensi agar siswa mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan Sains diarahkan untuk “mencari tahu” dan “berbuat” sehingga dapat membantu siswa untuk memperolehpemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar (Depdiknas 2004:33).

Menurut Sumaji (1998:31), IPA (Sains) berupaya untuk membangkitkan minat manusia agar mau meningkatkan kecerdasan dan pemahamannya mengenai alam sekitarnya. Mata pelajaran IPA adalah program untuk menanamkan dan mengembangkan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai ilmiah pada siswa serta rasa mencintai dan menghargai kebesaran Sang pencipta (Depdikbud 1993/1994: 97).

2. Tujuan Pelajaran Sains (IPA)

Tujuan pemberian mata pelajaran IPA atau sains munurut Sumaji (1998:35) adalah agar siswa mampu memahami dan menguasai konsep-konsep IPA serta keterkaitan dengan kehidupan nyata. Siswa juga mampu menggunakan metode ilmiah untuk memcahkan masalah yang dihadapinya, sehingga lebih menyadari dan mencintai kebesaran serta kekuasaan Penciptanya.

Pengajaran IPA menurut Depdikbud (1993/1994:98-99) bertujuan agar siswa:

a. Memahami konsep-konsep IPA dan kaitannya dengan kehidupan sehari-sehari.

b. Memiliki keterampilan proses untuk mengembangkan pengetahuan, dan ide tentang alam di sekitarnya.

c. Mempunyai minat untuk mengenal dan mempelajari benda-benda serta peristiwa di lingkungan sekitar.

d. Bersikap ingin tahu, tekun, terbuka, kritis, mawas diri, bertanggungjawab, bekerjasama dan mandiri.

e. Mampu menerapkan berbagai macam konsep IPA untuk menjelaskan gejala-gejala alam dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.

f. Mampu menggunakan teknologi sederhana yang berguna untuk memecahkan suatu masalah yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.

g. Mengenal dan memupuk rasa cinta terhadap alam sekitar, sehingga menyadari kebesaran dan keagungan Tuhan Yang Maha Esa.

Menurut Kurikulum Pendidikan Dasar dalam Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) Sekolah Dasar dinyatakan bahwa tujuan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam atau Sains adalah sebagai berikut:

a. Menanamkan rasa ingin tahu dan suatu sikap positif terhadap teknologi dan masyarakat.

b. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan.

c. Menanamkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep sains yang akan bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

d. Mengembangkan kesadaran tentang peran dan pentingnya sains kehidupan sehari-hari.

e. Mengalihgunakan pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman kebidang pengajaran lainnya.

f. Ikut serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam.

g. Menghargai ciptaan Tuhan akan lingkungan alam.

Maksud dan tujuan tersebut adalah agar anak memiliki pengetahuan tentang gejala alam dan berbagai jenis dan peran lingkungan alam dari lingkungan buatan dengan melalui pengamatan agar anak tidak buta dengan pengetahuan dasar mengenai IPA atau Sains.

3. Fungsi Pelajaran Sains (IPA)

Menurut Kurikulum Pendidikan Dasar (Depdikbud 1993/1994:97-98) Mata Pelajaran IPA berfungsi untuk:

a. Memberikan pengetahuan tentang berbagai jenis dan perangai lingkungan alam dan lingkungan buatan yang berkaiatan dengan pemanfaatannya bagi kehidupan sehari-hari.

b. Mengembangkan keterampilan proses.

c. Mengembangkan wawasan, sikap dan nilai yang berguna bagi siswa untuk meningkatkan kualitas kehidupan sehari-hari.

d. Mengembangkan kesadaran tentang adanya hubungan keterkaitan yang saling mempengaruhi antara kemajuan IPA dan teknologi dengan keadaan lingkungan di sekitarnya dan pemanfaatannya bagi kehidupan sehari-hari.

e. Mengembangkan kemajuan untuk menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), serta keterampilan yang berguna dalam kehidupan sehari-hari maupun untuk melanjutkan pendidikannya ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi.

4. Ruang Lingkup Pelajaran Sains (IPA)

Ruang lingkup mata pelajaran Sains meliputi dua aspek:

a. Kerja Ilmiah yang mencakup: penyelidikan/penelitian, berkomunikasi ilmiah, pengembangan kreativitas dan pemecahan masalah, sikap dan nilai ilmiah.

b. Pemahaman konsep dan penerapannya yang mencakup:

1). Makhluk hidup dan proses kehidupannya yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya.

2). Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat, gas.

3). Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya, dan pesawat sederhana.

4). Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tatasurya dan benda-benda langit lainnya.

5). Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat merupakan penerapan konsep sains dan saling keterkaitannya dengan lingkungan, teknologi, dan masyarakat melalui pembuatan suatu karya teknologi sederhana termasuk merancang dan membuat.

IPA atau sains di SD diberikan sebagai mata pelajaran sejak kelas III sedang kelas I dan II tidak diajarkan sebagai mata pelajaran yang berdiri sendiri, tetapi diajarkan secara sistematis. Karena di dalam penelitian ini yang dikaji bahan mata pelajaran kelas V maka di bawah ini konsep-konsep pengembangan pengetahuan IPA atau sains di kelas V semester I antara lain:

(1) Organ tubuh manusia dan hewan.

(2) Tumbuhan hijau.

(3) Penyesuaian makhluk hidup dengan lingkungannya.

(4) Struktur bahan.

(5) Perubahan benda.

(6) Gaya magnet, gravitasi.

Konsep dan kegiatan pendidikan IPA atau sains di SD merupakan pengenalan konsep dasar kegiatan IPA. Keseluruhan konsep tersebut merupakan konsep baru dan berfungsi sebagai prasyarat pendukung maupun sebagai dasar bahan kajian IPA di pendidikan menengah.

D. Metode Mengajar

1. Pengertian Metode Mengajar

Dalam kamus bahasa indonesia, susunan Surayin (2001:342) metode adalah cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud; cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan.

Metode (method) secara harfiyah berarti ‘cara’. Dalam pemakaian umum, metode diartikan sebagai cara melakukan sesuatu kegiatan atau cara melakukan pekerjaan dengan menggunakan fakta dan konsep-konsep secara sistematis (Muhibbin Syah, 1995:202).

Selanjutnya, yang dimaksud dengan metode mengajar ialah cara yang berisi prosedur baku untuk melaksanakan kegiatan kependidikan, khususnya kegiatan penyajian materi pelajaran kepada siswa (Tadrif, 1989).

Dari beberapa pendapat di atas jelaslah bahwa metode merupakan cara yang gunakan untuk mencapai sebuah tujuan, Untuk mencapai tujuan yang diharapkan, hendaknya guru dalam menerapkan metode terlebih dahulu melihat situasi dan kondisi yang paling tepat untuk dapat diterapkannya suatu metode tertentu, agar dalam situasi dan kondisi tersebut dapat tercapai hasil proses pembelajaran dan membawa peserta didik ke arah yang sesuai dengan tujuan pendidikan.

2. Macam-Macam Metode Dalam Pelajaran Sains

a. Metode Ceramah (Preaching Method)

Metode ceramah yaitu sebuah metode mengajar dengan menyampaikan informasi dan pengetahuan saecara lisan kepada sejumlah siswa yang pada umumnya mengikuti secara pasif (Djamhari, 2002:110). Metode ceramah dapat dikatakan sebagai satu-satunya metode yang paling ekonomis untuk menyampaikan informasi, dan paling efektif dalam mengatasi kelangkaan literatur atau rujukan yang sesuai dengan jangkauan daya beli dan paham siswa.

b. Metode Diskusi (Discussion Method)

Djamhari (2002:99) mendefinisikan bahwa metode diskusi adalah cara penyajian pelajaran dimana siswa-siswa dihadapkan pada suatu masalah yang bisa berupa pernyataan atau pertanyaan yang bersifat problematic untuk dibahas dan dipecahkan bersama.

c. Metode Demontrasi (Demonstration Method )

Metode demonstrasi adalah metode mengajar dengan cara memperagakan barang, kejadian, aturan, dan urutan melakukan suatu kegiatan, baik secara langsung maupun melalui penggunaan media pengajaran yang relevan dengan pokok bahasan atau materi yang sedang disajikan (Muhibbin Syah, 1995:209 ).

d. Metode Percobaan (Experimental Method)

Metode percobaan (Eksperimen) adalah cara penyajian pelajaran, dimana siswa melakukan percobaan dengan mengalami dan membuktikan sendiri suatu yang dipelajari (Djamhari, 2002:95).

e. Metode Penemuan (Discovery)

Suryosubroto (2002:193) mengutip pendapat Sund (1975) bahwa Discovery adalah proses mental dimana siswa mengasimilasi sesuatu konsep atau sesuatu prinsip. Proses mental tersebut misalnya mengamati, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan, dan sebagainya.

f. Metode Karya Wisata

Metode karya wisata adalah suatu metode mengajar yang dirancang terlebih dahulu oleh pendidik dan diharapkan siswa membuat laporan dan didiskusikan bersama dengan peserta didik yang lain serta didampingi oleh pendidik, yang kemudian dibukukan (Djamhari, 2002:105).

g. Metode Perancangan (projeck method)

Metode perencanaan atau proyek adalah cara penyajian pelajaran yang bertitik tolak dari suatu masalah, kemudian dibahas dari berbagai segi yang berhubungan sehingga pemecahannya secara keseluruhan dan bermakna (Djamhari, 2002:94).

h. Metode Pemecahan Masalah (Problem solving method)

Metode Pemecahan Masalah (Problem solving) yaitu suatu metode mengajar dimana pendidik harus merancang suatu proyek yang akan diteliti sebagai obyek kajian. Metode pemecahan masalah bukan hanya sekedar metode mengajar, tetapi juga merupakan suatu netode berpikir, sebab dalam probem solving dapat menggunakan metode-metode lainnya yang yang dimulai dengan mencari data sampai kepada menarik kesimpulan (Djamhari, 2002:103).

E. Metode Eksploratory

1. Pengertian Metode Eksploratory

Eksploratory berasal dari kata eksplorer, yang berarti penjelajahan. Dalam hal ini eksploratory diartikan sebagai metode Jelajah Alam Sekitar (JAS). Ekploratory merupakan pendekatan pembelajaran sains yang memanfaatkan objek langsung melalui kegiatan pengamatan, diskusi dan pelaporan hasil (Mariyanti, 2006).

Menurut Mariyanti (2006) pendekatan Eksploratory didasarkan pada tiga ciri pokok yaitu :

a. Selalu dikaitkan dengan alam sekitar secara langsung, tidak langsung maupun dengan menggunakan media.

b. Selalu ada kegiatan berupa peramalan, pengamatan, dan penjelasan.

c. Ada laporan untuk dikomunikasikan baik secara lisan, tulisan, gambar, foto, atau audiovisual.

Gerakan pendidikan yang mendekatkan anak dengan alam sekitarnya adalah gerakan pengajaran alam sekitar. (Sagala, 2009:180).

Perintis gerakan (pendekatan) alam sekitar ini antara lain adalah Fr. Finger (1808-1888) di Jerman dengan ‘heimatkunde’ (pengajaran alam sekitar), dan J. Lightart (1859-1916) di Belanda dengan ’Het Volle Leven’ (kehidupan senyatanya).

Dari berbagai pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa metode eksploratory adalah metode yang mendekatkan anak didik pada alam sekitarnya. Sehingga berbagai tujuan dalam pembelajaran dapat dicapai. Dengan mengamati objek secara langsung, anak didik akan lebih paham apa yang mereka pelajari.

2. Prinsip-prinsip metode Eksploratory

Menurut gerakan ’Heimatkunde’ yang dipelopori oleh Fr. Finger (1808-1888) mengemukakan beberapa prinsip tentang pengajaran alam sekitar, yaitu:

a. Dengan pengajaran alam sekitar, guru dapat memperagakan secara langsung sesuai dengan sifat-sifat atau dasar-dasar pengajaran.

b. Pengarahan alam sekitar memberikan kesempatan sebanyak-banyaknya agar anak aktif atau giat tidak hanya duduk, dengar, dan catat.

c. Pengajaran alam sekitar memungkinkan untuk memberikan pengajaran secara totalitas.

d. Pengajaran alam sekitar memberi kepada anak bahan apersepsi intelektual yang kukuh dan tidak verbalitas.

e. Pengajaran alam sekitar memberikan apersepsi emosional, karena alam sekitar mempunyai ikatan emosional dengan anak.

Alam sekitar tidak berbeda untuk anak maupun orang dewasa, segala kejadian dialam sekitarnya merupakan sebagian dari hidupnya sendiri dalam suka maupun duka. Alam sekitar bersifat fudamental pendidikan dan pengajaran memberi dasar emosional, sehingga anak menaruh perhatian yang spontan terhadap segala sesuatu yang diberikan kepadanya asal itu didasarkan atas dan diambil dari alam sekitar. (Sagala, 2009:180).

F. Metode Discovery

1. Pengertian Metode Discovery

Metode discovery (penemuan) adalah cara penyajian pelajaran yang banyak melibatkan siswa dalam proses-proses mental dalam rangka penemuannya (Sudirman dkk, 1989:168),

Menurut Suryosubroto (2002:193) yang mengutip pendapat Sund (1975), discovery adalah proses mental, dan dalam proses itu individu mengasifilasi konsep dan prinsip-prinsip. Proses mental tersebut misalnya mengamati, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan, dan sebagainya.

2. Langkah-Lagkah Dalam Pengaplikasian Metode Discovery

Ada lima tahap yang harus ditempuh dalam metode discovery menurut Sagala (2009:197) yaitu:

a. Perumusan masalah untuk dipecahkan peserta didik,

b. Penetapan jawaban sementara atau pengajuan hipotesis,

c. Peserta didik mencari informasi, data, fakta, yang diperlukan untuk menjawab atau memecahkan masalah dan menguji hipotesis,

d. Menarik kesimpulan dari jawaban atau generalisasi,

e. Aplikasi kesimpulan atau generalisasidalam situasi baru.

3. Keunggulan Dan Kelemahan Metode Discovery

a. Keunggulan Mentode Discovery

Keunggulan metode discovery menurut Sudirman, dkk (1989:168) adalah sebagai berikut:

1). Strategi pengajaran menjadi berubah dari yang bersifat penyajian informasi oleh guru kepada siswa sebagai penerima informasi yang baik tetapi proses mentalnya berkadar rendah, menjadi pengajaran yang menekankan kepada proses pengolahan informasi dimana siswa yang aktif mencari dan mengolah sendiri informasi dengan kadar proses mental yang lebih tinggi.

2). Pengajaran berubah dari teacher centered menjadi student centered.

3). Proses belajar meliputi semua aspek yang menunjang siswa menuju kepada pembentukan manusia seutuhnya (a fully functioning person).

4). Proses belajar melalui kegiatan discovery dapat membentuk dan mengembangkan self concept pada diri siswa.

5). Menambah tingkat penghargaan siswa.

6). Penggunaan discovery memungkinkan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar yabg tidak hanya menjadikan guru sebagai satu-satunya sumber belajar.

7). Metode discovery dapat mengembangkan bakat/kecakapan individu

8). Metode discovery dapat menghindarkan cara belajar tradisional (menghafal) dan memberikan waktu yang memadai bagi siswa untuk mengumpulkan dan mengelola informasi.

9). Metode discovery dapat memperkaya dan memperdalam materi yang dipelajari sehingga retensinya (tahan lama dalam ingatan) menjadi lebih baik.

b. Kelemahan Metode Discovery

Kelemahan/kekurangan metode discovery menurut Sudirman, dkk (1989:171) adalah sebagai berikut:

1). Memerlukan perubahan kebiasaan cara belajar siswa yang menerima informasi dari guru secara apa adanya.

2). Guru juga dituntut megubah kebiasaan mengajarnya yang umumnya sebagai pemberi informasi menjadi sebagai fasilitator, motivator, dan pembimbing siswa dalam belajar.

3). Metode discovery banyak memberikan kebebasan kepada siswa dalam belajar, tetapi kebebasan itu tidak menjamin bahwa siswa belajar dengan baik dalam arti mengerjakannya dengan tekun, penuh aktifitas, dan terarah.

4). Metode discovery dalam pelaksanaanya memerlukan penyediaan berbagai sumber belajar dan fasilitas yang memadai yang tidak selalu mudah disediakan.

5). Cara belajar siswa dengan metode discovery menuntut bimbingan guru yang lebih baik seperti pada siswa melakukan penyelidikan dan sebagainya.

6). Pemecahan masalah mungkin saja dapat bersifat mekanistis, formalitas, dan membosankan. Apabila hal ini terjadi, maka pemecahan masalah seperti ini tidak menjamin penemuan yang penuh arti.

0 komentar:

Posting Komentar

TINGGALKAN PESAN ANDA